Evaluasi Jokowi Jelang Lengser: Judi Online, Pornografi, Narkoba, Demokrasi, dan Hukum
Editor: MMA
Sabtu, 25 Mei 2024 13:07 WIB
JAKARTA, BANGSAONLINE.com – Presiden Joko Widodo (Jokowi) bakal lengser pada Minggu, 20 Oktober 2024. Berarti tinggal 5 bulan lagi. KH Ma’ruf Amin, Wakil Presiden, yang selama ini disebut-sebut sekadar ban serep alias tak punya peran juga bakal lengser.
Kekuasaan Jokowi memang tinggal 5 bulan lagi. Bagi pendukung dan pemujanya, 5 bulan itu adalah waktu yang sangat pendek. Tapi bagi para pengeritiknya, terutama para intelektual, guru besar, mahasiswa, aktivis, LSM, seniman, bahkan juga pengusaha, 5 bulan itu seperti 5 tahun. Lama sekali.
BACA JUGA:
Presiden Jokowi Jadi Saksi Pernikahan Yusuf dan Jihan, Khofifah: Sebuah Kehormatan yang Luar Biasa
Napi Polres Tanjung Perak yang Main Judol di Rutan Diganjar Hukuman 1,5 Tahun Penjara
Dampingi Presiden Cek Harga di Pasar, Pj. Gubernur Jatim Pastikan Harga Bapok Terkendali
Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Cara Hakim Ambil Keputusan Bijak, Berkaca Saja pada Nabi Daud dan Sulaiman
Padahal penggantinya juga belum tentu baik juga. Tapi itulah yang terjadi pada sebagian masyarakat yang mengalami kesumpekan sosial dan politik.
Tentu banyak jejak Jokowi. Baik positif maupun negatif. Apalagi ia menjabat presiden dua periode.
Yang sudah pasti adalah pembangunan infrastruktur. Jalan tol. Bahkan juga IKN. Ibu Kota Negara. Proyek mercusuar. Yang terus mengundang kontroversi. Sampai sekarang. Terutama tentang pembiayaan dan manafaatnya bagi rakyat. Bukan segelintir orang.
Di bidang hukum, pemerintahan Jokowi babak belur. Jokowi bukan hanya disebut gagal menegakkan hukum, tapi juga dianggap tak punya kepedulian terhadap hukum.
Para pakar dan praktisi hukum bahkan menyebut pemerintahan Jokowi justru memanfaatkan hukum untuk kepentingan politik. Lebih celaka lagi, banyak UU diubah untuk kepentingan politik sesaat.
Ini pasti menjadi peninggalan sejarah Jokowi sangat buruk. Terlepas Jokowi terlibat atau tidak.
Apalagi, secara telanjang kita bisa menyaksikan bagaimana kasus revisi UU MK, penyiaran, cipta karya, KPK, dan seterusnya. Intinya, semua institusi atau lembaga itu dilemahkan untuk kepentingan politik. Itu semua terjadi pada pemerintahan Jokowi.
Sekali lagi, terlepas terlibat atau tidak. Tapi masalahnya, revisi UU niscaya selalu melibatkan pemerintah dan DPR.
Konsekuensinya, tren penyalahgunaan wewenang seolah-olah dianggap lumrah. Salah satu contoh aktual yan sampai sekarang menjadi perbincangan publik adalah penyalahgunaan bantuan sosial, ketidaknetralan ASN dan aparat dalam pemilu. Moral dan etika yang seharusnya menjadi pondasi utama dalam bernegara pun runtuh.
Konsekuensi selanjutnya, okbum-oknum pejabat hukum pun tak punya rasa malu, meski melanggar etika dan moral. Salah satu contoh buruk yang akan terus menjadi monomen negatif bangsa Indonesia adalah lolosnya putra Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, sebagai calon wakil presiden lewat “rekayasa politik hukum” Mahkamah Konstitusi (MK).
Gibran disebut-sebut lolos di MK karena “pertolongan” pamannya, Anwar Usman, yang saat itu menjabat ketua MK. Tak aneh, jika Majalah Tempo kemudian menyebut Gibran sebagai “anak haram konstitusi”. Apalagi dalam kasus tersebut, Anwar Usman kemudian dipecat dari posisinya sebagai ketua MK karena dianggap melanggar etik.
Pemecatan Anwar Usman itu jelas menjadi indikator utama bagaimana praktik hukum telah melanggar etika. Yang seharusnya dijunjung tinggi oleh aparat hukum seperti Anwar Usman.
Apalagi, dalam pelolosan Gibran itu bukan hanya Anwar Usman yang mendapat sanksi karena melanggar etika. Ketua KPU Hasyim Asy'ari juga divonis melanggar etika oleh Dewan Kehormatan KPU.
Dalam bidang demokrasi juga parah. Hampir semua para aktivis dan pakar politik menyebut demokrasi di era Jokowi mencapai titik nadir. Sekarat.
Bahkan para guru besar dan aktivis mahasiswa Universitas Gajah Mada (UGM), almamater Jokowi, merasa malu terhadap sepak terjang politik Jokowi dalam mengelola pemerintahan. Sedemikian malunya sampai BEM UGM memasang baliho besar di kampusnya dengan menyebut Jokowi sebagai alumni paling memalukan.
Sisi negatif lain dalam 5 tahun terakhir ini adalah maraknya judi online. Menurut Majalah Tempo, omset judi online terus naik. Bahkan naik tiga kali lipat dalam setahun. Pada tahun 2022 omset judi online 104,4 teriliun. Pada tahun 2023 omset judi online melonjak drastis. Mencapai Rp 327 triliun.
Simak berita selengkapnya ...