​ Tradisi Ilmiah di Bulan Suci | BANGSAONLINE.com - Berita Terkini - Cepat, Lugas dan Akurat

​ Tradisi Ilmiah di Bulan Suci

Editor: rosihan c anwar
Senin, 14 Juli 2014 14:19 WIB

Selain itu, masyarakat kita ternyata juga memendam kerinduan adanya kajian Islam otentik. Artinya Islam yang bersumber dari dalilnya yang asli, tidak bersumber dari adat istiadat secara langsung, ceramah para guru, bacaan dari buku-buku terjemahan yang kadang kala belum tentu sesuai dengan maksud pengarangnya. Akhirnya Islam yang dipraktekkan terdistorsi oleh para pemuka adat, bercampur dengan kepentingan politik kekuasaan, tendensi ekonomi dan hajat-hajat duniawi lainnya. Akibatnya praktek keberagamaan Islam di masyarakat kadang menimbulkan kegersangan hati nurani, tidak memberikan pencerahan dan ketenangan hati (tuma’ninah). Juga bisa memunculkan sikap cinta duniawi yang berlebihan, akhirnya seorang muslim kelihatannya rajin sholat, zakat dan haji. Atau sudah sempurna menjalankan rukun Islam, tetapi kenyataannya di masyarakat kita juga bermunculan kegalauan hati yang dimiliki oleh para muslim.

Fenomena majlis tafsir Jalalaynseperti di Pondok pesantren al-Kamal Blitar yang diikuti oleh masyarakat secara umum itu, dapat mengobati kerinduan masyarakat akan Islam yang mencerahkan, Islam yang memberikan pemahaman tentang Islam yang sinergis, antara ajaran Islam inti (core) yang berwujud ubudiyah rukun Islam yang lima, rukun iman dan ajaran-ajaran pokok lainnya, dengan dinamika masyarakat yang semakin canggih dalam tantangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Mereka merasa mendapatkan pengetahuan yang tidak ternilai harganya tentang Islam solutif terhadap problematika kehidupannya. Ini terbukti semakin lama para peserta majlis pengajian tafsir al-Qur’an ini semakin banyak, juga permintaan untuk melaksanakan pengajian di rumah-rumah mereka juga semakin antri, karena pelaksanaan pengajian hanya seminggu sekali.

Adanya majlis tafsir Jalalayni itu, dapat menciptakan suasana yang harmonis di antara anggota masyarakat muslim kita. Karena para peserta pengajian berasal dari berbagai latar belakang ekonomi, pendidikan, politik, aliran, status keluarga yang berbeda-beda. Akhirnya dengan frekwensi pertemuan mereka yang semakin sering, juga menghasilkan sikap dan sifat kekeluargaan antara peserta pengajian. Ini terbukti walaupun mereka bukan keluarga dekat, bukan tetangga, tetapi perasaan hidup bersama, senasib, seperjuangan itu muncul dengan sendirinya, tanpa harus melalui ikatan primordialisme yang kerapkali ada sebagai penghambat menciptakan ukhuwah Islamiyah. Misalnya seandainya ada temannya tidak hadir karena sakit, teman-teman yang lain menjenguknya, kalau ada yang meninggal dunia pasti akan takziah dan dibacakan doa bersama. Semua sikap itu merupakan hasil dari strategi pembelajaran majlis yang kolaboratif dan kekeluargaan selama mengikuti pengajian tafsir.

Pengajian tafsir Jalalayn oleh Pondok pesantren al-Kamal Blitar sebagai bentuk partisipasi public untuk mencerdaskan umat secara keseluruhan. Masyarakat tidak susah payah mendapatkan ilmu dengan masuk madrasah, pesantren, sekolahan atau institusi pendidikan yang lain. Pemerintah sebagai institusi yang berwenang sesuai amanat Undang-Undang Dasar (UUD) juga ikut terbantu dalam mendidik warganya dengan adanya kegiatan itu. Hanya saja karena pengajian tafsir itu diadakan oleh lembaga public, oleh masyarakat secara umum, tentunya praktek-praktek pembelajaran yang terukur, terencana, serta dievaluasi dengan baik tidak terwujud. Karena pelaksanaan kegiatan berjalan apa adanya, tanpa ada akuntabilitas, tidak seperti lembaga pendidikan pada umumnya.

Untuk itu perbaikan-perbaikan, di semua sisi dari semua majlis ta’lim yang ada di Indonesia perlu dilakukan. Supaya masyarakat peserta pengajian, pengasuh pesantren sebagai pelaku, mendapatkan hikmah yang mendalam dengan kegiatan itu, baik sebagai wahana pemberdayaan umat, lembaga dakwah, atau hikmah yang lain, hanya Allah Swt yang mengetahuinnya.

Majlis ta’lim yang tumbuh subur di daerah kita merupakan upaya Pemberdayaan civil society.Artinya peran serta masyarakat umum dalam membina, mencerahkan dan melakukan pendidikan tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah yang berkuasa saja. Pemberdayaan masyarakat dapat dilakukan oleh tokoh-tokoh masyarakat, oraganisasi keagamaan, lembaga swadaya masyarakat, atau elemen masyarakat yang lainyang mempunyai kemampuan dalam kegiatan-kegiatan kemaslahatan umat. Dengan begitu terwujudnya suatu negara atau bangsa yang gemah ripah loh jinawi dalam naungan pengampunan dan hidayah ilahi (baldatun tayyibatun wa rabbun ghafur) akan semakin cepat mencapai kenyataan.

Akhirnya banyak hikmah yang dapat diambil dari fenomena menjamurnya majlis ta’lim di daerah-daerah kita, mulai dari tumbuhnya kesadaran umat Islam untuk memahami ajaran Inti Islam, perubahan perilakuk dan sikap oleh umat untuk mendapatkan ajaran islam yang relevan dengan kondisi sosial budaya mereka. Juga majlis talim sebagai upaya pendidikan, pencerahan dan pemberdayaan umat, supaya mereka lebih mempunyai power atau kemampuan dalam menyikapi problematika kehidupannya masing-masing, seiring dengan tantangan kehidupan yang semakin komplek dan berat. Wa Allahu a’lam bial-shawab. 

 

 Tag:   tradisi

Berita Terkait

Bangsaonline Video