​Kayangan Api, Wisata Mistis untuk Napak Tilas Empu Supo di Bojonegoro

​Kayangan Api, Wisata Mistis untuk Napak Tilas Empu Supo di Bojonegoro Gapura masuk wisata Kayangan Api. foto: Dhian Bintariana/ BANGSAONLINE

BOJONEGORO, BANGSAONLINE.com - Kayangan api salah satu ikon kota Bojonegoro berupa api yang tak pernah padam. Juli (60) adalah juru kunci Kayangan Api.

Menurut Juli, Kayangan Api merupakan salah satu wisata di kota Bojonegoro dengan keunikan api yang pernah padam terletak di Desa Sendangharjo Kecamatan Ngasem Kab Bojonegoro. Perjalanan yang ditempuh untuk menuju Kayangan Api sekitar 15 km dari pusat kota.

Baca Juga: 7 Wisata Buatan Bojonegoro Terbaik dan Paling Favorit

Kawasan wisata ini terletak di hutan lindung. Meskipun tertelatak di hutan, Pemerintah menyediakan akses jalan yang mudah dilalui, sehingga pengunjung tidak perlu khawatir.

Pada awalnya Kayangan Api bernama Kayangan Geni. Sejarahnya yaitu Empu Kriyo Kusumo pertama kali datang di kampung sebagai pandai besi bernama Kriyo Kusumo. Kriyo Kusumo adalah nama samaran dari Empu Supo yang merupakan Empu dari kerajaan Majapahit.

“Pada saat itu Kerajaan Majapahit mengutus Sunan Ampel untuk mencari Empu Supo. Akhirnya Sunan Ampel mengumpulkan para Pandhe yang ada di desa Butoh Ngasem. Pada saat itu Empu Kriyo Kusumo tidak datang dalam pertemuan. Setelah itu Sunan ampel berkata “Berarti Empu Supo iku ngayang atau selalu sendiri,” tutur Juli (60) selaku juru kunci di Kayangan Api pada Sabtu (17/03).

Baca Juga: 9 Tempat Wisata di Bojonegoro yang Kekinian dan Populer

Setelah itu akhirnya Empu Kriyo Kusumo meninggalkan pesan bahwa tidak akan ada pande atau empu di desa Sendangharjo. Oleh sebab mengapa sampai sekarang di desa Sendangharjo Kecamatan Ngasem tidak ada penduduknya yang bekerja sebagai Empu atau Pandhe.

Setelah meninggalkan pesan tersebut, Kriyo Kusumo pergi meninggalkan kampung dan pindah ke tengah hutan. Saat pindah tepat pada jam 1 malam pada hari Jumat Pahing. Saat pindah Empu Kriyo Kusumo membawa api yang ia gunakan untuk membawa pusaka untuk ikut bersamanya. Titik api tersebut diletakkan di tengah hutan dan yang sekarang menjadi Kayangan Api.

Sampai sekarang api tersebut tidak pernah padam. Sekarang terdapat batu bata mengelilingi kobaran api untuk melindungi pengunjung agar tidak masuk dalam arena api. Selain itu terdapat tumpukan batu di dalam api seperti pertama kali Kayangan Api ditemukan. Selain itu disamping bara api terdapat 4 candi.

Baca Juga: Pastikan Penerapan Prokes Covid-19, Kapolres Bojonegoro Cek Sejumlah Lokasi Wisata

Di sebelah timur api terdapat tempat duduk Empu Kriyo Kusumo yang sampai sekarang masih terjaga keasliannya. Saat pindah dari desa menuju hutan, Empu Kriyo Kusumo memutuskan untuk melanjutkan membuat pusaka. Tempat duduk yang ia gunakan untuk membuat pusakan berada tepat dibawah pohon di samping sumber api, dengan beberapa batu bata.

Sampai saat ini batu bata tempat dimana Empu Kriyo kusumo duduk masih tetap utuh seperti dahulu. Perbedaannya sekarang banyak lumut yang terdapat di batu bata. Tempat duduk itu sekarang diberi pagar guna mencegah pengunjung untuk masuk atau menginjak tempat duduk Empu Kriyo Kusumo.

Di barat api terdapat air tempat Empu Supo mendinginkan pusaka yang telah dibakar. Banyak masyarakat yang beranggapan bahwa air tersebut adalah belerang. Namun, anehnya air belerang di Kayangan Api adalah dingin.

Baca Juga: Pesona Wisata Embung Tirto Bonorejo, View-nya Pengeboran Migas Blok Cepu

“Untuk penyepuhan pusaka Empu Kriyo Kusumo membuat tempat air mendidih. Penyepuhan adalah istilah yang digunakan untuk mendinginkan pusaka yang telah dibakar di bara api. Setelah pusaka dibakar di atas bara api selanjutnya adalah disepuh. Proses penyepuhan ini berguna untuk menguatkan pusaka. Ya emang banyak yang mengira bahwa air tersebut adalah belerang. Tapi kalau air belerang itu panas. Namun di sini itu airnya dingin,” tutur Juli.

