BangsaOnline - Polemik antara KPK dan Polri tak berkaitan dengan perkara yang tengah ditangani oleh KPK. Termasuk, kasus dugaan pemberian Keterangan Lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang ditangani KPK sejak 2009.
Deputi Pencegahan KPK, Johan Budi SP memastikan kasus tersebut terus ditangani KPK, meski hingga saat ini masih stagnan di bagian penyelidikan.
"Saya minggu lalu cek (ke penyidik), saya tanya belum ada (penyelidikan)," kata Johan saat jumpa pers di kantor KPK, Jakarta, Kamis (5/2).
"Jadi sampai hari ini belum ada soal (penyidikan) SKL (Surat Keterangan Lunas) itu," sambungnya.
KPK tetap akan melanjutkan proses penyelidikan kasus dugaan tindak pidana korupsi pemberian SKL BLBI. Sebab perkaranya diketahui sudah 'mengendap' lama di KPK.
"(Kasus BLBI) itu biar urusan kami saja," tandasnya.
SKL sendiri merupakan produk yang dikeluarkan BPPN berdasarkan Instruksi Presiden (Inpres) No.8/2002. Saat itu, Presiden yang menjabat adalah Megawati Soekarnoputri yang adalah Ketua Umum PDI Perjuangan.
Berdasarkan Inpres tersebut, debitor BLBI dianggap sudah menyelesaikan utang walaupun hanya 30 persen dari jumlah kewajiban pemegang saham (JKPS) dalam bentuk tunai dan 70 persen dibayar dengan sertifikat bukti hak kepada BPPN. Atas dasar bukti itu, mereka yang diperiksa dalam penyidikan Kejaksaan Agung akan mendapatkan surat perintah penghentian perkara (SP3).
Tercatat beberapa nama konglomerat papan atas, seperti Sjamsul Nursalim, The Nin King, dan Bob Hasan, yang telah mendapatkan SKL dan sekaligus release and discharge dari pemerintah. Padahal, Inpres No 8/2002 yang menjadi dasar kejaksaan mengeluarkan SP3 itu bertentangan dengan sejumlah aturan hukum, seperti UU No 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Para Penerima SKL BLBI berdasarkan Penandatangan Master of Settlement and Acquisition Agreement (MSAA) diantaranya adalah Anthony Salim dari Salim Grup (Bank Central Asia/BCA). Nilainya mencapai Rp 52,727 triliun. Surat Keterangan Lunas (SKL) terbit Maret 2004.
Ada juga Sjamsul Nursalim dari Bank Dagang Nasional Indonesia/BDNI. Nilainya Rp 27,4 triliun. Surat lunas terbit pada April 2004. Aset yang diserahkan di antaranya PT Dipasena (laku Rp 2,3 triliun), GT Petrochem dan GT Tire (laku Rp 1,83 triliun). Kejaksaan Agung menghadiahinya surat perintah penghentian penyidikan (SP3).
Ada juga Mohammad 'Bob' Hasan dari Bank Umum Nasional. Nilainya Rp 5,34 triliun. Bos Grup Nusamba ini menyerahkan 31 aset dalam perusahaan, terrmasuk 14,5% saham di PT Tugu Pratama Indonesia. Ada juga Sudwikatmono dari Bank Surya. Nilainya Rp 1,9 triliun, SKL terbit akhir 2003. Ibrahim Risjad (Bank Risjad Salim Internasional) Rp 664 miliar, SKL terbit akhir 2003.
Baca Juga: Khofifah Kembali Dinobatkan sebagai 500 Muslim Berpengaruh Dunia 2025
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News