Selamatkan Nyawa WNA Korea Selatan, ​Anggota Polrestabes Surabaya Raih Penghargaan

Selamatkan Nyawa WNA Korea Selatan, ​Anggota Polrestabes Surabaya Raih Penghargaan Anggota Polrestabes Surabaya, Bripka Febri Rijal Syaifuddin, menerima penghargaan dari Direktur Luar Negeri Badan Kepolisian Nasional Korea Selatan di Kedutaan Besar Korea Selatan untuk Indonesia di Jakarta. Foto: Ist

SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Anggota, Bripka Febri Rijal Syaifuddin, meraih penghargaan dari Direktur Luar Negeri Badan Kepolisian Nasional Korea Selatan di Kedutaan Besar Korea Selatan untuk Indonesia di Jakarta. itu diberikan karena langkah heroiknya menolong warga negara asing () dari Korea Selatan yang kritis saat pandemi Covid-19, hingga berhasil dievakuasi ke negara asalnya dan kini sudah pulih.

"Saya tidak menyangka dapat penghargaan ini. Saya merasa bersyukur bahwa Pak Kim bisa lebih sehat, itu saja,” ujarnya melalui keterangan tertulis yang diterima BANGSAONLINE.com, Selasa (12/10).

yang diterima Febri pada tanggal 23 September itu adalah kali kedua setelah Duta Besar Korea pada tahun 2016 lalu. Ia mengatakan bahwa menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat sudah menjadi tugas setiap anggota Polri. 

“Saya pernah bertugas di Unit Pengawasan Orang Asing tahun 2011-2019. Dari situ Saya belajar banyak tentang bagaimana interaksi antar personal dengan hingga G2G dari berbagai negara. Sehingga ketika berurusan dengan Korea Selatan, saya semakin memahami terlebih Surabaya menjadi sistercity dengan Busan, Korea Selatan. Saya mengenal lebih banyak tentang Korea dan berteman dengan banyak orang Korea,” paparnya.

“Saya sebenarnya sudah berpindah dinas di Polsek Jambangan. Namun ini tentang kemanusiaan dan ini masa yang sulit bagi semua orang. Jadi saya berusaha membantu semampu saya. Prioritas polisi adalah nyawa. Hal yang sering Saya pedomani adalah arahan Pak Presiden, yaitu Polri bukan hanya sekedar profesi, namun salah satu jalan untuk mengabdi," tuturnya menambahkan.

Termasuk saat dirinya berupaya membantu warga Korea bernama Kim yang terkena Covid-19 pada saat merebaknya virus di Indonesia Juli lalu. Ia mengungkapkan latar belakang yang telah diselamatkan dari keganasan virus yang pertama kali muncul di Kota Wuhan, Cina, itu. 

"Pak Kim adalah pendeta, dan kondisi beliau kritis karena Covid-19. Beliau perlu penanganan serius, namun segala sesuatu sangat terbatas. Di manapun rumah sakit penuh dengan pasien Covid-19 karena varian delta memang mengerikan. Hingga Saya berhasil menemukan rumah sakit untuk perawatan Beliau. Jika tentang yuridiksi, ini diluar yuridiksi Saya, tapi ini jalan," kata Febri.

Saat mendapat kabar menerima penghargaan itu, ia mengaku kaget. Selain itu, Febri merasa bahagia lantaran apa yang sudah diperbuat. 

"Saya mengabdi, dapat membantu masyarakat dan menyelamatkan nyawa, rasanya bahagianya tak terkira. Jujur saya kaget. Saya terharu. Saya hanya melakukan apa yang seharusnya dilakukan polisi. Saya lebih bersyukur dengan kabar bahwa dia (Kim) sehat lagi. Mulai dari Kapolri, Kapolda Jatim, Kapolrestabes Surabaya dan Kapolsek Jambangan setiap hari melakukan teladan untuk menerapkan Polri yang Presisi (Prediktif, Responsibilitas, transparansi berkeadilan) dalam melaksanakan tugas khususnya pada era Pandemi,” ungkapnya.

Sementara itu, Perdana Menteri Korea Selatan, Lee Nak-yon, bertemu Bripka Febri secara kebetulan melalui seorang kenalan pada tahun 2012 dan mempertahankan hubungan mereka. Hubungan antara Lee dan Febri sekitar 10 tahun yang lalu menyelamatkan seorang Korea yang berada di ambang kematian.

Dilansir dari media Korsel, Lee mengatakan bahwa Febri membantu dengan sepenuh hati dan bisa memberikan pesan keamanan dengan sangat baik. Warga negara asing, kata Lee, merasa sangat aman tinggal di Indonesia. 

“Dia adalah teman paling berharga bagi kami,” kata Perdana Menteri Korea Selatan.

Kisah Febri bermula ketika Kim dinyatakan positif terpapar Covid-19 pada 18 Juli 2021. Saat itu juga, Asosiasi Korea segera mengirimkan obat-obatan darurat, oksigen, dan persediaan bantuan, tetapi kondisi Kim terus memburuk, saturasi oksigen turun menjadi 88-89 persen, jauh di bawah kisaran normal (95-100 persen).

Seminggu kemudian, Kim meminta untuk naik ke pesawat carter untuk kembali ke Korea Selatan. Tetapi kondisinya sangat serius sehingga dia menerima pemberitahuan penolakan untuk masuk ke Korea Selatan.

Paru-paru Kim rusak parah, dan saat menerima oksigen melalui tabung oksigen, saturasi oksigen hanya sekitar 90 persen, angka tersebut bahkan turun menjadi 77 persen. Staf medis yang melakukan konsultasi tele medicine di Korea Selatan mendesak agar mereka segera dipindahkan ke rumah sakit yang dilengkapi dengan ventilator.

Namun, tidak mudah menemukan rumah sakit dengan fasilitas terkait di Indonesia yang mengalami kekurangan ruang perawatan dan oksigen medis akibat pesatnya peningkatan jumlah kasus Covid-19 saat itu. Sedangkan Asosiasi Rakyat Korea Selatan bertanya dari semua sisi, Kim kehilangan kesadaran dan kritis.

Lebih buruk lagi, saat itu adalah saat jumlah kematian orang Korea Selatan akibat Covid-19 juga meningkat. Di persimpangan hidup dan mati, ada seorang polisi Indonesia yang datang ke rumah sakit untuk datang menyelamatkan, ia adalah anggota dari Polrestaber Surabaya, Bripka Febri.

Febri menghubungi Asosiasi Korea pada 27 Juli bahwa mereka telah mendapatkan bangsal rumah sakit dengan ventilator. Kim, yang dipindahkan ke rumah sakit pada hari berikutnya, sadar kembali dua hari kemudian dan cukup pulih untuk makan nasi sederhana.

Pada 30 Juli, Kim kembali ke Korea Selatan dengan pesawat pengangkut pasien (ambulans udara). Dalam panggilan telepon dengan Lee Kyung-yoon, presiden Asosiasi Korea Jawa Timur pada 3 Agustus, Kim menceritakan pengalaman saat terkena covid itu.

“Saya sadar dan tidak sadar, dan saya pikir saya sudah mati sekarang, tetapi saya sangat bersyukur bahwa saya pulih seperti ini,” kata Kim. (mdr/mar)

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO