Elektabilitas Cak Imin Rendah, Ini Tiga Kendala Utamanya, Tak Perlu Pakai Jurus Mabuk | BANGSAONLINE.com - Berita Terkini - Cepat, Lugas dan Akurat

Elektabilitas Cak Imin Rendah, Ini Tiga Kendala Utamanya, Tak Perlu Pakai Jurus Mabuk

Editor: MMA
Minggu, 19 Juni 2022 11:00 WIB

A Muhaimin Iskandar. Foto: twitter

JAKARTA, BANGSAONLINE.com - Cak Imin satu-satunya politisi yang terus terang. Sebagai calon presiden (Capres). Atau wakil presiden (Cawapres). Politisi lain penuh basa-basi. Malu-malu kucing.

Bahkan sejak lima tahun terakhir, Cak Imin fokus sosialisasi diri. Sebagai Capres. Balihonya bertebaran.

Saya ke Jawa Tengah ketemu baliho Cak Imin. Ke Jawa Barat ketemu baliho Cak Imin. Apalagi di Jawa Timur. Hampir merata. Lebih-lebih di Jombang.

Di luar Jawa juga ada. Meski tak massif seperti di Jawa.

Yang menarik, political name calling-nya berubah-ubah. Semula Cak Imin. Kemudian ganti Gus AMI. Lalu berubah lagi menjadi 2024.

Panggilan Gus kini memang jadi komoditas politik. Dengan dipanggil Gus, politisi meyakini akan dapat simpati publik NU. Padahal political name calling yang dipaksakan justru menimbulkan senyum tak ikhlas. Sinis.

Cak Imin sebenarnya layak dipanggil Gus. Karena memang keluarga kiai dan pesantren. Tapi trade mark Cak Imin lebih dulu muncul. Mengakar. Lalu belakangan diubah jadi . Publik pun bingung. Bertanya-tanya. Untuk apa?

Kata sastrawan William Shakespeare, apalah arti nama? Toh mawar, seandainya tak dinamakan mawar, tetap wangi.

Tapi dalam politik perlu poles-memoles. Termasuk nama. Nah.

Posenya juga macam-macam. Ada yang naik motor vespa. Ditulis Goes to 2024. Dan ada pula yang hanya close up pakai songkok. Tapi ada yang tak pakai kopiah. Tapi semua tertulis 2024. Artinya, calon presiden pada pemilu 2024.

Para loyalisnya juga koor: Cak Imin Capres. Jazilul Fawaid, Waketum yang juga Wakil Ketua MPR, terus menyuarakan penan Cak Imin. Begitu juga Hanif Dhakiri. Dan kader yang lain.

Mesin partai , juga terus digerakkan. Menggelorakan Cak Imin Capres. Di mana-mana. Di seluruh Indonesia. Terutama di Jawa Timur. Yang merupakan basis NU dan . Wartawan saya (BANGSAONLINE.com) hampir tiap hari mengirim berita tentang penan Cak Imin.

Banyak yang mencibir. Terutama karena elektabilitasnya yang rendah. Bahkan sangat rendah. 

Tapi Cak Imin tak peduli. Politisi bernama lengkap Abdul Muhaimin Iskandar itu terus bergerak. Lobi sana-sini. Cari pasangan. Menawarkan koalisi. Meski belum ada yang merespon serius.

Cak Imin pun pakai jurus mabuk. Koalisi dengan PKS. Partai yang selama ini sangat tak disukai warga NU. Terutama di Jawa Timur. Padahal ketua DPW PKS Jawa Timur Iwan Setiawan, kabarnya, juga NU.

Nama koalisi itu unik. Koalisi Semut Merah. “Kecil, tapi berasa,” kata Jazil – panggilan Jazilul Fawaid, dikutip detik.com, Rabu (8/6/2022).

Menurut Jazil, di luar Koalisi Semut Merah, adalah partai-partai gajah (partai besar). Karena itu ia yakin Koalisi Semut Merah akan menjadi magnet baru. Yang bisa menarik partai lain untuk bergabung.

