Larangan Bawa Tisu Basah saat Mendaki Gunung, Solusi Tepat untuk Keasrian Lingkungan? | BANGSAONLINE.com - Berita Terkini - Cepat, Lugas dan Akurat

Larangan Bawa Tisu Basah saat Mendaki Gunung, Solusi Tepat untuk Keasrian Lingkungan?

Editor: MMA
Jumat, 11 Oktober 2024 06:20 WIB

Mohammad Sulthon Neagara. Foto: bangsaonline

Oleh: Mohammad Sulthon Neagara

SURABAYA, BANGNSAONLINE.com - Tisu basah memiliki peran penting bagi para pendaki. Ketika kalian eksplorasi alam yang minim sumber air, bermanfaat untuk menghilangkan rasa lengket di kulit akibat keringat selama perjalanan.

Namun saat ini penggunaan telah dilarang di sebagian gunung. Hal ini dikarenakan banyak berserakan di gunung. Beberapa gunung yang telah melarang penggunaan diantaranya Gunung Semeru, Sindoro, Sumbing, Prau, dan beberapa gunung lainnya. Bahkan jika ketahuan menyelundupkan saat pendakian, para rangers akan memberikan sanksi berupa denda.

Memang dapat menggantikan peran air, khususnya saat kondisi darurat. Tapi efektifkah larangan ini untuk para pendaki? Mari kita ulas lebih dalam untuk tahu dampak positif, negatif, hingga fakta-fakta di lapangan.

Tentang Tisu Basah

Tisu basah merupakan alat pembersih yang terbuat dari bahan poliester, yakni bahan yang sama dengan pembuatan plastik dan kain. Artinya sama dengan bahan plastik yang membutuhkan waktu puluhan bahkan ratusan tahun untuk benar-benar terurai. Dalam penggunaannya, sering dibawa oleh para pendaki untuk membersihkan tubuh, termasuk ketika selesai buang air kecil maupun besar. Permasalahannya adalah, sering kali pendaki membuang sembarangan yang telah digunakan. Kadang dibuang di tempat camp, di tengah jalur pendakian, dan di tepi jurang dengan alasan yang penting tidak terlihat nya.

Larangan Penggunaan Tisu Basah dan Fakta di Lapangan

Larangan penggunaan sebenarnya telah lama dilakukan, seperti di gunung Sindoro, Sumbing, Prau, Semeru, Gede Pangrango, Merbabu, dan gunung lainnya. Kebijakan ini dilakukan langsung oleh pihak Taman Nasional dan rangers warga setempat.

Naun walaupun sudah dilarang, fakta yang terjadi masih banyak berserakan. Berdasarkan temuan di lapangan, ternyata beberapa pendaki memilih untuk menyelundupkan di sela-sela tas mereka dan membuangnya di gunung ketika turun untuk menghilangkan bukti seolah dia tidak membawa dari awal.

Kebijakan yang Tepat?

Tisu basah memang memiliki manfaat. Namun seiring perjalanannya, dampak negatif penggunaan mulai nampak. Jelas hal ini bukan karena produk nya, melainkan karena penggunanya. Kampanye agar para pendaki tidak meninggalkan nya sudah sering dilakukan, namun cara ini bagaikan angin lalu yang kurang efektif.

Melarang pendaki membawa untuk saat ini adalah langkah yang tepat. Namun untuk kasus yang telah terjadi, pihak rangers perlu memperketat barang bawaan para pendaki. seperti yang telah dilakukan rangers gunung Sindoro via Kledung. Para rangers mendata satu persatu dengan cara menggeledah semua barang bawaan pendaki dan mencatatnya. Tujuannya agar mudah mendata kembali - mereka saat turun. Setidaknya cara ini lebih efektif dibanding hanya kampanye membawa turun .

Adakah Pengganti yang Lebih Ramah Lingkungan?

Memang banyak lain selain . Contohnya seperti plastik bekas logistik, namun beberapa sumber mengatakan bahwa terbanyak yang ditemui di gunung saat dilakukan pembersihan adalah .

Selain itu, penggunaan masih bisa digantikan dengan benda lain seperti buff atau bandana. Hanya saja tidak sesegar . Namun buff dan bandana bukan benda sekali pakai. Artinya kalian bisa mencucinya kembali.

Untuk soal kebersihan setelah buang air, kalian bisa melakukan cara yang telah diajarkan Islam ketika kondisi darurat air. Yaitu dengan istinja yakni membersihkan dengan batu atau bisa juga dengan tisu kering untuk kemudian dipendam bersama di lubang pembuangan.

Kesadaran masyarakat kita terkait memang masih sangat minim. Salah satu cara agar mereka patuh adalah memperketat kebijakan, atau dikenakan biaya tambahan untuk biaya kebersihan. Mungkin sebagian masyarakat keberatan dengan ini, tapi demi , langkah ini diharapkan mampu membangun kesadaran mereka. Mereka akan berpikir, dari pada harus membayar, lebih baik membawa turun kita.

Mohammad Sulthon Neagara adalah alumnus Pesantren Tebuireng, UINSA Surabaya dan Pascasarjana Universitas Diponegoro (Undip) Jurusan Magister Imu Lingkungan Semarang 

 

Berita Terkait

Bangsaonline Video