SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Pemprov Jatim melalui Kepala Dinas Pendidikan Jatim, Wahid Wahyudi sudah menyuarakan pelaksanaan uji coba sekolah tatap muka tingkat SMA/SMK pada semua kabupaten/kota se-Jatim. Demikian pula Mendikbud Nadiem Makarim menyuarakan pentingnya sekolah tatap muka, tatkala mal dan sinema sudah dibuka di berbagai daerah. Hal itu sejalan juga dengan komitmen Gubernur Khofifah.
Praktisi pendidikan, Lia Istifhama mengungkapkan dukungannya pada kepedulian Mendikbud terhadap sekolah tatap muka. Menurutnya, sekolah tatap muka bisa berjalan dengan protokol kesehatan yang ketat dengan komitmen bersama yang kuat.
Baca Juga: Kepala Dindik Jatim Terima Audiensi Pengurus PGRI
“Karena konteksnya sebagai pondasi generasi bangsa. Jangan sampai pendidikan dikorbankan dengan alasan apapun. Kalau anak-anak sekarang jauh dari literasi, lemah secara kognitif, moral, dan kontekstual learning, bagaimana bangsa ini memiliki SDM cerdas kelak," ujar aktivis perempuan yang akrab disapa Ning Lia itu, Kamis (3/6/2021).
Putri tokoh senior Ansor, KH. Masykur Hasyim itu menambahkan, pembelajaran tatap muka (PTM) adalah jaminan pengaplikasian pembelajaran kontekstual.
Menurut tokoh muda inspiratif 2020 versi Forkom Jurnalis Nahdliyin ini, bicara dunia pendidikan internasional, bahwa contextual learning menjadi perhatian. Apalagi di negara-negara maju. Sekolah menjadi wadah pelaksanaan tersebut. Dalam hal ini, bagaimana seorang guru bisa mengajak diskusi anak, menstimulus nalar logika berpikir, dan empati sosialnya terhadap segala fakta yang diketahui atau dihadapi mereka.
Baca Juga: Lazisnu Surabaya Jadi Perantara Kebaikan
"Nah, kalau sekolah tetap saja secara online atau daring, apa mungkin ketelatenan mengajar seperti itu secara sempurna bisa dilakukan," kata dosen perguruan tinggi swasta di Surabaya itu, setengah bertanya.
Ibu dua anak yang baru saja meraih penghargaan sebagai Tokoh Millenial Literasi Jatim versi ARCI itu menjelaskan, bahwa pembelajaran online cenderung membebankan guru dan orang tua siswa. Menurutnya, diakui apa tidak, beban guru bertambah dengan sistem daring. Mereka juga pasti memiliki beban moral dan rindu mengajar, rindu menyebarkan ilmu secara langsung.
Di lain sisi, sekolah online berbasis gadget juga membebankan orang tua. Sebab, tidak semua warga negara hidup dengan waktu yang cukup untuk mengajar anaknya di rumah, ataupun memiliki fasilitas gadget yang memadai hanya untuk mengerjakan tugas anaknya.
Baca Juga: Jatim Juara Umum OPSI 2024, Adhy Karyono: Kado Membanggakan di Hari Pahlawan
“Dulu tahun 2017, Akademi Pediatri Amerika telah merekomendasikan waktu penggunaan gadget bagi anak hanya 1 jam sehari, itu pun dalam pantauan orang tua. Sekarang, hal tersebut rasanya naif dilakukan. Digitalisasi memang harus diikuti, tapi pendidikan jangan sampai dikorbankan," pungkas Doktor Ekonomi Syariah UIN Sunan Ampel Surabaya tersebut. (mdr/ian)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News