​Ketua PGRI Jember: GTT itu Guru Tidak Tenang

​Ketua PGRI Jember: GTT itu Guru Tidak Tenang Ilustrasi.

JEMBER, BANGSAONLINE.com – Persoalan terkait penempatan Guru Tidak Tetap (GTT) dan Pegawai Tidak Tetap (PTT) di Jember hingga saat ini belum menemukan solusi terbaik. Bahkan, di tengah-tengah para tenaga pendidik dan tenaga kerja honorer itu, GTT memiliki sebutan baru yang merupakan plesetan, yakni 'Guru Tidak Tenang'.

Pasalnya, meskipun sudah memiliki SP (surat perintah) penugasan dari Bupati Jember Faida, namun SP itu ditolak kepala sekolah yang bersangkutan. Karena di sekolah yang dituju, sudah ada GTT ataupun PTT-nya dan masih aktif bekerja.

Bahkan, akibat kegalauan tersebut, membuat seorang guru honorer perempuan dan sedang hamil muda, mengalami kecelakaan lalu lintas hingga meninggal dunia saat akan berangkat ke sekolah.

Terkait hal ini, Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Jember Supriyono berharap ada solusi terbaik untuk mengatasi persoalan yang dihadapi GTT ataupun PTT ini.

“Sebutan GTT itu sendiri kini bukan lagi Guru Tidak Tetap, tetapi menjadi Guru Tidak Tenang,” ujar Supriyono saat dikonfirmasi wartawan di kantornya di Gedung PGRI Kecamatan Patrang, Rabu siang (4/9/2019).

Menurut Supriyono, penolakan para GTT dan PTT di sekolah yang dituju meski telah mengantongi SP dari bupati, menjadi persoalan baru. “Persoalan ini menjadi polemik. Karena dari data kami ada 5.000 GTT, dan yang diuji publik bupati, sekitar 4.090 yang mendapat SP,” ungkapnya.

“Apalagi, sampai saat ini nasib GTT dan PTT sangat kurang beruntung. Pagi tadi, saya dapat WA, kalau ada guru honorer di Desa Kemiri, Kecamatan Panti, sedang hamil muda sekitar 6 sampai 7 bulan, mengalami kecelakaan hingga meninggal,” ungkapnya.

“Kami berharap adanya perhatian, karena kami sangat-sangat prihatin. Semoga untuk yang kecelakaan atas nama Bu Eny ini, ada jaminan kecelakaan kerja dari BPJS itu,” sambungnya. (jbr1/yud/ian)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO