Direktur YLBH Fajar Trilaksana Anggap Hukuman Mati Melanggar HAM | BANGSAONLINE.com - Berita Terkini - Cepat, Lugas dan Akurat

Direktur YLBH Fajar Trilaksana Anggap Hukuman Mati Melanggar HAM

Editor: M. Aulia Rahman
Wartawan: Syuhud
Selasa, 14 Februari 2023 14:39 WIB

Direktur YLBH Fajar Trilaksana, Andi Fajar Yulianto.

"Respons resolusi ini, setidaknya sudah 141 anggota PBB menghapus dan tegas menolak dan tidak menjalankan hukuman mati," ungkapnya.

Fajar menyatakan, J.E. Sahetapy dan Bernard Arief Sidharta tegas meyatakan hukuman mati bertentangan dengan Pancasila. Sikap demikian juga disuarakan oleh tokoh HAM Indonesia, Yap Thiam Hien.

Di Indonesia, kepastian hukum terkait hukuman mati dapat dilihat pada Pasal 10 huruf a Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), bahwa hukuman pidana mati termasuk salah satu hukuman pokok. Berikut dictum lanjut Fajar, tertuang dalam Pasal 104 KUHP, Pasal 124 ayat 3 KUHP, Pasal 140 ayat 4 KUHP, Pasal 340 KUHP, Pasal 365 ayat (4);

Lebih jauh, ia menyatakan lahirnya KUHP baru pun, sebetulnya secara filosofi sudah mulai menginisiasi mengurangi resiko putusan dengan vonis mati. Hal ini sebagaimana dapat terbukti dan tersirat pada pasal 100 ayat (1) Hakim dapat menjatuhkan pidana mati dengan masa percobaaan selama 10 (sepuluh) tahun jika terdakwa menunjukkan rasa menyesal dan ada harapan untuk diperbaiki, serta ada alasan yang meringankan.

"Hal yang menjadikan polemik berbagai pihak akan spekulatifnya potensi pertaruhan integritas Kalapas dalam jual beli "Surat Keterangan Berkelakuan Baik". Sebetunya tidak perlu ada kekawatiran yang berlebih. Ketika semua elemen penegak hukum dan perangkatnya termasuk lapas, para SDM di dalamnya mampu menjaga integritas yang baik dan dilakukan pengawasan pihak pihak/ lembaga yang berkompeten untuk ini," jelasnya.

Fajar sangat sependapat dengan hasil Resolusi PBB, JE Sahetapy, Bernard Arief Sidharta, dan pandangan Yap Thiam Hien tersebut, karena bukan saja bertentangan dengan Pancasila, namun jelas melanggar dan merupakan pengingkaran nyata terhadap Hak Asasi Manusia, dan pengingkaran Anugrah Tuhan.

"Hukuman paling berat bagi pelanggar hukum sangat setuju, namun tidak harus melanggar hak bagi pihak yang lainnya. Karena hakikatnya hidup manusia adalah Anugrah Tuhan dan kematian merupakan Hak Prerogratif Tuhan, sehingga manusia tidak boleh memaksakan menjemput paksa atas kematian manusia. Karena kembali hidup adalah Anugrah Tuhan," pungkasnya. (hud/mar)

 

Berita Terkait

Bangsaonline Video