JOMBANG, BANGSAONLINE.com - Napak Tilas pendirian Nahdlatul Ulama (NU) berlanjut ke Pesantren Tebuireng Jombang Jawa Timur. Para kiai dan cucu pendiri NU yang sebelumnya berkumpul di Pondok Pesantren Syaikhona Kholil Bangkalan Jawa Timur pada Kamis (3/9/2015) lalu,Sabtu (12/9) kemarin berkumpul di Pesantren Tebuireng Jombang Jawa Timur.
Para cucu pendiri NU itu adalah keturunan Syaikhona Kholil bin Abdul Latif Bangkalan, Hadratussyaikh KHM Hasyim Asy’ari Tebuireng dan KHR As’ad Syamsul Arifin Asembagus Situbondo Jawa Timur.
Baca Juga: Mitos Khittah NU dan Logika Kekuasaan
Dalam acara napak tilas di Tebuireng diawali ziarah ke makam Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari, KHA Wahid Hasyim dan KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Usai ziarah pada Mbah Hasyim (panggilan Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari) para kiai langsung menuju gedung KHM Yusuf Hasyim di lantai 3.
Di gedung ini para kiai membahas tentang upaya penyelewengan ajaran Ahlussunnah Waljamaah dalam NU yangdiduga dilakukan beberapa oknum PBNU. Mereka sepakat untuk membentengi dan meluruskan NU dari upaya perusakan ajaran NU secara sistematis dari internal NU sendiri.
Dalam acara itu diputar video kekerasan terhadap para kiai dalam Muktamar NU ke-33 di alun-alun Jombang. Juga rekaman pimpinan sidang yang memaksakan sistem Ahlul Halli Wal Aqdi (AHWA) dalam Muktamar NU ke-33. Tampak pimpinan sidang mengabaikan para peserta Muktamar NU yang mengacungkan tangan minta waktu bicara tapi tetap diabaikan oleh pimpinan sidang.
Baca Juga: Kembangkan Kewirausahaan di Lingkungan NU, Kementerian BUMN Teken MoU dengan PBNU
Tampak hadir dalam acara itu KHA Hasyim Muzadi (pengasuh Pesantren Mahasiswa Al-Hikam Malang dan Depok Jawa Barat), KH Salahuddin Wahid (Pengasuh Pesantren Tebuireng), KH Ahmad Azaim Ibrahimy (Pengasuh Pesantren Asembagus Sukorejo Situbondo), KH Syaikh Ali Akbar Marbun (Pengasuh Pesantren Al-Kautsar Akbar Medan Sumatera Utara), KH Afif Muhajir (mantan Wakil Katib Syuriah PBNU), KH Fadlolan Musyaffa (Jateng) dan para Rais Syuriah dan Ketua PCNU di Jawa Timur.
Kiai Syaikh Ali Marbun mengaku datang dari Medan ke Bangkalan dan Tebuireng karena peduli pada NU. ”Sebenarnya badan saya kurang sehat. Tapi saya datang. Saya tadi berangkat jam 5 pagi dari Medan,” katanya. (Baca juga: Napak Tilas Pendirian NU, yang Semula Menolak, Jadi Paling Aktif Kampanye AHWA)
Acara napak tilas ini akan terus berlanjut dari pesantren ke pesantren. ”Untuk napak tilas selanjutnya di Pesantren Sukorejo Situbondo pada tanggal 21 September hari Senen,” kata Kiai Azaim Ibrahimy di depan para kiai. (Baca juga: Waktu Muktamar ke-33, Para Pendiri NU Berkumpul di Makkah)
Baca Juga: Konflik Baru Cak Imin, Istri Said Aqil Mundur dari PKB, Akibat Khianat saat Muktamar NU?
Setelah di Pesantren peninggalan KHR As’ad Syamsul Arifin ini, napak tilas pendirian NU akan digelar di Pesantren As-Shidiqiyah Jember, yaitu pesantren keluarga KH Ahmad Siddiq, Rais Am Syuriah PBNU hasil Muktamar NU ke-27 di Situbondo. Pada Muktamar NU ke-27 pada 1984 inilah NU kembali ke khitah 26.
