JAKARTA, BANGSAONLINE.com - Ketua Umum DPP PKB A Muhaimin Iskandar (Cak Imin) kembali tak memenuhi panggilan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk bersaksi dalam sidang dugaan korupsi di Direktorat Jenderal Pembinaan Pembangunan Kawasan Transmigrasi (P2KTrans).
"Muhaimin enggak bisa datang karena sakit, ada suratnya," kata Jaksa KPK, Kristanti Yuni di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Kemayoran, Jakarta Pusat, Rabu (3/2/2016).
Baca Juga: Hadiri Kampanye Akbar Luluk-Lukman di Gresik, Cak Imin akan Sanksi Anggota DPRD yang tak Bergerak
Menurut Yuni, pihaknya akan kembali melayangkan surat panggilan untuk Cak Imin agar hadir memberikan kesaksian dalam kasus yang menjerat mantan anak buahnya, eks Dirjen P2KTrans, Jamaluddien Malik.
Dua kali Cak Imin tidak memenuhi panggilan Jaksa KPK. Pertama dia dipanggil pada Rabu 27 Januari 2016 dan yang kedua kalinya pada hari ini, Rabu 3 Februari 2016 dengan alasan sakit.
Dengan ketidakhadiran Cak Imin, Jaksa KPK Yuni, memastikan tak akan menyerah untuk memanggil kembali. Jaksa Yuni memastikan pihaknya akan kembali memanggil politikus PKB itu dalam persidangan berikutnya.
Baca Juga: Politikus PKB Kota Batu Beri Ucapan Selamat kepada KH Ma'ruf Amin dan Gus Muhaimin
"Ya nanti (dipanggil ulang), kita lihat apakah kita masih membutuhkan keterangannya atau tidak," tukasnya okezone.com.
Sebelumnya, pada persidangan Rabu 27 Januari 2016 lalu, orang nomor satu di PKB itu sebenarnya sudah dipanggil untuk menjadi saksi. Namun, dia tak memenuhi panggilan menjadi saksi Jamaludin lantaran sedang sakit.
Mantan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) itu sudah pernah diperiksa oleh penyidik KPK. Saat itu, Cak Imin mengatakan sudah menjelaskan semuanya kepada penyidik lembaga antirasuah ini.
Baca Juga: Anggota Fraksi PKB Kota Batu Respons Positif Hasil Muktamar Bali
Seperti diketahui, mantan Direktur Jenderal Pembinaan Pembangunan Kawasan Transmigrasi Kemenakertrans Jamaluddien Malik didakwa menerima Rp 21,38 miliar dari anak buahnya, pihak swasta, dan kepala daerah pada periode 2012-2014.
Jamaluddien didakwa dengan dua dakwaan. Pertama, dia didakwa memaksa pejabat pembuat komitmen (PPK) yang berada di bawah lingkup Ditjen P2KTrans untuk memotong anggaran periode 2012-2014 hingga mencapai Rp 6,734 miliar.
Kedua, Jamaluddien didakwa menerima hadiah dari Ronald Lesley selaku Direktur PT Wilko Jaya hingga Rp14,65 miliar bersama-sama dengan Anggota Komisi II DPR dari fraksi Partai Golkar Charles Jones Mesang.
Baca Juga: Politikus PKB Kota Batu Sambut Baik Hasil Keputusan Muktamar Bali
Sebelumnya juga diberitakan, ada pengakuan mengejutkan dalam sidang kasus korupsi dengan terdakwa Jamaluddien Malik, mantan Direktur Jenderal Pembangunan Kawasan Transmigrasi (Dirjen P2KTrans) pada Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu (3/2/2016). Sekitar 10 orang saksi dari berbagai daerah mengaku diminta setor 10 persen dari proyek yang mereka terima.
”Padahal dalam kementerian (periode) sebelumnya tak pernah diminta setor seperti ini,” katanya kesal. Para saksi itu dipanggil dalam kasus dugaan korupsi pembinaan dan pembangunan kawasan transmigrasi (P2KTrans) di Kemnakertrans tahun 2013-2014.
Mereka mengaku setor kepada kementerian dan keperluan Banggar DPR. "Kalau kita tak setor tak dapat proyek,“ katanya sembari mengatakan bahwa proyek itu akan dipindah ke daerah lain jika dirinya tak setor 10 persen.
Baca Juga: Tembakan Gus Yahya pada Cak Imin Mengenai Ruang Kosong
Dalam sidang kasus korupsi ini Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK) memanggil 18 saksi untuk menggali kasus dugaan korupsi pembinaan dan pembangunan kawasan transmigrasi (P2KTrans) di Kemnakertrans tahun 2013-2014 ini. Di antara saksi yang dipanggil adalah A Muhamin Iskandar, mantan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Nama Cak Imin – panggilan Muhaimin Iskandar – tercatat no 18 dalam deretan saksi yang dipanggil jaksa penuntut umum. Namun Cak Imin mangkir.
Dalam sidang minggu lalu, seperti dilansir Tribunnews, jaksa sebenarnya sudah meminta Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa tersebut untuk bersaksi. Namun Cak Imin tidak memenuhi panggilan sidang.
"Yang bersangkutan tidak hadir namun dengan keterangan surat," kata jaksa KPK Abdul Basir, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (27/1/2016) lalu.
Baca Juga: Jelang Muktamar, PKB Kota Probolinggo Dukung Muhaimin
Muhaimin sebelumnya pernah diperiksa KPK dalam penyidikan Jamaluddin Malik pada 28 Oktober 2015 dengan kapasitasnya selaku Menakertrans. Jamaluddin sendiri dijerat KPK selaku Dirjen P2KTrans.
Diberitakan sebelumnya, Jamaluddien didakwa melakukan pemaksaan kepada anak buahnya, para pejabat pembuat komitmen (PPK) untuk mengumpulkan duit demi membiayai keperluan pribadi Jamal.
Selain itu, bersama Achmad Said Hudri selaku Sekretaris Ditjen (Sesditjen) P2KTrans telah menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum.
Baca Juga: Dinilai Berprestasi, PKB Tuban Dukung Muhaimin Maju Ketum Periode 2024-2029
Jaksa KPK Mochamad Wirasakjaya dalam persidangan menyebutkan, terdakwa mempunyai kekuasaan untuk mengawasi, memimpin, mengkoordinasikan, memberikan bimbingan dan petunjuk bagi pelaksanaan tugas bawahannya pada Direktorat Jenderal Pembinaan Pembangunan Kawasan Transmigrasi memerintahkan para pejabat pembuat komitmen (PPK) yang berada di bawah lingkup Ditjen P2KTrans untuk menyerahkan sejumlah uang yang guna kepentingan terdakwa.
Menurutnya Jamaluddien telah memerintahkan para pejabat pembuat komitmen (PPK) yang berada di bawah lingkup Ditjen P2KTrans. Yakni Djoko Haryono, Rini Nuraini, Darmansyah Nasution, Rina Puji Astuti, Rini Birawaty, Mamik Riyadi, dan Syafrudin untuk memberikan sejumlah uang padanya untuk keperluan pribadinya.
Mereka diketahui melakukan pemotongan pembayaran dengan cara mencairkan anggaran untuk kegiatan fiktif yang bertentangan dengan UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.
Baca Juga: DPC PKB Bangkalan Usulkan Muhaimin Kembali jadi Ketua Umum 2024-2029
"Memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar atau menerima pembayaran dengan potongan atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri," kata jaksa Wiraksajaya saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Rabu (2/12/2015).
Jamaluddien pun menerima uang total Rp 6,734 miliar hasil setoran uang dari para PPK pada tahun 2013 ataupun tahun 2014 saat Kemenakertrans dipimpin Muhaimin Iskandar. Seluruh duit diserahkan dalam bentuk tunai.
JPU menjelaskan, uang itu digunakan untuk kepentingan pribadi Jamaluddien. Misalnya, membiayai pengajian dalam rangka ulang tahunnya, mendanai acara pengajian rutin, serta uang saku perjalanan ke luar negeri.
Diduga uang itu tidak hanya mengalir ke Jamaluddien, ada pihak lain yang kecipratan.
"Untuk diberikan kepada staf khusus menteri, membayar pembantu di rumah dinas terdakwa, biaya operasional terdakwa, pajak mobil pribadi, pembuatan baju terdakwa, tagihan karangan bunga, beli satu unit treadmll dan kepentingan terdakwa lain," kata jaksa.
Jamaluddien juga memberikan uang kepada Achmad Said sebesar Rp 30 juta, I Nyoman Susinaya Rp 147 juta, dan Dadong Irbarelawan Rp 50 juta.
Atas tindakan yang dilakukan, Jamal didakwa melanggar Pasal 12 huruf e UU nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaiman telah diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News