Tanya Jawab Islam: Suami Pindah Agama, Zinakah Saya?

Tanya Jawab Islam: Suami Pindah Agama, Zinakah Saya? Dr. KH. Imam Ghazali Said

Ayat ini memang panjang, namun poin intinya itu pada teks yang berbunyi “maka jika kamu telah mengetahui bahwa mereka (benar-benar) beriman maka janganlah kamu kembalikan mereka kepada (suami-suami mereka) orang-orang kafir. Mereka tiada halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tiada halal pula bagi mereka”. Maka yang dimaksud mereka yang benar-benar sudah beriman adalah para mu’minat (perempuan-perempuan yang sudah beriman) itu dilarang ada dalam perlindungan orang-orang kafir. Artinya istri tidak boleh diberikan atau dikembalikan kepada suami yang masih kafir, atau suami yang muslim kembali kepada kekafiran.

Demikian pula dengan poin teks “Dan janganlah kamu tetap berpegang pada tali (perkawinan) dengan perempuan-perempuan kafir”, juga melarang suami atau laki-laki tetap mengikat pernikahan dengan perempuan-perempuan musyrik.

Namun dalam memahami ayat ini para ulama juga beda pendapat. Pertama, bahwa jika salah satu suami-istri itu murtad maka hukum pernikahan itu langsung terhapus, artinya sudah tidak menjadi suami istri lagi. Jika mereka berdua melakukan hubungan badan maka dianggap berbuat zina.

Kedua, bahwa jika salah satu suami-istri itu murtad maka hukum pernikahannya masih mauquf (tertangguhkan) selama masa iddah (menunggu). Jika ia bertaubat dan kembali masuk Islam maka pernikahannya masih tetap sah dan tidak perlu ada akad baru. Namun jika taubat dan kembalinya kepada pasangan setelah lewatnya masa iddah, maka harus dilakukan akad pernikahan baru. Sebab setelah lewatnya masa iddah itulah terjadi fasakh (terhapusnya pernikahan). Selama masa menunggu itu juga tidak diperkenankan untuk berhubungan badan. Istilah fasakh (terhapus) itu sama saja dengan cerai, hanya saja ini terjadi secara otomatis tanpa ucapan cerai.

Maka dari itu, sebaiknya Ibu juga bersikap tegas kepada suami, bahwa dalam agama Islam jika salah satunya keluar agama maka hubungan pernikahan itu akan terputus atau terjadilah perceraian. Yang terpenting adalah masih di dalam Islam dulu. Terkait dengan salat puasa dan lainnya jika belum dilaksankan, Ibu harus bersabar untuk memotivasinya. Selama ia tidak mengingkari kewajiban salat dan ibadah lainnya, insya Allah ia masih di dalam Islam, walaupun dianggap maksiat. Namun, ini lebih baik agar rumah tangga Ibu tetap terjaga.

Kemudian, Ibu dan suami seharusnya sudah memulai memperbanyak ilmu tentang Islam, agar tumbuh rasa keyakinan terhadap agama ini. Jangan hanya ibadah ritual saja dalam beragama, namun ajak suami juga menimba ilmu dengan para ustadz, bersilaturahmi ke tokoh-tokoh agama, minimal sebulan sekali. Semoga Ibu segera diberikan jalan keluar terbaik dari Allah. Amin. Wallahu a’lam.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO