SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Partai NasDem mendorong revisi Undang-Undang (UU) Nomor 20 Tahun 2013 tentang sistem Pendidikan Kedokteran (UU Dikdok) karena sudah tidak relevan dengan perkembangan zaman. Partai yang dibidani Surya Paloh itu menginginkan UU Pendidikan Kedokteran (DikDok) yang lebih humanis.
Dalam rangka revisi itu, dilaksanakan webinar untuk menyerap masukan dari berbagai stakeholder. Di antaranya, para pakar dan ahli hukum kesehatan dalam puncak rangakaian acara Restorasi Humanisme Pendidikan Kedokteran di Kantor DPW Partai NasDem Jatim, Selasa (8/6/2021).
Baca Juga: Wakil Ketua Komisi III DPR RI Dukung Pasangan Fren Pimpin Kota Kediri
Ketua Panitia Kerja Rancangan Undang-Undang (Panja RUU) Pendidikan Kedokteran, Willy Aditya mengatakan besarnya urgensi revisi UU Dikdok. Karena itu, pihaknya menerima masukan perubahan UU ini untuk memperbaiki sistem pendidikan kedokteran dan menciptakan kelulusan dokter handal di mata internasional yang mampu menggabungkan spirit kemajuan revolusi industri 4.0.
Apalagi, Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) membuka peluang bagi dokter impor masuk ke dalam negeri. "Oleh karena itu kompetensi pendidikan dalam negeri harus dibenahi. Kita berinisiatif memperjuangkan," kata Willy.
Agar tidak ada anggapan bahwa RUU Dikdok merupakan produk partai politik, Willy Aditya membuka ruang diskusi dengan para pakar kesehatan, Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) dan Pengurus Besar Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PB PDGI), pakar hukum kesehatan, serta kalangan akademis untuk menemukan titik temu bersama.
Baca Juga: Nasdem Panaskan Mesin untuk Total Menangkan Khofifah-Emil di Pilgub Jatim 2024
Willy berharap momentum diskusi revisi UU ini menjadi medium untuk saling koreksi agar tidak menjadi ego sektoral. "Berjuang pada proporsinya," kata mantan aktivis FMN itu.
Wakil Ketua Badan Legislasi DPR RI sekaligus Wakil Ketua Fraksi Partai NasDem DPR RI itu menambahkan, isu utama dalam revisi UU Pendidikan Kedokteran ini adalah restorasi humanisme.
UU Pendidikan Kedokteran Nomor 20 Tahun 2013 dinilai memberi legitimasi atas formal dan panjangnya masa pendidikan hingga legalitas profesi seorang dokter.
Baca Juga: Deny Widyanarko-Mudawamah Daftar ke KPU Kabupaten di Hari Kedua
Sejumlah aturan yang dikandungnya menunjukkan panjangnya birokrasi yang berbanding lurus dengan tingginya biaya yang harus dikeluarkan. Ribuan calon dokter tidak dapat menjalankan profesinya akibat terjegal syarat legal formal.
Belum lagi kompetensi dalam Fakultas Kedokteran (FK), Fakultas Kedokteran Gigi, seleksi calon mahasiswa, pembiayaan pendidikan kedokteran, standar kompetensi dokter, dokter magang, uji kompetensi, adaptasi, pengembangan pendidikan keprofesian berkelanjutan, ijazah, sertifikasi, kompetensi, sertifikasi profesi, organisasi profesi, konsul kedokteran Indonesia, dokter layanan primer dan distribusi dokter.
"Terdapat beberapa kelemahan dalam UU Dikdok, sehingga perlu ada perubahan secara fundamental terhadap UU tersebut. Saat ini proses penggodokan di DPR RI sudah dalam tahap penyusunan draft RUU," tandas Willy.
Baca Juga: Setelah Golkar, Mujib Imron-Wardah Nafisah Terima SK B1 KWK dari NasDem
Pada kesempatan tersebut, Pakar Hukum Kesehatan, dr. H. M. Nasser mengungkapkan beberapa substansi yang perlu direvisi. Antara lain kurikulum pendidikan kedokteran. "Kurikulum ini sangat penting, kurikulum tidak diatur oleh UU kita sehingga menjadi masalah besar bagi kita," katanya.
Nasser juga menyetujui restorasi humanisme pendidikan kedokteran. Karena restorasi ini sangat penting. Dia juga mengapresiasi Partai NasDem Jatim yang telah peduli pada restorasi humanisme pendidikan kedokteran.
"Perubahan UU Dikdok memberikan harapan dan masa depan bagi tenaga kesehatan Indonesia," terangnya.
Baca Juga: Pilkada Gresik 2024, Kader NasDem Disebut Mayoritas Dukung Yani-Alif
Ketua Asosiasi Fakultas Kedokteran Gigi Indonesia (AFKDOGI) drg. Rahardyan Parnaadji turut berpendapat. Ia membeberkan pendidikan kedokteran perlu menghasilkan lulusan kompetitif untuk menghasilkan restorasi pendidikan kedokteran yang humanis.
"Ada beberapa isu strategis yang harus dijelaskan dalam Undang-Undang. Isu strategis tersebut meliputi peningkatan kompetensi dan sebagainya," tandasnya.
Ia melanjutkan, saat ini untuk melaksanakan Pendidikan Kedokteran masih mengacu pada UU Dikdok Tahun 2013 dengan aturan turunan Permendikbud Nomor 3 Tahun 2020 dan Permenristekdikti Nomor 18 Tahun 2018.
Baca Juga: Rekom Nasdem dan PAN Turun, Bunda Fey-Regina siap Bertarung di Pilkada Kota Kediri 2024
"Di mana dalam pendidikan itu harus menghasilkan standar pendidikan akademik dan pendidikan profesi. Itulah yang menjadi tanggung jawab dan ini payung hukumnya itu memang harus diperjelas untuk penyesuaiannya," imbuhnya.
Sementara itu, Ketua PB IDI Jatim dr Sutrisno menambahkan bahwa tanggapan pendidikan dokter adalah pendidikan spesifik. Terkait biaya masuk fakultas Pendidikan Kedokteran yang mahal, ia menilai hal ini akan terus terjadi sampai pemerintah bisa menyediakan sarana prasarana yang memadai.
"Mahalnya biaya kedokteran terjadi karena pemerintah belum bisa menyediakan sarana dan prasarana yang memadai," pungkasnya. (mdr/rev)
Baca Juga: Beri Rekom, NasDem Siap Menangkan Gus Barra-Rizal di Pilbup Mojokerto
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News