Napak tilas pendirian NU ini digelar sebagai ungkapan keprihatinan terhadap pelaksanaan Muktamar NU ke-33 di alun-alun Jombang yang dianggap penuh pelanggaran dan menyimpang dari ajaran NU yang telah digariskan Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari. Para kiai itu berusaha untuk melakukan refleksi terhadap sejarah berdirinya NU.
Seperti diberitakan BANGSAONLINE.com, dalam sejarah pendirian NU Kiai Kholil Bangkalan mengutus santrinya, Kiai As’ad Syamsul Arifin untuk menemui Kiai Hasyim Asy’ari di Tebuireng Jombang. Lewat Kiai As’ad, Kiai Kholil memberikan tasbih dan tongkat kepada Kiai Hasyim Asy’ari. Kiai Kholil juga memberi ijazah agar Kiai Hasyim selalu membaca asmaul husna, yaitu Ya Jabbar dan Ya Qohhar.
Baca Juga: Emil Dardak Dukung Muktamar NU ke-35 di Surabaya
Tasbih dan tongkat itu simbol restu bahwa Kiai Hasyim Asy’ari sudah waktunya untuk mendirikan NU. Karena itu Kiai Hasyim Asy’ari bersama para kiai lain, seperti KH Abdul Wahab Hasbullah, KH Bisri Syamsuri dan para kiai lain kemudian mendirikan NU. Jadi pendirian NU itu meliputi tiga poros, yaitu Bangkalan, Situbondo dan Jombang. ”Ada sekitar 40 kiai saat itu. Dari Bangkalan diantaranya Syaikhona Kholil dan menantunya, Kiai Muntaha,” kata Kiai Azaim Ibrahimy ketika memberi pemaparan di depan para kiai.
Karena itu Kiai Azaim lalu terilhami untuk melakukan napak tilas pendirian NU untuk memurnikan lagi ajaran Ahlussunnah Wal Jamaah (Aswaja) yang kini dinilai sudah terkotori oleh paham-paham lain.
Kiai Azaim menceritakan peristiwa penting terkait Muktamar NU di alun-alun Jombang pada 1 Agusutus 2015 lalu. ”Setelah pembukaan Muktamar NU saya pulang. Sehari setelah pembukaan Muktamar itu saya ditemui ba’dlusshalihin (bagian dari orang saleh),” cerita Kiai Azaim yang membuat para kiai yang hadir bergidik.
Baca Juga: Satu Abad Nahdlatul Ulama, Eri Cahyadi Ingin Surabaya jadi Tuan Rumah Muktamar NU ke-35
Menurut Kiai Azaim, orang saleh itu ziarah ke makam Kiai As’ad Syamsul Arifin. Tapi ternyata Kiai As’ad tidak ada. ”Menurut ba’dlussalihin itu Kiai As’ad ada di Makkah bersama para muassis NU yang lain. Di Makkah itu tampak Kiai Hasyim Asy’ari, Kiai Wahab Hasbullah, Kiai Bisri Syansuri. Semua pendiri NU itu berada di Makkah,” katanya yang makin membuat para kiai yang hadir haru dan terkesima.
Artinya, saat Muktamar NU berlangsung di alun-alun Jombang, arwah para pendiri NU justru meninggalkan Indonesia dan berkumpul di Makkah. Itu artinya, para muassis NU prihatin dan tidak hadir ke arena Muktamar seperti pada Muktamar-Muktamar NU sebelumnya.
Kiai Azaim menyadari bahwa isyarat-isyarat yang ia terima itu tak bisa dibaca lewat logika. ”Saya memang tak bicara logika,” katanya. Tapi fakta sejarah menunjukkan bahwa NU banyak diwarnai oleh simbol-simbol dan isyarat-isyarat langit yang bagi orang NU bagian dari khasanah NU. (tim)
Baca Juga: Muktamar NU, Yahya Staquf, Birahi Politik, dan Sandal Tertukar
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News