​Dahlan Iskan: Imlek tanpa Angpao, Makan Istimewa Bersama secara Virtual

​Dahlan Iskan: Imlek tanpa Angpao, Makan Istimewa Bersama secara Virtual Dahlan Iskan. Foto: ist

SURABAYA, BANNGSAONLINE.com – Tahun Baru Imlek 2572 jatuh pada Jumat (12/2/2021) besok. Tapi inti perayaannya - sungkem dan – berlangsung sejak nanti malam. 

Nah, Dahlan Iskan, wartawan handal yang mantan menteri BUMN menulis secara apik tahun baru etnis itu. Dahlan Iskan menceritakan pengalamannya mengikuti perayaan Imlek sebelum pandemik Covid-19.

Lalu bagaimana perayaan Tahun Baru Imlek pada masa pandemik Covid-19. BANGSAONLINE.com menurunkan secara lengkap tulisan Dahlan Iskan yang dimuat Disway dan HARIAN BANGSA, Kamis (11/2/2021) pagi ini. Silakan membaca tulisan tersebut di bawah ini:

NANTI malam anak-cucu keluarga wajib berkumpul di rumah orang tua masing-masing.

Itulah inti Tahun Baru Imlek. Untuk menunjukkan bakti pada papa-mama mereka. Diiringi doa keselamatan dan kemakmuran. Lalu makan-makan. Terutama harus ada menu mi di dalamnya.

Tidak boleh ada perayaan. Tidak boleh pergi ke mana-mana –apalagi dengan alasan yang dicari-cari. Semua harus berkumpul di rumah orang tua. Perayaannya kelak, 15 hari lagi: di hari Cap Gomeh. Pergi-perginya ditunda dulu, setelah itu.

Sentral acara nanti malam hanya orang tua dan doa untuk kemakmuran. Sungkem kepada orang tua itu dimulai oleh anak tertua. Lalu adik-adik. Menantu-menantu. Lalu giliran cucu-cicit.

Itulah inti hari raya Tahun Baru Imlek. Sebelum ada pandemi. Makan malamnya pun yang paling istimewa.

Di Singapura malam Tahun Baru kali ini sangat berbeda. Gara-gara pandemi. Ada yang tetap kumpul keluarga tapi lebih terbatas.

Robert Lai, saudara saya itu, akan makan malam bersama secara virtual. Pakai Zoom. Robert punya tiga anak, wanita semua. Yang sulung tinggal di Kuala Lumpur. Bersama suami dan anak. Pandemi di Malaysia juga lagi parah.

Yang bungsu sudah setahun ini kembali ke Singapura. Dari sekolah di University of Pennsylvania. Juga dari bekerja di beberapa negara belahan lain dunia. Tapi dia tinggal terpisah. Di rumah sendiri di Singapura. Hanya yang bungsu yang bersama Robert dan istri.

Si bungsu itulah yang menyiapkan makan-malam-bersama secara Zoom.

Sejak kemarin di rumah Robert sudah dipasangi kamera baru. Untuk dihubungkan ke televisi. Televisinya didekatkan ke meja makan.

Yang di Kuala Lumpur akan menggunakan laptop. Yang ditaruh di atas meja makan. Demikian juga anak yang tinggal terpisah di Singapura. Dia akan menggunakan laptop. Dia sendirian di apartemen itu tapi tetap menyediakan mi yang sama dengan yang disajikan di rumah orang tua dan kakak sulungnyi.

Di masa lalu saya pernah bermalam-tahun-baru-Imlek di Singapura. Saya dan istri, bersama seluruh keluarga Robert. Kami makan malam bersama. Dengan sajian mi khas Singapura.

Bihun itu ditaruh di piring besar sekali. Di tengah meja. Beberapa jenis topping dihambur di atasnya. Saatnya tiba makan malam, kami yang mengelilingi meja, berdiri. Masing-masing memegang sumpit. Dengan chop stick itu kami mengaduk mi agar tercampur dengan topping-nya.

Cara mengaduknya yang khas Singapura. Tidak ada di negara lain: kami bersama-sama mengambil mi itu dengan chop stick. Sebanyak yang bisa kami jepit. Kian banyak yang bisa dijepit kian baik. Lalu kami angkat tinggi-tinggi mi itu. Kian tinggi kian baik. Untuk kemudian kami jatuhkan lagi ke piring besar itu. Kami ulangi adegan itu. Berkali-kali. Adu banyak. Adu tinggi. Sampai mi itu bukan saja tercampur. Tapi sampai berantakan. Banyak juga yang terhambur. Jatuh di luar piring. Berantakan. Padahal kemampuan bisa menjatuhkan mi agar tetap di atas piring juga bagian dari harapan.

Lalu kami duduk kembali. Membenahinya dan memakannya.

Waktu mencampur mi itu kami lakukan sambil berdiri karena mejanya cukup besar. Agak sulit menjangkau mi dari posisi duduk.

Dua kali saya bermalam Imlek di Singapura. Selalu begitu. Satu restoran, di semua meja, adegannya sama.

Meski pun kali ini secara Zoom adegan itu akan tetap dilakukan Robert dan anak-anaknya. Dari rumah masing-masing.

Di Tiongkok juga kian banyak yang memilih makan malam bersama di restoran. Saya juga dua kali mengalaminya. Bersama keluarga teman di sana. Tapi tidak ada adegan mencampur mi yang atraktif seperti di Singapura.

Lihat juga video 'Sensasi Naik Kapal Cepat ke Pulau Sabang, Perjalanan Jurnalistik CEO HARIAN BANGSA dan BANGSAONLINE':


Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO