Temui Teroris Amrozi-Muklas di Nusakambangan, Korban Bom Bali Dikafir-kafirkan | BANGSAONLINE.com - Berita Terkini - Cepat, Lugas dan Akurat

Temui Teroris Amrozi-Muklas di Nusakambangan, Korban Bom Bali Dikafir-kafirkan

Editor: MMA
Rabu, 02 November 2022 10:52 WIB

Dahlan Iskan

Suara hati itu dia sampaikan ke suami. Sang suami bisa menerima. Terutama setelah ingat anak nomor dua mereka.

Waktu itu sang anak kedua sudah kuliah di Untag Surabaya. Ambil jurusan sastra Inggris. Tapi harus berhenti kuliah. Tidak ada biaya untuk melanjutkan. Drop out.

Anak itu mencoba mencari pekerjaan. Melamar ke mana-mana. Tidak ada panggilan wawancara.

Suatu hari sang anak minta kepada ibunya: tolong kenalkan dengan jaringan teroris. "Untuk apa?" tanya sang ibu. "Saya mau ikut mereka. Jadi teroris lebih enak," ujar sang anak.

Rupanya sang anak mendengar teroris itu, kalau ditangkap, mendapat santunan yang baik. Asal mau bertobat.

Sang ibu tentu miris mendengar permintaan sang anak. Dia sendiri korban teroris. Dan anaknyi ingin jadi teroris.

Lebih menderita lagi sang ayah. Belum lama ia mau membunuh keluarga teroris. Kini anak kesayangannya justru ingin jadi teroris.

Khusnul mendengar ada teroris yang insyaf. Karena itu ia tidak dihukum mati. Ali Imron. Ia dihukum seumur hidup.

Khusnul bertekad menemui Ali Imron. Ia lagi ditahan di Polda Metro Jaya, Jakarta. Khusnul ingin anaknya bertemu Ali Imron. Agar diberi nasihat. Agar jangan jadi teroris.

Maka suami-istri ini ke Surabaya dulu. Sang anak diajak. Mereka ke Pasar Keputran. Dari pasar itu selalu ada truk ke Jakarta. Membawa sayur dan bahan makanan.

Khusnul, suami dan anak kedua pun cari nunutan truk ke Jakarta. Sambil jaga barang. Khusnul masih tetap tomboi. Kini dia sudah punya anak ketiga. Masih bayi. Itulah anak yang lahir setelah jadi korban bom Bali. Juga laki-laki.

Kepada Ali Imron, Khusnul bercerita banyak tentang penderitaannyi, nasib anaknyi, dan segala macam kesulitan setelah bom Bali. Ali mau memberi nasihat yang diinginkan. Mereka pun pamitan.

Saat pamit itulah Ali Imron memberi sangu Khusnul. Khusnul kaget. Nilainya Rp 1,5 juta.

"Kok Ali Imron banyak uang ya?" tanya saya.

"Saya juga heran, di penjara kok punya banyak uang," ujar Khusnul.

Mereka pun pulang ke Surabaya. Tidak naik truk lagi. Mereka punya uang untuk naik kereta.

Uang habis. Juga tidak cukup untuk membayar uang kuliah Sang anak. Pekerjaan juga tidak kunjung didapat. Sang anak sudah hampir dua tahun tidak bisa kuliah. Sang ayah belum menemukan sumber penghasilan yang bisa untuk menyekolahkan anaknya.

Suatu sore rumah kontrakan Khusnul di Sidoarjo digerebek polisi. Sang suami tidak di rumah. Khusnul tidak tahu ke mana suami pergi. Yang jelas, tadi masih salat Jumat. Pulang dari masjid ia pamit pergi.

Rumah Khusnul digeledah. Di lemari ditemukan uang Rp 15 juta. "Uang apa ini?" tanya polisi seperti ditirukan Khusnul pada saya. "Itu uang suami. Baru kemarin didapat. Itu untuk bayar uang kuliah anak kedua kami," jawab Khusnul.

Penggeledahan diteruskan ke bagian bawah lemari. Ditemukanlah serbuk putih. Beberapa kilogram. Polisi menyitanya.

Bagaimana dengan uang Rp 15 juta itu?

“Kalau uang itu disita, anak saya tidak bisa kuliah," ujar Khusnul pada polisi. Uang itu pun dikembalikan ke Khusnul. Pesan polisi: agar dipakai bayar kuliah anaknyi.

Khusnul tahu suaminyi tersangkut perkara narkoba. Sang suami sudah bercerita dua hari sebelumnya. Yakni ketika mendapat uang Rp 15 juta itu. Itulah untuk pertama kalinya sang suami pulang membawa uang banyak. Harapannya: anak kesayangannya bisa kuliah lagi.

Malam harinya Pak RT datang ke rumah Khusnul. Pak RT memberitahukan berita duka: Sang suami tewas ditembak polisi. (Dahlan Iskan).

 

Berita Terkait

Bangsaonline Video