Sumamburat: Bola Tanpa Pancasila? | BANGSAONLINE.com - Berita Terkini - Cepat, Lugas dan Akurat

Sumamburat: Bola Tanpa Pancasila?

Editor: Nur Syaifudin
Wartawan: -
Rabu, 09 Mei 2018 13:45 WIB

Kalaulah demikian, betapa berartinya sepak bola untuk membangun gelora jiwa dan raga yang memperlihatkan keakuan sebuah kerumunan penyatuandiri sumber daya peradaban. Saya sangat terpesona dengan kesungguhan orang-orang yang berboncengan tiga, empat ataupun lima di satu sepeda motor. Bukan soal pertaruhan nyawa yang sedang dipertontonkan tetapi kemampuannya“menggendong” anak-istrinya untuk memadati jalanan sambil mengacung-acungkan tangan untuk meminta didahulukan, itulah yang amat “ajaib”. Kerumun massa suporter bola merupakan manifes kedahsyatan energi yang dapat dihasilkan untuk pertanahanan negara.

Bangsa ini memiliki keunggulan potensial yang sangat realistis dalam lingkar suporter bola. Mereka semua adalah pecinta bola yang cintanya melebihi cinta siapapun. Larangan orang tua untuk tidak ikut arak-arakan di jalan dalam menikmati pertandingan bola acapkali diabaikan, karena orang tua mungkin dianggap kurang mengerti tentang hadirnya persekutuan cinta dalam gelombang massa yang menggetarkan itu. Cobalah anda masuk ke dalam ruang kerumun suporter bola yang sedang membentuk formasi kekuatan massa, jiwamu akan terasuk menjadi bongkahan persaudaraan maksimal di ruas-ruas desah nafas sesama.

Bongkahan jiwa raga suporter bola untuk menyorongkan kekuatan “magisnya” tampak tanpa bisa disela oleh siapapun. Persekutuan itu mengokohkan jiwa yang menggumpalkan komunitas yang menciri tersendiri. Maka lahirlah nama-nama suporter bola itu sejurus dengan nama kesebelasan yang digandrunginya. Sampai di sini yang terlihat selanjutnya adalah gelagat suporter bola di seantero nusantara. Semoga nalar “bola” ini dapat dipotret oleh paslon pilkada yang sedang berlaga politik dan “memperdebatkan nasib rakyat” dengan memungut serpihan “pengharapan” yang tercecer dalam setiap sesi pertandingan.

Bagaimana ini, ada pecinta bola, yang kemudian, bola itu ada dalam kolong persatuan yang menjelma dalam klub-klub bola, eh ternyata melahirkan kebencian yang mendalam antarsuporter tertentu. Hingga mobil dengan nopol “khusus” berikut suporter dari “lawan tanding” diimbau untuk tidak ke Surabaya, apalagi dekat-dekat arena GOR tempat berlaga. Ini adalah kenyataan yang dalam lingkup falsafah negara adalah bertentangan dengan Pancasila. Ternyata bola tidak mampu membangun persekutuan yang menyatukan Indonesia, tetapi membersit cinta buta yang mengabaikan “perasaan sesama manusia”. Tanyalah kepada mereka: di mana tempat kemanusiaan yang adil dan beradab dalam tampilan sosok gagah suporter bola yang abai dengan manusia lainnya?

*Dr H Suparto Wijoyo: Pengajar Hukum Lingkungan Fakultas Hukum, Koordinator Magister Sains Hukum dan Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Airlangga, Sekretaris Badan Pertimbangan Fakultas Hukum Universitas Airlangga serta Ketua Pusat Kajian Mitra Otonomi Daerah Fakultas Hukum Universitas Airlangga.

 

 Tag:   Opini Sepakbola

Berita Terkait

Bangsaonline Video