Dialog Tuhan Satu dan Tuhan Banyak, Tafsir Al-Quran Aktual HARIAN BANGSA

Dialog Tuhan Satu dan Tuhan Banyak, Tafsir Al-Quran Aktual HARIAN BANGSA Dr. KH Ahmad Musta'in Syafi'ie.

Oleh: Dr. KH. Ahmad Musta'in Syafi'ie

Rubrik Aktual ini diasuh oleh pakar tafsir Dr. KH. A. Musta'in Syafi'i, Mudir Madrasatul Qur'an Pesantren Tebuireng Jombang, Jawa Timur. Kiai Musta'in selain dikenal sebagai mufassir mumpuni juga Ulama Hafidz (hafal al-Quran 30 juz). Kiai yang selalu berpenampilan santai ini juga Ketua Dewan Masyayikh Pesantren Tebuireng.

Tafsir ini ditulis secara khusus untuk pembaca HARIAN BANGSA, surat kabar yang berkantor pusat di Jl Cipta Menanggal I nomor 35 Surabaya. Tafsir ini terbit tiap hari, kecuali Ahad. Kali ini Kiai Musta’in menafsiri Surat Al-Abiya: 36-38. Selamat mengaji serial tafsir yang banyak diminati pembaca ini:

TERGESA-GESA, SIFAT ALAMI MANUSIA

AL-ANBIYA: 36-38

TAFSIR

Pada ayat sebelumnya Tuhan bertutur soal kematian seluruh makhluk ciptaan. Dan itu mutlak. Kemudian, di akhirat nanti mereka mesti mempertanggungjawabkan apa yang telah mereka perbuat selama hidup di dunia. Seperti di pengadilan, kita nanti ditanya satu per satu, detail sekali.

Namanya diadili, yang benar masuk surga dan yang salah harus masuk neraka. Kemudian, pada ayat ini digambarkan betapa orang-orang kafir sangat sinis dan mencibir Rasulullah SAW sebagai orang rendahan yang merendahkan Tuhan-Tuhan sesembahan mereka. 

Sementara mereka sendiri tidak merasa merendahkan Tuhan Allah, Dzat yang Maha Rahman, yang menurunkan al-Qur’an.

Paparan ini sengaja diunggah agar mereka yang berakal sehat menilai sendiri, sesungguhnya siapa yang rendahan dalam persoalan ketuhanan ini: mereka yang menyembah patung buatan mereka sendiri, benda bisu yang tak bisa apa-apa.

Atau RasulullahSAW dan para sahabat yang menyembah Allah SWT, Tuhan Pencipta alam semesta?

Memang masalah keimanan adalah masalah pilihan, masalah pribadi, dan masalah kecenderungan. Meskipun demikian, keimanan juga masalah hidayah, petunjuk Tuhan sesuai otoritas-Nya. Justru ini lebih mutlak dan dominan. Maka dituntut berusaha mengunduh hidayah tersebut. Ini wajib dan ini yang paling berpeluang mendapatkannya.

Bagi mereka yang diberi hidayah, tentu ada saja cara mendapatkannya. Sedangkan bagi yang tidak, meskipun ada di depan mata, nyata dan tidak terbantah, justru malah berpaling, menjauh dan memusuhi. Hidayah tidak kunjung bukan karena tidak diberikan, tetapi lebih karena penolakan dari yang bersangkutan.

Dialog Tuhan satu dan Tuhan lebih dari satu itu seru sekali, terjadi antara Rasulullah SAW dan orang-orang musyrik jahiliah yang mempunyai Tuhan lebih dari satu. Setidaknya ada tiga Tuhan favorit, yakni: al-Lat, Manah, dan al-‘Uzza di samping ada patung Hubal yang serem.

Ketika Rasulullah menawarkan Tuhan Satu, Allah SWT dzat yang maha Esa, poro kafir itu terheran-heran dan berteriak, “... inn hadza lasyai’ ‘ujab” (shad:5).

Bagaimana bisa wahai Muhammad, kebutuhan kita itu banyak, butuh uang, butuh pangan, butuh sandang, istri, anak, bayar ini, itu dan sebagianya. Mana bisa hanya diurus oleh satu Tuhan?

Dengan tenangnya, Rasulullah SAW mengajak bermain logika: "Tanyakan kepada pelayan atau budak yang kalian miliki. Enak mana mempunyai satu sayid, menjadi budak dari seorang majikan atau menjadi budaknya banyak majikan?"

Mendengar paparan tersebut, mereka hanya terdiam, meski nampak mendongkol. Ya iya lah, kalau majikannya banyak, maka bisa dibayangkan pasti banyak perintahnya, banyak yang harus dilayani. Yang satu minta itu, yang lain minta ini dan seterusnya. Tidak hanya bingung, bisa nyonyor juga. (bersambung)

Lihat juga video 'Pandemi, Ketua TP PKK Kabupaten Mojokerto Ajak Anggotanya Peduli Sesama':


Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO