Upaya Mediasi Sengketa Lahan Deadlock, Warga Desa Brengkok Lamongan Blokir Jalan Masuk PT SBM | BANGSAONLINE.com - Berita Terkini - Cepat, Lugas dan Akurat

Upaya Mediasi Sengketa Lahan Deadlock, Warga Desa Brengkok Lamongan Blokir Jalan Masuk PT SBM

Editor: Rohman
Wartawan: Nur Qomar Hadi
Selasa, 01 Maret 2022 22:59 WIB

Warga saat memblokir jalan masuk PT SBM.

LAMONGAN, BANGSAONLINE.com - Warga dari Dusun Cumpleng, , Kecamatan Brondong, Lamongan, bersama ahli waris menutup akses masuk menuju lahan tambak yang dipersengketakan lantaran upaya mediasi menemui jalan buntu (deadlock).

Perkara ini diduga bermula karena adanya penyerobotan lahan tambak yang dinamai KM-1, hasil kerja sama antara dua warga setempat, Muntaha (alm) dan Soekarno, dengan Direktur PT  (SBM), Killy Chandra, asal Medan.

Seiring berjalannya waktu, lahan tambak 18 petak (kolam) tersebut dibeli secara bersama dari Sujarwo dengan nilai Rp2 miliar dan diduga secara sepihak telah diserobot Killy Chandra yang sebelumnya melakukan kerja sama budi daya ikan kerapu.

Berdasarkan kesepakatan, hak masing-masing dari kerja sama itu ialah 30 persen untuk Muntaha, 30 persen untuk Soekarno, lalu 40 persen untuk Killy, dan tiba-tiba KM-1 ini diduga hanya dikuasai sendiri oleh anak Killy, Matt Kyne, secara 100 persen atas dasar surat pernyataan jual beli tanah KM-1 antara Sujarwo dengan pihaknya tertanggal 11 September 2013 silam.

Kuasa Hukum penggugat atau ahli waris Muntaha (alm), Khoirul Amin, menyampaikan bahwa atas perbuatan sepihak yang dilakukan Killy dan anaknya ini menyebabkan kliennya mengalami kerugian yang besar dan memutuskan untuk melayangkan gugatan di Pengadilan Negeri (PN) Lamongan.

"Kita sudah menawarkan sesuai gugatan, namun mediasi deadlock. Pemblokiran jalan ini dilakukan oleh ahli waris bersama warga karena modus kerja sama yang dilakukan sebelumnya mau dikuasai secara pribadi 100 persen oleh tergugat," ujarnya kepada wartawan, Selasa (1/3).

Ia menuturkan, penutupan akses jalan ini dilakukan oleh warga sebagai bentuk solidaritas dalam membantu ahli waris melawan PT SBM, dan demi menuntut keadilan serta memperoleh haknya.

"Ini bukan akses jalan dusun, tapi selama ini pihak ahli waris mengikhlaskan jalan pribadi ini untuk akses jalan PT SBM. Tapi karena PT SBM tidak menghargai masyarakat Cumpleng, akhirnya kami memutuskan untuk menutup akses jalan ini untuk PT SBM yang notabene perusahaan asing bukan asli Lamongan, sebagai bentuk perlawanan," tuturnya.

Khoirul mengungkapkan, warga serta pemuda setempat juga sempat melakukan pemblokiran jalan dusun karena truk PT SBM lalu lalang dan dinilai telah merusak jalan. Di lahan sengketa itu juga didirikan Posko sebagai simbol perlawanan, yang mana mendapat dukungan penuh dari sejumlah aktivis dan organisasi.

Berdasarkan pantauan BANGSAONLINE.com di lapangan, sejumlah aktivis berasal dari Lembaga Kajian dan Pemberdayaan Masyarakat (LKPM), Gerakan Pemuda Islam (GPI) Jawa Timur, Kesatuan Pemuda Pantura Lamongan (Kapal), Madani Institut, Forum Diskusi Poros Pantura (FDPP), Aliansi Petani Indonesia (API) Jatim, dan Aliansi Petani Tambak Pantura (Alpatara).

"Dulu mereka sempat membayar kompensasi sebesar Rp25 juta untuk pemakaian jalan dusun. Namun untuk jalan yang kami blokir hari ini adalah jalan pribadi, bukan jalan dusun. Jalan ini akan terus ditutup selama PT SBM atau Killy Chandra tak bisa diajak negosiasi secara kekeluargaan," kata Khoirul.

Menanggapi hal tersebut, Kuasa Hukum Para Tergugat, Harimuddin, mengungkapkan jika pihaknya sangat menyayangkan atas adanya aksi pemblokiran jalan yang dilakukan warga dan ahli waris dari Dusun Cumpleng, , Kecamatan Brondong, Lamongan.

"Kami sangat menyayangkan sikap penggugat (ahli waris Muntaha) yang menutup jalan untuk klien kami memasukkan pakan ke tambak KM-1, di tengah proses hukum yang sedang berjalan di PN Lamongan," ucap Harimuddin.

Menurut dia, aksi penutupan jalan ini tak terjadi karena saat ini masih menunggu putusan PN Lamongan, dan sebelum putusan itu berkekuatan hukum tetap, baik penggugat maupun tergugat harusnya masih bisa memanfaatkan 50 persen atas KM-1 maupun KM-2. Ia bersama kliennya bahkan mengaku sangat keberatan dengan adanya narasi melalui banner bertuliskan '' yang terpasang di jalan menuju tambak.

"Ini jelas berbau sara. Karena penggunaan istilah pribumi dan non-pribumi sudah dihapus dengan Inpres Nomor 26 Tahun 1998 tentang Menghentikan Penggunaan Istilah Pribumi dan Non-Pribumi dan juga tidak sejalan dengan UU Nomor 40 Tahun 2008 Tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis," urai Harimuddin.

Pihaknya berharap agar penggugat kembali membuka akses jalan untuk kliennya sembari menunggu putusan PN Lamongan hingga berkekuatan hukum tetap.

"Ini persoalan perdata antara klien kami selaku tergugat dengan ahli waris Bapak Muntaha selaku penggugat. Klien kami tidak bermasalah dengan pemuda dan masyarakat Dusun Cumpleng, termasuk masyarakat petambak di Lamongan pada umumnya," kata Harimuddin.

Sidang sengketa dengan agenda pembacaan gugatan dari pihak penggugat bakal digelar pada 9 Maret 2022 mendatang. Lalu, persidangan akan dilanjutkan kembali terkait jawaban tergugat dalam menindaklanjuti gugatan tersebut. (qom/mar) 

 

Berita Terkait

Bangsaonline Video