Setelah Empu Kriyo Kusumo membuat tempat penyepuhan pusaka, akhirnya ia membuat tempat masuk atau gerbang menuju wilayahnya dengan ditandai gerbang dari sebuah pohon yang melingkar seperti gerbang atau pintu masuk. Konon katanya gerbang itu adalah tempat masuk ke dalam kayangan. Akar dari pohon tersebutlah yang membuat pohon terlihat seperti gerbang.

Pohon tersebut dapat dilihat di sebelah barat dari air tempat penyepuhan pusaka. Pohon itu adalah pintu masuk pintu masuk ke Kayangan Api. Namun, pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah mengganti tempat masuk dari Kayangan Api. Sampai sekarang pohon tersebut masih tetap sama seperti saat pertama kali ditemukan.

Baca Juga: ​Kunjungi Wisata Desa TPG, Wabup Bojonegoro Takjub, Infrastruktur Akan Dibangun

Keris Sengkelat Nogososro adalah nama keris yang dibuat oleh Empu Kriyo Kusumo di kayangan api. Keris atau pusaka itu dibuat untuk kekuatan kerajaan majapahit pada saat itu. Meskipun Empu Kriyo Kusumo telah pindah ke hutan ia tetap mengabdikan dirinya kepada kerajaan dengan cara tetap membuat pusaka untuk kerajaan mahapahit. Saat ini pusaka keris tersebut telah muksa.

Kayangan api ditemukan oleh warga desa saat Empu Kriyo Kusumo telah muksa. Artinya berpindah dari alam. Juru kunci menuturkan bahwa Empu Supo atau Kriyo Kusumo sampai saat ini menetap di kayangan api bersama keluarganya. Kedua putri Empu Kriyo Kusumo bernama Sri Wulan dan Siti Sundari yang sekarang berada di pohon pintu masuk kayangan api. Mereka Berdua menjaga pintu masuk yang berupa pohon melingkar.

Api yang berada di kayangan api tidak pernah padam bahkan hujan sekalipun. Pada malam hari saat berkunjung, anda bisa menyaksikan warna api yang biru di tengah gelapnya malam. Pohon tempat di mana Empu Kriyo Kusumo duduk untuk membuat pusaka juga tidak pernah kering dan selalu subur.

Baca Juga: Sumur Tua Wonocolo, Obyek Wisata Berbasis Migas Pertama di Indonesia

“Beberapa orang menganggap bahwa di bawah api tersebut ada sumber gas alam. Namun, menurut saya ini adalah sebuah keajaiban. Lihat ini api bisa berubah bentuk. Ada yang berubah jadi burung yang akan terbang. Ada yang bisa berubah menjadi berbagai macam pusaka dan masih banyak lainnya. Orang tidak bisa melihat ini dengan kasat mata. Api hanya berubah hanya saat sepi dan hanya ada saya,” tutur Juli sambil menunjukkan foto di mana api bisa berubah bentuk.

Di Kayangan api juga sering dipakai sebagai tempat dilakukannya acara-acara tertentu seperti ulang tahun Bojonegoro dan ruwatan massal. Kayangan api semakin terkenal saat ada acara pengambilan api PON (Pekan Olahraga Nasional) pada tahun 2000.

Sebagian warga desa banyak yang memanfaatkan tempat ini sebagai tempat untuk mencari nafkah. Saat anda berada di pusat api tak jarang anda melihat para penjual jagung yang membakar jagungnya di bara Kayangan Api. Pengunjung bisa memakan jagung yang langsung dibakar dari tempat pembakaran pusaka tersebut.

Baca Juga: Salak Wedi, Buah Asli Bojonegoro tanpa Tersentuh Pestisida

“Wisata di sini sangatlah bagus kalau menurut saya. Kita bisa belajar sejarah sekaligus melihat keajaiban alam di sini. Ini unik banget karena api di Kayangan Api ini tidak pernah padam. Ini sangat bagus untuk tempat wisata dan sekaligus belajar” Tutur Chamelia (20) selaku pegunjung Kayangan Api.

Setiap hari pengunjung kayangan api mencapai 100 orang. Kayangan Api buka setiap hari dan 24 jam siap menerima pengunjung. Harga tiket masuk ke dalam Kayangan Api hanya dibandrol dengan harga Rp.8000 setiap orangnya. (*)

Baca Juga: ​Waduk Grobokan Bendo Bojonegoro, Destinasi Wisata Baru di Bojonegoro yang Mulai Menggeliat

Sumber: *Dhian Bintariana

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO