Rombongan Turis Amerika Kerasan di Desa Wisata Kemiren Banyuwangi

Rombongan Turis Amerika Kerasan di Desa Wisata Kemiren Banyuwangi Para turis Amerika ini menkmati makan cara tradisional - tanpa sendok, di desa Kemiren Banyuwangi.

BANYUWANGI, BANGSAONLINE.com – Masyarakat Banyuwangi kedatangan wisatawan dari negeri Paman Sam. Rombongan turis Amerika ini berkunjung ke beberapa destinasi wisata dan budaya selama di Banyuwangi. Antara lain Museum Blambangan, Klenteng Hoo Tong Bio, berkunjung ke Desa Adat Kemiren, dan melepas tukik di Pantai Boom.

Tahun ini, anggota The Friendship Force Columbia- Cascade yang terdiri dari 300 club memilih Indonesia di top three choices. Alasannya karena Indonesia kaya budaya, penduduknya ramah dan dinilai highly educated (berpendidikan tinggi).

Baca Juga: Launching Majapahit's Warrior Underwater, Pj Gubernur Jatim Sampai Ikut Nyelam Letakkan Patung

Selain itu juga karena presiden mereka, Obama punya ikatan sejarah dengan Indonesia. Ada 4 kota yang dipilih yakni Solo, Surabaya, Banyuwangi dan Bali. Mereka berada di Indonesia selama 3 minggu, mulai dari 26 Agustus hingga 6 September mendatang

Para bule yang tergabung dalam kelompok The Friendship Force of Columbia Cascade, USA itu meng-eksplore Budaya Banyuwangi di Desa Adat Kemiren, selama dua hari (29-30 Agustus 2016).

The Friendship Force adalah suatu komunitas yang tujuannya menciptakan perdamaian dan kesepahaman antara orang-orang dengan budaya yang berbeda.

Baca Juga: Ditpolairud Polda Jatim Amankan Dua Pelaku Jual Beli Benih Lobster Ilegal di Banyuwangi

Caranya adalah merasakan tinggal dan hidup dengan mereka selama beberapa waktu untuk tahu lebih dalam tentang masyarakat tersebut. Komunitas ini digagas oleh Presiden Amerika ke -39, Jimmy Carter pada tahun 1977 dan masih exist hingga sekarang.

Saat mengunjungi Desa Kemiren, para turis tampak begitu menikmati beragam kekhasan desa tersebut. Salah satunya Pamela Brown. Wanita berusia 50 tahun tersebut antusias mengungkapkan kegembiraannya. “Ini pengalaman yang luar biasa. Masih tradisional sekali, tapi kaya makna. I love their local wisdom,”ujar Brown.

Kedatangan Brown dan rekan-rekannya disambut arak-arakan Barong Kemiren. Mereka kemudian diajak menyusuri pematang sawah dengan dengan ditemani pelestari budaya Osing asal Desa Kemiren, Sucipto.

Baca Juga: Tim BPBD Lumajang Juara Umum dalam Semarak Gelar Peralatan se-Jatim, Ini Lima Arahan BNPB

Meski sampai terjatuh-jatuh di tanah persawahan yang berair, tapi wajah mereka tidak menampakkan rasa capek. “It’s amazing. Lots of fun,” tawa Brown sambil tak henti mengambil gambar lewat kameranya.Diajak berkeliling sawah, Brown yang juga datang bersama suaminya, Wayne Potter, merasa sangat senang.

“Saya jadi mengenal sawah lebih dekat. Ini menyenangkan, memberi inspirasi dan pengetahuan baru bagi saya pribadi,” tutur novelisyang sedang menyelesaikan project novelnya tentang seorang gadis China dan keluarganya, lengkap dengan latar belakang mereka sebagai petani.

Selain itu mereka juga diajak menikmati kudapan khas Desa Kemiren di tengah kebun dan rindangnya pepohonan. Makanan khas Osing seperti kue klemben, tape ketan yang dibungkus daun kemiri dan lepet mereka santap habis. Untuk minumannya pun mereka diajari menenggak langsung dari kendi. Karena sebagian besar tak terbiasa minum dari kendi, pakaian mereka sampai basah tersiram air.

Baca Juga: Rumah di Banyuwangi Rusak Usai Diterjang Hujan Deras dan Tertimpa Pohon

Tak hanya itu, mereka juga menikmati makan siang berupa pecel pitik, lalapan dan sambal. Makan siang itu dikemas lewat acara tradisi selamatan desa yang diberi nama tumpeng srakad (tumpeng yang berisi sayur mayur rebus). Sebelum selamatan dimulai, peserta dipakaikan kain panjang atau jarit bagi yang wanita, dan udeng bagi yang laki-laki.

Melalui ritul selamatan itu, para bule diajak langsung memaknai filosofi tumpeng srakad yang bermakna hilangkan tingkah laku yang jelek. Sesudah itu mereka menikmati makan bersama tanpa sendok, tapi menggunakan tangan mereka, lauknya pecel pithik.

Rasa pecel pithik yang sedikit pedas, tak memupus keinginan mereka untuk berhenti makan. “It’s really spicy, but tasty. I like the chicken flesh,” cetus salah seorang peserta.

Baca Juga: Diduga Mabuk Sopir Truk Fuso Tabrak Pagar Masjid Ikon di Banyuwangi, 3 Motor Rusak Parah

Setelah makan siang, hiburan khas masyarakat Kemiren seperti angklung paglak ditampilkan, menyusul tari gandrung yang menjadi welcome dance bagi setiap tamu yang datang ke Banyuwangi.

Para turis itu juga ikut menari gandrung bersama saat selendang dikalungkan penari gandrung ke leher mereka. Yang menarik, walau pun dengan gaya yang sedikit kaku dan mengundang tawa masyarakat sekitar yang ikut menyaksikan, mereka tampak bersemangat mengikuti gerak tari penari gandrung aslinya.

Merasa puas menari, mereka kemudian diajak membuat makanan khas rakyat berupa pisang goreng dan kue cucur. Satu per satu mereka mencoba membuatnya. Setiap ada yang matang, langsung dicicipi. “Saya suka pisang goreng. Tempo hari pernah mencoba di Solo, rasanya manis. Pisang goreng disini juga tidak kalah enak,” kata mereka.

Baca Juga: Dua PMI asal Banyuwangi Alami Gangguan Jiwa Setelah Dipulangkan dari Malaysia

Setelah praktik membuat bikin kue cucur dan pisang gorang, para turis diajak merasakan sensasi menyangrai kopi secara tradisional. Meski sampai berkeringat terkena hawa panas dari tungku, mereka tetap antusias. “Kapan lagi bisa begini,” kata mereka ketawa renyah. (bw1/dur)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Lihat juga video 'Cuaca Kurang Bersahabat, Pelabuhan Ketapang-Gilimanuk Ditutup':


Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO