JEMBER, BANGSAONLINE.com - Perayaan Tahun Baru Imlek 2571 Kongzili juga dirayakan di Tempat Ibadah Tri Dharma (TITD) Pay Lien San di Desa Glagahwero, Kecamatan Panti, Jember, Jawa Timur, Sabtu (25/1). Namun di klenteng ini, perayaan yang dilaksanakan serasa berbeda.
Pasalnya vihara itu hanya berjarak 5 meter dengan masjid Al Barokah yang sering digunakan umat muslim untuk salat berjamaah. Sehingga nilai toleransi antara dua tempat ibadah sangat terasa.
Baca Juga: Seribu Massa SSC di Jember Nyatakan Dukung Khofifah-Emil
Bentuk silaturrahim ini bahkan terjaga bertahun-tahun, meskipun hingga saat ini tidak ada yang tahu tempat ibadah mana yang lebih dahulu berdiri.
"Menyambut Tahun Baru Imlek 2571 ini, sebagai bentuk silaturrahim antar umat beragama, kami berbagi sembako dengan warga sekitar. Tapi ini tidak berlaku saat Imlek saja, saat Idul Fitri juga sama. Saling toleransi lah," kata Wakil Ketua TITD Pay Lien San Hery Novem Stadiono saat dikonfirmasi wartawan.
Menurutnya, momen Imlek ini adalah silaturrahim antara tua dan muda, dengan makan-makan bersama untuk menghilangkan perbedaan.
Baca Juga: DPPTK Ngawi Boyong Perwakilan Pekerja Perusahaan Rokok untuk Ikuti Bimtek di Jember
"Dulu rumah ibadah ini rumah kecil, banyak orang datang dan sendirian yang ngurus. Akhirnya dibangun vihara ini, dan umat juga semakin banyak. Kemudian direnovasi lagi tahun 2001 untuk jadi tempat ibadah, dengan bersebelahan dengan masjid ini," ujar dia.
Lebih dahulu mana antara rumah ibadah dengan masjid itu berdiri, pria yang memiliki nama Cina Jap Swie Liong ini mengaku tidak tahu.
"Tidak jadi persoalan, masjid dulu atau vihara ini. Tapi semisal berkumandang adzan, kita berdoanya pelan-pelan. Intinya antar umat beragama juga saling menghargai, apalagi jaraknya (tempat ibadah) 5 meter dengan masjid terdekat," kata dia.
Baca Juga: Banyak Masjid di Indonesia Tak Terjaga Kesuciannya Gegara Ngepel Lantai Masjid Pakai Alat Pel WC
Senada dengan yang disampaikan Hery, takmir masjid Al Barokah Hasan juga membenarkan bentuk toleransi antar umat beragama itu. "Selain seperti sekarang membagikan sembako, bentuk toleransi kami juga tampak saat tahlilan Gus Dur (KH Abdurrahman Wahid) dulu," kata Hasan saat dikonfirmasi terpisah.
Hasan mengungkapkan, saat meninggalnya KH Abdurrahman Wahid, yang dinilai sebagai tokoh yang sangat menghargai toleransi antar umat beragama, kala itu selama 40 hari penuh diadakan tahlilan.
"Karena kan Gus Dur agama Islam, jadi di belakang klenteng itu digelar tahlilan selama 40 hari penuh, juga mengundang para kiai dan ulama. Intinya saling menghargai dan toleransi," ungkapnya.
Baca Juga: 5 Kendaraan Terlibat Kecelakaan Beruntun di Jember
"Saat azan menghargai, saat yang klenteng ada kegiatan ya kita tidak mengganggu," imbuh dia. (ata/yud/ns)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News