
SURABAYA,BANGSAONLINE.com -Center for Statecraft and Citizenship Studies (CSCS) Universitas Airlangga menyelenggarakan Diskusi Publik dengan tema 'Reformasi Demokrasi Elektoral Indonesia' di aula FISIP Unair, Selasa (23/9/2025).
Wakil Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia menyarankan sistem proporsional tertutup maupun sistem campuran dalam Pemilu.
"Ke depan harus jadi bagian diskusi mendalam," ucapnya.
Termasuk usulan calon presiden tidak boleh tunggal, namun juga tidak boleh terlalu banyak. Bisa diawali seleksi ketat terhadap partai politik peserta Pemilu.
Menurut Doli ini merupakan pesan dari putusan Mahkamah Konstitusi yang berkaitan dengan penghapusan ambang batas presiden.
"Jadi kita diminta untuk melakukan rekayasa konstitusi," tegasnya.
Dia menjelaskan ini kemudian sebagai bahan pertimbangan dan kemudian dan menjadi semacam pesanlah bahwa pemerintah undang-undang diminta untuk melakukan rekayasa konstitusi.
"Atau mengatur supaya tadi itu calonnya enggak boleh tunggal dan tidak boleh terlalu banyak. Nah, itu nanti yang kita harus cari formulanya dalam rangka melakukan rekayasa konstitusi sebagai amanat dari Mahkamah Konstitusi itu," urainya.
Selain itu Doli juga membahas tentang perumusan ulang Parliementary Threshold atau ambang batas pencalonan dan besaran kursi per daerah pemilihan dalam rangka mendekatkan antara pemilih dan calon anggota legislatif. Sehingga konstituen bisa leluasa mengenal calonnya secara intens.
Sementara itu Prof. A. Ramlan Surbakti, Drs., MA., Ph.D., menambahkan pada saat Pemilu 2024 terjadi koalisi gemuk yang mengakibatkan kekosongan kandidat potensial dari parpol lain.
"Rekomendasi yang diberikan adalah Reformasi kepartaian antara lain integrasi UU Pemilu. Kemudian kesetaraan hak suara one person one vote juga harus diwujudkan melalui Pemilu yang fair, bebas tanpa intimidasi, dan adil," ujar Prof Ramlan.
Diskusi publik ini bertujuan untuk membedah secara mendalam empat agenda reformasi krusial.
Yaitu reformasi Pilkada, penguatan regulasi dan pengawasan untuk mengatasi politik uang serta politisasi ASN, reformasi internal partai politik, dan penjajakan instrumen inovatif berupa sertifikasi demokrasi.
Dengan menghadirkan beberapa narasumber. Yakni, Kepala Departemen Ilmu Politik FISIP Unair Prof. Dr. Dwi Windyastuti Budi Hendrarta, Wakil Ketua Komisi II DPR RI Dr. H. Ahmad Doli Kurnia Tandjung, Guru Nesar Ilmu Politik Unair Prof. A. Ramlan Surbakti, Pendiri CSCS Unair Airlangga Pribadi Kusman dan Komisioner KPU RI August Mellaz yang hadir secara daring.
Airlangga Pribadi mengatakan, kegiatan ini dirancang untuk mempertemukan para akademisi, praktisi, dan regulator guna merumuskan gagasan solutif atas stagnasi yang terjadi.
Melalui forum ini, diharapkan lahir sebuah pemikiran kolektif yang melampaui perbaikan teknis semata, namun menuju sebuah transformasi demokrasi yang substantif.
Yakni, dengan sistem pemilu yang efisien dan akuntabel, partai politik yang terlembaga dengan kaderisasi yang jelas, serta masyarakat sipil, termasuk perempuan, pemuda, dan kelompok disabilitas, yang berdaya sebagai aktor demokrasi, bukan sekadar objek elektoral.
"Persoalan-persoalan struktural ini bermuara pada satu kesimpulan. Bahwa demokrasi Indonesia masih terjebak dalam lingkaran proseduralisme yang mahal dan belum sepenuhnya melayani kepentingan publik," tandas Airlangga Pribadi. (mdr/van)