Surabaya Bisa Kehilangan PAD Cukai Rokok Rp 56 Miliar

 Surabaya Bisa Kehilangan PAD Cukai Rokok Rp 56 Miliar

SURABAYA, BANGSAONLINE.com - terancam kehilangan Pajak dan Cukai rokok, jika pembuatan Raperda Kawasan Tanpa Rokok (KTR) berdampak pada tak diperolehnya pendapatan tersebut. Berdasarkan uraian yang dipaparkan perwakilan Badan Perencanaan dan Pembangunan Kota (Bappeko) saat hearing di Komisi D DPRD Surabaya tentang Raperda Kawasan Tanpa Rokok, selama ini pendapatan yang diperoleh dari Pajak dan Cukai Rokok mencapai Rp. 56 M.

Rinciannya, Pajak Rokok yang diterima Dinas Kesehatan bagi hasil dari Pemprov Jatim Rp. 5,2 M, RS Dr. Soewandi Rp. 20,7 M, RS. Bhakti Dharma Husada Rp. 4,64 M. Sedangkan Cukai Rokok yang diperoleh RS. Bhakti Dharma Husada Rp. 14 M dan RS. Dr. Soewandi Rp. Rp. 12 M.

Baca Juga: One Voice SMPN 1 Surabaya Raih Juara Dua Kategori Bergengsi di SWCF 2024

Kepala Dinas Kesehatan Kota Surabaya, Febria Rahmanita usai hearing di Komisi D menyatakan, tak mempermasalahkan hilangnya dana yang diperoleh dari pajak dan . Apa sebab? Menurutnya, pendapatan tersebut tak sebanding dengan biaya pengobatan. “Perokok pasif lebih berisiko terkena penyakit yang berbahaya dibanding perokok itu sendiri,” tandas dia.

Untuk itu, pihaknya berupaya untuk mengantisipasinya. Ia mengakui, pendapatan yang diperoleh dari pajak dan cukai juga diperuntukkan beberapa kegiatan yang berkaitan dengan pencegahan penyakit akibat merokok.Kemudian untuk pemenuhan peralatan kesehatan terhadap penyakit yang timbul sebagai dampak merokok, seperti jantung, Paru-paru dan kanker. “Semuanya (pendapatan) itu memang untuk mencegah bahaya itu,” ungkapnya

Febria menepis, jika Perda Kawasan tanpa Rokok (KTR) dan Kawasan terbatas Merokok (KTM) No. 5 Tahun 2008 yang berlaku selama ini tak efektif. Dalam pemaparan di hadapan para anggota dewan, ia menyebut hingga tahun 2015, pihaknya bersama SKPD terkait telah menindak 36 perokok yang melanggar aturan yang ada.

Baca Juga: SWCF 2024 Jadi Ajang Kenalkan Seni dan Budaya Surabaya ke Kancah Internasional

Sedangkan, 65 tempat diketahui tak memasang tanda larangan merokok. “Pelanggaran itu terjadi di apotik, rumah sakit dan sebagainya,” ungkapnya.

Selain memberikan peringatan, beberapa pelanggar menjalani sidang ditempat. Menurutnya, pelanggaran yang terjadi, rata-rata para perokok tak menggunakan area merokok yang disediakan oleh institus terkait.

“Seperti ini (menunjuk ruang KTR di DPRD), mereka gak merokok di dalam tapi di luarnya,” paparnya

Baca Juga: Pemkot Surabaya Raih UHC Award 2024, Anggarkan Rp500 Miliar per Tahun untuk Warga Berobat Gratis

Nantinya, jika Perda kawasan tanpa Rokok diberlakukan, sudah tak ada lagi Ruang Merokok. Febria menegaskan, semua ruangan merokok akan dibongkar. “Jadi kalau merokok di luar gedung,” tegasnya.

Febria Rahmanita, sesuai raperda yang disusun, akan dibentuk satgas. Satgas tersebut berada di masing-masing Satuan Perangkat kerja Daerah (SKPD).

Apabila ada pelanggaran di mall, yang menindak adalah Disperindag, di sarana kesehatan ranah Dinas kesehatan, sedangkan di angkutan umum kewenangannya berada di Dinas Perhubungan. “Satgasnya berasal dari IAKMI (Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia), LSM dan Satpol PP,” terangnya.

Baca Juga: Anak Anggota DPRD Surabaya Jadi Korban Jambret di Galaxy Mall

Sanksi yang dikenakan, denda Rp. 250 ribu – 50 juta. Sedangan terhadap tempat yang dijadikan kawasan tanpa rokok bisa berupa pencabutan usaha/kegiatan.

Sebelumnya, dalam hearing di Komisi A, beberapa anggota dewan sempat mempertanyakan alasan penyusunan raperda kawasan Tanpa Rokok. Pasalnya, mereka menilai Perda Kawasan Terbatas Merokok dan Kawasan Tanpa Rokok sebelumnya dinilai belum efektif pelaksanaannya.

Anggota Komisi A, Sugito mengatakan, dirinya mendukung apabila raperda tersebut bertujuan untuk mengatur dan melindungi. Namun jika berwujud pelarangan, ia khawatir dampaknya cukup luas. “Bagaimana dengan perputaran ekonominya, mulai pedagang rokok dan sebagainya. Kita juga harus melihat dampak ekonominya,” terangnya

Baca Juga: Kampung Madani di Krembangan, Wujud Semangat Gotong Royong Masyarakat

Senada dengan itu, BF Sutadi menyatakan, selain harus ada kajian kesehatan, pihanya juga berharap Dinas Kesehatan juga mencantumkan kajian ekonomi. “Kajian ekonomis terkait dampak PAD, kemudian bagaimana dengan iklan rokok,” tanyanya

Politisi Partai Gerindra ini khawatir, dalam penerapan Perda terjadi ambivalen, karena disisi lain, pemerintah kota masih memberi kesempatan iklan rokok. “Jika berkaitan dengan iklan jangan sampai ambivalen,” katanya. (lan/ns)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO