Saya Dilamar Laki-Laki yang Statusnya Pernah Adik, Keluarga Melarang, Bagaimana Kiai? | BANGSAONLINE.com - Berita Terkini - Cepat, Lugas dan Akurat

Saya Dilamar Laki-Laki yang Statusnya Pernah Adik, Keluarga Melarang, Bagaimana Kiai?

Editor: Nur Syaifudin
Wartawan: .
Sabtu, 27 Juli 2024 11:36 WIB

Prof. Dr. KH. Imam Ghazali Said

>>>>>> Rubrik ini menjawab pertanyaan soal Islam dalam kehidupan sehari-hari dengan pembimbing Prof. Dr. KH. Imam Ghazali Said. SMS ke 081357919060, atau email ke bangsa2000@yahoo.com. Jangan lupa sertakan nama dan alamat. <<<<<<

Pertanyaan:

Assallaamuallaikum Wr.Wb.

Pak Kiai, saya sedang dilanda kebingungan untuk mengambil keputusan, tolong dibantu untuk meyakinkan diri ini.

Sebelumnya perkenalkan diri, saya Sarrah dari Kuningan Jawa Barat. Persoalan yang saya hadapi ialah, saya dilamar oleh seseorang yang masih kerabat sendiri. Status kekerabatan saya, laki-laki yang juga kekasih saya itu adalah cucu dari adik kandung nenek saya.

Banyak yang bilang dan melarang saya untuk menikah dengan dia, karena dalam silsilah keluarga, saya ada posisi sebagai kakak, sang calon statusnya jika diurut sebagai adik. Jika posisi itu dipaksakan maka rumah tangga tidak akan pernah bahagia dalam rumah tangganya.

Apa benar hukumnya haram jika kami menikah? Tolong diberi jawaban yang berdasarkan hukum Islam.

Terima kasih banyak sebelumnya.

Sarrah, Kuningan.

Jawaban:

Waalaikumussalam wr.wb.

Mbak Sarrah yang sedang galau, secara garis besar, pertanyaan Anda itu sering muncul, dan saya sudah menjawabnya berulang-ulang. Bisa dibrowsing di BANGSAONLINE.com dalam kolom TANYA JAWAB ISLAM.

Saya ulangi Kembali, yang boleh dinikahi (ajnabi) dan yang tidak boleh (mahram) itu sudah teorinya oleh para ulama.

Secara garis besar, laki-laki versus perempuan tidak boleh dikawini/dipasangkan itu, pertama lurus ke atas bawah seperti ayah/ibu, kakek/nenek, dan seterusnya lurus ke atas, atau sebaliknya lurus ke bawah, anak, cucu dan seterusnya garis lurus ke bawah.

Kedua, satu garis ke samping seperti saudara/saudari.

Ketiga, satu garis menyilang ke bawah dan ke atas seperti keponakan, dan paman/bibi baik itu saudaranya ayah maupun saudaranya ibu.

Hubungan kekerabatan di luar garis mahram di atas itu boleh menjalin hubungan mesra sampai ke jenjang perkawinan. Berkait dengan masalah Anda, status Anda dan calon yang masih "kerabat jauh" tersebut bukan mahram.

Jadi boleh, sekali lagi boleh menjalin asmara sampai ke jenjang perkawinan.

Untuk jelasnya baca Al-Qur'an Surat an-Nisa: 23 yang berarti:

Diharamkan atas kamu (menikahi) ibu-ibumu, anak-anak perempuanmu, saudara-saudara perempuanmu, saudara-saudara perempuan ayahmu, saudara-saudara perempuan ibumu, anak-anak perempuan dari saudara laki-lakimu, anak-anak perempuan dari saudara perempuanmu, ibu yang menyusuimu, saudara-saudara perempuanmu sesusuan, ibu istri-istrimu (mertua), anak-anak perempuan dari istrimu (anak tiri) yang dalam pemeliharaanmu dari istri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum bercampur dengan istrimu itu (dan sudah kamu ceraikan), tidak berdosa bagimu (menikahinya), (dan diharamkan bagimu) istri-istri anak kandungmu (menantu), dan (diharamkan pula) mengumpulkan (dalam pernikahan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali (kejadian pada masa) yang telah lampau. Sesungguhnya Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Kemudian dipertegas lagi dalam an-Nisa: 24 yang berarti:

Dan (diharamkan juga kamu menikahi) perempuan yang bersuami, kecuali hamba sahaya perempuan (tawanan perang) yang kamu miliki sebagai ketetapan Allah atas kamu. Dan dihalalkan bagimu selain (perempuan-perempuan) yang demikian itu jika kamu berusaha dengan hartamu untuk menikahinya bukan untuk berzina. Maka karena kenikmatan yang telah kamu dapatkan dari mereka, berikanlah maskawinnya kepada mereka sebagai suatu kewajiban. Tetapi tidak mengapa jika ternyata di antara kamu telah saling merelakannya, setelah ditetapkan. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Mahabijaksana.

Dalam Fikih (hukum Islam), tak mengenal istilah "pernah adik atau kakak". Jika ada pandangan yang melarang karena alasan di atas, maka itu hanyalah tradisi yang seharusnya tidak boleh "mengalahkan ketentuan hukum Islam" .

Demikian jawaban dari saya. Semoga bisa mencerahkan. Terima kasih.

 

Berita Terkait

Bangsaonline Video