Pria asal Bawean itu menyebut romantisme masa lalu. Ketika diusung Poros Tengah. Untuk jadi Presiden RI. Pada 1999. Yang didukung koalisi partai-partai Islam: PKS, PBB, PAN dan PPP.

Tapi Jazil lupa. diusung partai-partai Islam saat itu sebagai “jalan tengah”. Menengahi konflik keras. Bahkan sangat keras. Antara pendukung Mega dan BJ Habibie. Yang kalau dibiarkan, tanpa presiden, Indonesia meledak. NKRI dan Pancasila hancur. Berkeping-keping.

Hanya nama besar . Yang bisa meredam. Saat itu. Jadi itu solusi. Bukan beban. Bagi negara dan bangsa: Indonesia.

Jazil juga lupa. Bahwa saat itu Ketua Umum Matori Abdul Jalil mendukung Mega. Meski kemudian dia melakukan manuver. Mendukung Poros Tengah. Yang dipelopori Amien Rais. Untuk mendukung sebagai Presiden.

“Saya jadi presiden modal dengkul, itu juga dengkul Amien Rais,” seloroh .

(KH Abdurrahman Wahid (). Foto: Setneg)

Amien sejatinya sangat ambisi jadi presiden. Tapi ia harus menahan nafsu politiknya. Karena situasi tak memungkinkan. Hanya , yang bisa menyelamatkan Indonesia. Termasuk menghadang Mega, teman karibnya. Karena kalau Mega yang jadi presiden, niscaya juga terjadi huru-hara. Mengingat pendukung BJ Habibie juga sangat besar.

Pengamat politik Pangi Syarwi Chaniago juga menilai Koalisi Semut Merah sangat rapuh. Terutama karena basis dua partai itu berbeda. Menurut dia, ada perbedaan spektrum ideologis antara dan PKS.

“Walaupun elitnya menyatukan, tapi di bawah bagaikan minyak dan air,” kata analis politik Voxpol Research and Consulting itu seperti dikutip Sindonews.com

Ia mengidentifikasi basis massa dan PKS. Ia mengakui massa dan PKS sama-sama muslim. Tapi identik dengan NU dan massa Islam tradisional. Sedang PKS identik dengan massa Islam perkotaan. Sehingga sulit bersatu.

Arsul Sani juga menyentil. Menurut dia, semut merah itu tak bisa bersatu dan beriringan.

“Yang bersatu dan beriringan itu semut item. Gitu Lho,” kata Wakil Ketua Umum PPP itu.

“Kalau semut merah tak bisa bersatu. Semut merah itu suka jalan sendiri,” tambahnya.

Yang paling keras tentu Ketua PWNU Jawa Timur Dr KH Marzuki Mustamar. “Goblok, sak pol-pole,” kata Kiai Marzuki Mustamar di depan warga NU.

Namun terlepas dari semua itu, Cak Imin memang politisi tulen. Pantang menyerah. Ia punya obsesi besar. Untuk karir politiknya. Terutama untuk duduk sebagai Capres. Atau Cawapres.

Hanya saja, pertanyaannya, realistis atau justru utopis? Sebab problem politik Cak Imin sangat kompleks. Yang kemudian berakibat pada elektabilitas rendah. Apa saja?

Pertama, Cak Imin distigma sebagai pengkhianat . Dan itu disampaikan langsung oleh Yenny Wahid, putri .

“Jadi sebagai pendiri diusir dari rumah politiknya sendiri (-Red),” kata Yenny Wahid dalam video yang kini beredar luas. Bahkan setiap Cak Imin muncul ke permukaan, terutama sebagai Capres, video itu selalu beredar di media sosial. Terutama di grup-grup WhatsApp (WA) para kiai NU.

“Kenyataan pahit. Bahwa perilaku politisi kita tak terpuji. Sehingga banyak nilai-nilai luhur diabaikan untuk mendapatkan posisi,” tegas Yenny. Secara tegas Yenny mengatakan bahwa yang dimaksud politisi kita itu adalah Cak Imin. “Ya, gak usah ditutup-tutupi,” kata Yenny.

