Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Cara Hakim Ambil Keputusan Bijak, Berkaca Saja pada Nabi Daud dan Sulaiman | BANGSAONLINE.com - Berita Terkini - Cepat, Lugas dan Akurat

Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Cara Hakim Ambil Keputusan Bijak, Berkaca Saja pada Nabi Daud dan Sulaiman

Editor: Redaksi
Senin, 16 September 2024 23:08 WIB

Dr. KH. Ahmad Musta'in Syafi'ie.

Oleh: Dr. KH. Ahmad Musta'in Syafi'ie

Rubrik ini diasuh oleh pakar tafsir Dr. KH. A. Musta'in Syafi'i, Mudir Madrasatul Qur'an Pesantren Tebuireng Jombang, Jawa Timur. Kiai Musta'in selain dikenal sebagai mufassir mumpuni juga Ulama Hafidz (hafal al-Quran 30 juz). Kiai yang selalu berpenampilan santai ini juga Ketua Dewan Masyayikh Pesantren Tebuireng.

Tafsir ini ditulis secara khusus untuk pembaca HARIAN BANGSA, surat kabar yang berkantor pusat di Jl Cipta Menanggal I nomor 35 Surabaya. Tafsir ini terbit tiap hari, kecuali Ahad. Kali ini Kiai Musta’in menafsiri Surat Al-Anbiya': 41-43. Selamat mengaji serial tafsir yang banyak diminati pembaca.

78. Wadaawuuda wasulaymaana idz yahkumaani fii alhartsi idz nafasyat fiihi ghanamu alqawmi wakunnaa lihukmihim syaahidiina

(Ingatlah) Daud dan Sulaiman ketika mereka memberikan keputusan mengenai ladang yang dirusak pada malam hari oleh kambing-kambing milik kaumnya. Kami menyaksikan keputusan (yang diberikan) oleh mereka itu.

79. Fafahhamnaahaa sulaymaana wakullan aataynaa hukman wa’ilman wasakhkharnaa ma’a daawuuda aljibaala yusabbihna waalththhayra wakunnaa faa’iliina

Lalu, Kami memberi pemahaman kepada Sulaiman (tentang keputusan yang lebih tepat). Kepada masing-masing (Daud dan Sulaiman) Kami memberi hikmah dan ilmu. Kami menundukkan gunung-gunung dan burung-burung untuk bertasbih bersama Daud. Kamilah yang melakukannya.


TAFSIR AKTUAL:

Ayat kaji ini sarat masalah syariah, utamanya bidang ijtihad. Terma "wa Dawud wa Sulaiman idz yahkuman" mengandung makna, bahwa keduanya, baik Dawud maupun Sulaiman, adalah sama-sama menjabat sebagai hakim.

Itu namanya teori pemahaman secara ifrad, sendiri-sendiri sesuai obyeknya. Tapi bisa juga secara taghlib, gebyah uyah, jadi satu. Artinya, hanya Dawud saja yang sebagai hakim resmi, hakim utama, sementara Sulaiman sebatas membantu.

Baik teori ifrad maupun taghlib sama-sama sah menghukumi dan memutus perkara. Bedanya, jika ifrad, maka masing-masing berhak memutuskan dan berkekuatan sama. Jika beda, maka dicarikan jalan kompromi.

Bila jumlahnya banyak, kayak hakim MK, maka diambil suara terbanyak atau islah. Sedangkan teori taghlib, maka keputusan mutlak di tangan orang pertama. Orang kedua hanya sebagai pertimbangan.

Apapun yang terjadi pada diri Dawud dan Sulaiman, yang jelas Sulaiman berpendapat terakhir dan dipuji oleh Tuhan sebagai punya kecerdasan lebih. Lalu keputusan diambil berdasar ide Sulaiman.

Artinya, hakim itu boleh dan bahkan wajib mengubah keputusan lama yang telah dijatuhkan, jika ada fakta baru yang jelas lebih maslahah dan lebih meyakinkan.

Ayat ini memberi pelajaran bagi hakim, hendaklah berijtihad dulu sekuat tenaga, baru memutuskan perkara. Karena keputusan hukum tersebut berdasar ijtihad, maka sudah dianggap sebagai benar secara lahiriah. Perkara hakikat dan sejatinya, itu mutlak penilaian Tuhan. Kita hanya bergerak di lahiriahnya saja.

Seorang hakim yang berijtihad, jika hasilnya benar, maka mendapat dua pahala. Satu pahala berijtihad dan satunya pahala kebenaran hasil tersebut. Tapi bila hasil ijtihadnya salah, maka hanya mendapatkan satu pahala saja, yakni pahala usaha.

Ini khusus ijtihad para ahli setelah memenuhi persyaratan, bukan pendapat ngawur-ngawuran. Perhatikan, betapa brilian ijtihad nabi Sulaiman muda pada ayat kaji ini.

Simak berita selengkapnya ...

1 2

 

Berita Terkait

Bangsaonline Video