Benarkah Minuman Manis Lebih Berbahaya Tingkatkan Risiko Diabetes daripada Nasi? Ini Penjelasannya | BANGSAONLINE.com - Berita Terkini - Cepat, Lugas dan Akurat

Benarkah Minuman Manis Lebih Berbahaya Tingkatkan Risiko Diabetes daripada Nasi? Ini Penjelasannya

Editor: Annisa'a Ambarnis
Jumat, 30 Agustus 2024 13:30 WIB

Benarkah Minuman Manis Lebih Berbahaya Tingkatkan Risiko Diabetes daripada Nasi? Ini Penjelasannya. Foto: Ist

SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Minuman manis dapat menjadi pemicu penyakit (diabetes melitus) dan obesitas. Minuman manis juga terbukti tidak memberi nilai gizi.

"Minuman manis seperti soda atau teh kemasan mengandung gula tambahan dalam jumlah besar yang langsung meningkatkan kadar gula darah tanpa memberikan manfaat gizi," ujar Ketua Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia () Indah Sukmaningsih.

Indah menjelaskan bahwa penelitian membuktikan minuman manis dan nasi putih memiliki potensi meningkatkan risiko diabetes, meski tingkatannya berbeda.

Rutin mengonsumsi minuman manis dikaitkan kuat dengan peningkatan risiko obesitas dan diabetes melitus.

Sebaliknya, nasi putih meskipun memiliki indeks glikemik tinggi tapi tidak mengandung gula tambahan dan masih memberikan karbohidrat sebagai sumber energi terutama jika dikonsumsi dalam porsi wajar.

"Namun untuk menjaga kesehatan pilihan yang lebih aman adalah mengurangi konsumsi keduanya, mengganti minuman manis dengan air putih atau teh tanpa gula serta mengganti nasi putih dengan karbohidrat yang lebih sehat seperti nasi merah atau quinoa," jelasnya.

Indah berpendapat, menyehatkan masyarakat Indonesia memerlukan kemampuan menyeluruh yang mencakup kebijakan fiskal seperti cukai, regulasi yang ketat dan kampanye edukasi yang masif.

Cukai minuman berpemanis dalam kemasan () tetap menjadi solusi efektif untuk mengubah perilaku konsumsi gula di masyarakat.

"Cukai adalah bagian integral dari upaya tersebut yang diharapkan dapat membantu masyarakat Indonesia mengurangi konsumsi gula berlebih dan mencegah peningkatan prevalensi PTM (penyakit tidak menular) di masa depan," jelas Indah.

Usulan Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (Gapmmi) yang menyarankan pengendalian gula, garam dan lemak (GGL) sebagai alternatif pengenaan cukai , ditanggapi sebagai upaya jangka panjang.

Namun tetap disertai kebijakan fiskal yang tegas untuk menghasilkan perubahan perilaku konsumsi yang dibutuhkan.

"Argumen bahwa kontribusi minuman berpemanis terhadap total konsumsi gula nasional hanya 4 persen tidak mengurangi urgensi pengendalian produk. Sebaliknya pengenaan cukai akan secara langsung mendorong produsen menyesuaikan kadar gula dalam produknya," ujar Indah.

(ans)

 

Berita Terkait

Bangsaonline Video