Menurut Yenny, Cak Imin sebagai keponakan dan sebagai kader partai tak bisa menghormati pendiri . “Sama sekali tak menghormati,” kata Yenny.

Ironisnya, Cak Imin tetap memasang gambar . Padahal, kata Yenny, sudah berwasiat: selama dipimpin Cak Imin dilarang memakai gambar .

Karena itu Yenny menuding Cak Imin manipulasi dan melakukan kebohongan kepada masyarakat. “Itu hal yang sangat fundamental. Hal yang sudah diketahui masyarakat saja bisa bohong, apalagi yang tidak ketahuan,” kata Yenny sembari mengatakan, lalu apa yang bisa diharapkan dari politisi seperti Cak Imin.

Dan banyak lagi video serupa, baik dari Yenny maupun pendukung yang lain. Juga berita-berita yang memberikan stigma pengkhianatan Cak Imin pada .

Kedua, stigma kasus kardus durian. Hingga saat ini stigma kasus dugaan korupsi ini melekat kuat pada Cak Imin. Lihat saja komen-komen netizen di media sosial. Setiap muncul berita manuver politik Cak Imin, pasti bertebaran komentar yang menyebut kardus durian.

Padahal Cak Imin belum tentu bersalah. Belum ada putusan pengadilan. Atau saya yang tak tahu? Tak dengar? Entahlah. Yang pasti kasus itu menjadi stigma negatif luar biasa.

(Yenny Wahid. Foto: Instagram)

Cak Imin seharusnya memberi klarifikasi ke publik. Bahwa dirinya tak terlibat dalam kasus yang sangat merugikan karir politiknya itu. Tentu dengan menampilkan bukti-bukti kongkrit. Atau – sekali lagi – saya yang tak tahu?

Tapi kalau toh Cak Imin pernah memberikan klarifikasi, kini saat yang tepat untuk memberikan klarifikasi lagi secara gamblang kepada publik. Bahwa dirinya tidak terlibat dalam kasus itu. Syukur, jika KPK juga ikut menjelaskan.

Ketiga, stigma nepotisme. Stigma ini tak hanya muncul di publik. Tapi juga di internal . Stigma itu heboh ketika Cak Imin merekomendasikan Abdul Halim Iskandar, kakak kandungnya sebagai menteri. Sebelumnya Cak Imin juga merekomendasikan iparnya, Mohamad Nasir, sebagai menteri yang kemudian menduduki Menristek Dikti pada kabinet Jokowi

“Cak Imin Bawa Ipar dan Saudara Kandung Masuk Kabinet,” demikian judul berita detik.com edisi Rabu, 23 Oktober 2019.

Menurut detik.com, Mohamad Nasir adalah kakak ipar Cak Imin. Ia menikah dengan Hasibyah. Sedang Abdul Halim Iskandar adalah kakak kandung Cak Imin.

Sejak itu publik menelisik dugaan nepotisme Cak Imin. Ternyata Gus Nanang, panggilan Abdul Halim Iskandar, tak hanya direkom sebagai menteri tapi juga ketua DPW Jawa Timur. Bahkan di baliho banyak foto Cak Imin bersanding dengan kakaknya, Gus Nanang. Sebagian publik heran, kenapa tidak risih foto kakak-adik bersanding dalam partai yang sama yang ketua umumnya adalah adiknya sendiri.

Ternyata tidak hanya dua kerabatnya yang Cak Imin bawa. Beberapa kerabat lain ada yang di legislatif dan

Nah, tiga stigma negatif ini tampaknya harus segera diatasi oleh Cak Imin dan . Saya yakin, jika Cak Imin bisa segera mengatasi tiga stigma itu, elektabilitas Cak Imin akan langsung merangkak naik, meski tak langsung melejit.

Jadi Cak Imin tak perlu pakai jurus mabuk. Lebih stategis dan kongkrit, jika Cak Imin fokus menyelesaikan tiga kendala utama itu. Wallahua’lam bisshawab. (M Mas’ud Adnan)

 

Berita Terkait

Bangsaonline Video