​Al-Qur’an tentang Makna Digital | BANGSAONLINE.com - Berita Terkini - Cepat, Lugas dan Akurat

Al-Quran tentang Makna Digital

Editor: MMA
Kamis, 28 Maret 2024 08:03 WIB

Suhermanto Ja'far. Foto: UINSA

Epistemologi terapan (cybernetics) baik orde pertama maupun orde kedua mencoba merangkai suatu sistem yang terdiri dari rangkaian sirkuit dengan model dan cara kerja alam semesta. Sehingga dunia digital merupakan copy dari alam semesta.

Alam semesta yang terdiri dari atom-atom yang dapat diamati yang mengelompok bersama untuk membentuk benda-benda bukan lagi satu-satunya jenis alam semesta yang mungkin dimiliki seseorang dalam konsepsi. Dengan dunia maya yang terdiri dari angka- angka nonfisik, kita disuguhkan dengan dimensi baru yang ada di lingkungan kita.

Disebutkan dalam surah Yasin [36] ayat 38: 9; “Dan matahari berjalan di tempat peredarannya. Demikianlah ketetapan Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui.”

Menurut , keseluruhan alam semesta dipenuhi oleh lintasan dan garis edar: “Demi langit yang mempunyai jalan-jalan.” (QS Az-Zariyat [51]:7).

Kedua, Digital sebagai produk cybernetics lebih bermakna bahwa Semesta tercipta teratur karena ada juru kemudinya (arti awal cybernetics). Ini diperkuat dengan rrgumen argumen kosmologi dan teleologis klasik. Keteraturan sistem kosmos yang berjalan sesuai dengan garis edarnya dan tidak berbenturan merupakan suatu argumen yang melihat bahwa kosmos berjalan tidaklah dengan sendirinya tetapi ada yang mengatur, yaitu juru kemudi.

Begitu pula teknologi digital diciptakan melalui sistem, singularitas, logika, algoritma dan sirkuit mesin menjadikan semua berjalan saling melengkapi dan ada umpan balik yang saling ketergantungan antar bagian dalam sistem tersebut, semua berjalan secara kosmologik (teratur) yang identik dengan alam.

Campbell menyebut cybernetika dan teknologi digital sebagai suatu micro kosmos. Allah berfirman dalam surah Al-Anbiya [21] ayat 33: 39;39; “Dan Dialah yang telah menciptakan malam dan siang, matahari dan bulan.

Masing-masing dari keduanya itu beredar di dalam garis edarnya. Begitu juga argumen teleologis klasik yang beranggapan bahwa alam semesta diciptakan dengan satu tujuan. Alam semesta bergerak mempunyai tujuan, sehingga alam semesta merupakan karya seni terbesar yang membuktinkan adanya A Great Intelligent Designer.

Dalam Islam termasuk agama-agama lain sepakat bahwa Tuhan adalah tujuan akhir. Ini juga dibenarkan dalam teknologi digital bahwa tujuan akhir yang diutamakan.

Disamping itu para cybernetician atau para digitalis merupakan pembuat model atau pola dalam rangkaian sistem singularitas dengan semua perangkat mesin, konten dan jaringan. Allah berfirman dalam Surat Ali Imran ayat 191: “(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk atau dalam keadaan berbaring, dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), , Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan semua ini sia-sia; Mahasuci Engkau, lindungilah kami dari azab neraka.”

Alam adalah tajalli Tuhan (penampakan wajah Tuhan) yang meliputi langit dan bumi (analogi Kosmos atau alam dalam al-Qur’an). Alam semesta berjalan sesuai dengan SunnatullahNya, al-Din (Undang undang Tuhan dalam kamus al-munjid) serta qadha dan qadarnya. Sunnatullah-Nya menciptakan suatu lingkungan (termasuk lingkungan digital), sehingga Tuhan disebut dengan al-Muhid. Karena itu, merusak lingkungan semesta berarti merusak “wajah” Tuhan.

Mohammd Iqbal berpandangan secara spiritual dengan merujuk pada Hadits Nabi bahwa kosmos merupakan “Tata laku atau perilaku” Tuhan sendiri. Dunia digital akan membentuk budaya dan lingkungan baru bagi manusia yaitu budaya dan lingkungan digital.

Budaya dan lingkungan digital bagaimanapun, telah menghadirkan peluang baru untuk mempermudah pencarian seseorang akan Tuhan dan membayangkan bagaimana Tuhan bisa hadir di dunia.

Penulis adalah Dosen Pascasarjana dan Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Sunan Ampel Surabaya

 

Berita Terkait

Bangsaonline Video