​Dialog NU Belanda: Politik Balik Modal Dorong Pelumpuhan KPK, Polisi Mirip Dwi Fungsi TNI | BANGSAONLINE.com - Berita Terkini - Cepat, Lugas dan Akurat

​Dialog NU Belanda: Politik Balik Modal Dorong Pelumpuhan KPK, Polisi Mirip Dwi Fungsi TNI

Editor: MMA
Jumat, 18 Oktober 2019 17:48 WIB

Suasana dialog terbuka yang digelar Lakpesdam PCINU Belanda bersama KITLV (KITLV/Royal Netherlands Institute of Southeast Asian and Caribbean Studies), Pehimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Leiden, dan ILUNI Universitas Indonesia di Belanda tentang Politik Kewargaan paska Pilpres 2019 di Leiden Belanda. foto: istimewa/ BANGSAONLINE

“Saat ini sudah begitu banyak posisi kementerian dan lembaga negara, termasuk Ketua diisi oleh polisi yang tidak melepaskan status kepegawaiannya sebagai polisi. Situasi ini menyebabkan polisi memainkan dua peran sekaligus seperti dwi-fungsi TNI (ABRI) pada masa Orde Baru,” katanya.

Menurut dia, banyaknya pasal pemidanaan dalam RKUHP termasuk dalam ranah privat tanpa disertai kontrol yang kuat dalam KUHAP memberikan peluang bagai polisi untuk melakukan kriminalisasi terhadap masyarakat yang mereka target.

Pembicara pamungkas dalam diskusi ini adalah Sandra Mondiaga, Wakil Ketua Bidang Eksternal Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Sandra juga mengamati bahwa salah satu alasan yang menjadi dalih dari konsolidasi elit juga berlangsung karena adanya kebutuhan untuk mengatasi radikalisme yang semakin meluas di dalam masyarakat. Komnas HAM melakukan pemantauan terhadap demonstrasi yang melibatkan kekerasan dan menyebabkan kematian, termasuk demonstrasi penolakan keputusan KPU pada bulan Mei dan demonstrasi yang dilakukan pada bulan September.

Saat ini investigasi sedang berlangsung dan belum banyak yang bisa disimpulkan, namun sangat perlu untuk melihat persoalan ini secara komprehensif, dan bukan hitam putih, sebab dalam peristiwa-peristiwa tersebut menunjukkan ada banyak aktor dan kepentingan yang bermain.

Menurut ida, diskusi reflektif seperti ini sangat diperlukan di tengah perubahan situasi politik dan sosial di Indonesia pasca pemilu. Ada banyak dimensi persoalan yang bisa didalami lebih lanjut. Salah satu yang paling mengemuka adalah mengenai besarnya biaya pemilu yang menjadi penyulut bagi elit politik untuk melakukan korupsi dengan mengambil sumber daya yang disediakan oleh negara.

Siklus korupsi, politik uang, besarnya biaya pemilu, ekstraksi sumber daya alam, dan kekerasan aparat terhadap protes-protes warga menjadi lingkaran setan yang harus diputus. Berbagai solusi potensial untuk memutus rantai tersebut membutuhkan pendalaman bersama untuk menghadirkan solusi bagi penataan hubungan negara dan masyarakat di Indonesia.

Ketua NU Belanda M Latif Fauzi menyebut bahwa dialog ini penting untuk menganalisa bagaimana perkembangan demokrasi dan hak kewargaan dijamin dalam pemerintahan Joko Widodo dan KH Ma’ruf Amin 5 tahun mendatang. Saat membuka dialog, Yance Arizona sebagai moderator mewakili Lakpesdam NU menyebut bahwa pertanyaan mendasar yang coba dibahas dalam dialog ini adalah bagaimana masa depan politik kewargaan atau biasa disebut citizenship saat para elit politik makin terkonsolidasi dan imun terhadap kritik publik. Utamanya saat pembuatan regulasi yang cenderung abai pada aspirasi publik.

Protes #reformasidikorupsi akhir September 2019 menunjukkan bahwa saluran aspirasi publik melalui parlemen tidak berjalan sehingga menyebabkan kebuntuan dialog antara warga dan negara. (tim)

 

Berita Terkait

Bangsaonline Video