Pemerintah Bernyali Besar, Syukur Tak Hanya Berani melawan HTI-FPI, Revolusi Energi (2)

Pemerintah Bernyali Besar, Syukur Tak Hanya Berani melawan HTI-FPI, Revolusi Energi (2) Dahlan Iskan

SURABAYA, BANGSAONLINE.com Tulisan Dahlan Iskan tentang Revolusi Energi edisi 2 ini menarik dinikmati pada Hari Raya Idul Fitri. Memang tergolong berat dan berbobot. Tapi mudah dicerna. Apalagi ditulis secara "sederhana" dalam bentuk pointer-pointer sehingga tak membosankan.

Tapi benarkah pemerintah sekarang punya nyali besar? Nah, silakan simak tulisan wartawan kondang itu BANGSAONLINE.com di bawah ini. Selamat membaca:      

Asumsi besar saya adalah:

1. Minyak mentah tidak penting lagi. Gas bumi memang masih penting tapi tidak sepenting dulu lagi. (Ditjen Migas mungkin sudah waktunya dihapus –atau hanya jadi direktorat. Satu-satunya yang masih membuat Ditjen itu dipertahankan adalah: masih banyak Ditjen lain yang mestinya lebih dulu tidak ada).

2. Kita tidak bisa bersandar ke gas bumi. Sumur gas lama sudah waktunya menipis dan habis. Juga sudah terikat kontrak lama. Sumur yang baru yang besar tidak bisa diharap. Proyek Masela yang sudah hampir mulai diubah di awal periode pertama Presiden Jokowi –dan sampai sekarang belum terlihat akan dimulai. Sumur Natuna kian jauh dari mata. Letaknya di laut dalam. Kandungan sulfurnya terlalu tinggi.

3. Batubara akan kian dikecam di seluruh dunia. Kebutuhan tetap tinggi tapi tidak akan naik lagi. Batubara akan terus dipersoalkan sebagai energi kotor.

4. Pabrik boiler dan turbin akan banyak ditutup. Terutama untuk ukuran 300 MW ke bawah. (Yang ukuran 600 MW dan 1.000 MW mungkin ada yang bertahan. Khususnya untuk pembangkit tenaga nuklir. Yang ukurannya selalu besar. Indonesia perlu mengamankan kebutuhan boiler dan turbin kecil. Terutama untuk pengganti yang ada dan perawatannya).

5. Pembangkit tenaga surya (dan tenaga angin) akan menemukan puncak kejayaannya. Belum dalam jangka pendek. Itu akan terjadi bersamaan dengan ditemukannya teknologi baterai yang baru. Mungkin 5 tahun lagi. (Ketika itu harga baterai tinggal sepertiga harga sekarang. Kekuatannya, paling tidak, tiga kali lipat dari yang terbaik saat ini).

6. Pembangkit tenaga air mengalami kesulitan. Itu akibat berubahnya lingkungan. Sungai dan waduk semakin dangkal. (Sistem pump storage tidak relevan lagi –tergantikan oleh zaman baru baterai. Mikro hydro menjadi terlalu mahal).

7. Indonesia tetap jadi lumbung energi. Hanya pindah dari Migas ke . Lalu pindah lagi ke surya. (''Rendemen'' tenaga surya di wilayah timur jauh lebih tinggi dari wilayah barat).

8. Indonesia tiga kali menjadi lumbung energi: migas, , surya. Hanya saja, ternyata, status lumbung energi tidak otomatis menjadi sumber kemakmuran negeri. Sudah terbukti. Era Migas di masa lalu tidak membuat Indonesia makmur. Demikian juga era sekarang.

Lihat juga video 'Khilafah Proyek Politik Inggris? Ini Alasan Hizbut Tahrir Bolehkan Cium Cewek Bukan Muhrim':


Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO