Haram Dirikan Pabrik di Tengah Pemukiman Penduduk, Ini Dalilnya | BANGSAONLINE.com - Berita Terkini - Cepat, Lugas dan Akurat

Haram Dirikan Pabrik di Tengah Pemukiman Penduduk, Ini Dalilnya

Editor: MMA
Wartawan: M. Sulthon Neagara
Jumat, 05 Juli 2024 17:11 WIB

Dr. KH. Nasrullah Afandi, Lc, MA saat pemaparan. Foto: ist

MALANG, BANGSAONLINE.com - Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kota Malang menggelar kajian Maqashid Syariah bertema “Pemanfaatan Lingkungan di Era Modern” perspektif maqashid syariah dengan mengundang Dr. KH. Nasrullah Afandi, Lc, MA, yakni seorang doktor lulusan Universitas Al-Qurawiyin, Maroko, dengan predikat cum laude, sebagai narasumber, Rabu (3/7/2024).

Dalam acara yang digelar ba’da isya tersebut, dihadiri Ketua , Dr. KH. Isroqunnajah, beserta seluruh jajaran pengurus dan masyarakat umum.

Dalam pemaparannya, Gus Nasrul, sapaan akrab KH. Nasrullah Afandi, mengkritisi gagasan para peneliti yang menambahkan poin hifdhu al-biah (menjaga lingkungan) dalam (lima pilar yang wajib dipertahankan). Ia khawatir, dengan adanya penambahan ini akan ada penambahan-penambahan baru nantinya.

“Sehingga akan menjadi dharuriyyatul sittah (Enam hal yang wajib dipertahankan), nanti akan ada penambahan baru semisal penambahan hifdu akhlak (menjaga akhlak), dan penambahan hal-hal lain, maka penambahan ini tidak perlu,” ucap Gus Nasrul.

Menurut Gus Nasrul, dharuriyyatul khams sudah final dan tak bisa ditambah lagi. “Mereka yang ingin menambahkan, itu menandakan mereka belum bisa membedakan antara Dharuriyyatul khams, dengan maqashid dharuriyyah,” tuturnya.

Ia berpendapat bahwa menjaga lingkungan (hifdhu al-biah) termasuk dari implementasi maqashidussyariah, ”Jika lingkungan rusak, hutan gundul, cuaca polusi, maka akan terjadi kerusakan besar bagi keberlangsungan manusia sebagai khalifah di muka bumi,” ungkap salah satu Pimpinan Pusat Pergunu itu.

Lebih lanjut, Gus Nasrul memaparkan terkait persoalan lingkungan bahwa mendirikan pabrik besar dengan puluhan ribu karyawan di tengah pemukiman adalah tindakan haram.

Mengapa demikian? Padahal, mendirikan pabrik memiliki dampak positif seperti menciptakan lahan pekerjaan untuk yang membutuhkan, peluang masyarakat membuka warung, indekos, dan lainnya yang berhubungan dengan penghidupan roda perekonomian.

Hal ini karena bersamaan dengan adanya maslahah hifdul mal (kemaslahatan menjaga harta), terdapat mafsadath kubro (kerusakan besar) yang jauh lebih besar dibanding mendapat kemaslahatan.

“Seperti rusaknya lingkungan hidup maupun sosial termasuk kerusakan moral baik akhlak maupun tingkah lakunya. Contoh terjadinya pergaulan bebas, berubahnya norma-norma sosial karena lingkungan penuh dengan penghuni kos yang datang dari berbagai daerah. Hal ini tentu kerusakan yang jauh lebih besar dibanding sekedar sedikit keuntungan materi yang diraih,” jelas Gus Nasrul.

”Perspektif maqashid syariah, kita lakukan tarjih, untuk mencari perkara yang lebih unggul, antara maslahah (kebaikan) dan mafsadah (kerusakan) yang terjadi ketika ada banyak pabrik raksasa di tengah-tengah pemukiman penduduk,” lanjut Gus Nasrul.

Menurut dia, mendirikan pabrik besar di tengah pemukikam penduduk, apapun alasannya, hanya masuk dalam kategori maqshod hajjiyyah (kebutuhan bisnis). Sedangkan menjaga norma-norma sosial lingkungan dan kesalihan adalah maqoshid dharuriyyah (hal yang tidak bisa ditinggalkan).

“Maka, hal yang dharuri (yang tidak bisa ditinggalkan) adalah wajib lebih dikedepankan, daripada hal hajjiyah (kebutuhan),” tegas Gus Nasrul

Gus Nasrul memberikan contoh di Kecamatan Mayong, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah, yang merupakan daerah kelahiran RA Kartini. Selain itu, juga menjadi tempat asal KH. Soleh Darat, ulama besar Nusantara, termasuk tempat makam kakek KH. Soleh Darat. Dan terakhir, tempat pesantren tertua di Jepara, yaitu pesantren Balekambang dan pesantren-pesantren lainnya.

”Didirikannya pabrik-pabrik di wilayah tersebut, nyata mengakibatkan tatanan masyarakat berubah, norma-norma sosial pudar, pergaulan bebas, bahkan seks bebas dan pelacuran, pesta miras di bulan Ramadhan dengan karyawati berjilbab di area pabrik. Dalam tinjauan maqashid ini adalah mafsadah al-muhaqoqoh (Mafsadah yang nyata),” ucap alumnus pesantren Lirboyo tersebut.

”Jadi, jika ingin mendirikan pabrik atau tambang, tidak bisa hanya memandang faktor keuntungan bisnis saja, dengan mencampakkan prinsip-prinsip maqashid syariah. Maka, hendaknya mendirikan pabrik jauh dari area pemukiman atau area pendidikan seperti sekolah dan universitas,” ucap pengasuh Pesantren Balekambang tersebut. (MSN)

 

Berita Terkait

Bangsaonline Video