SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Sejak Calon Kapolri Komjen Listyo Sigit Prabowo mengatakan akan mewajibkan semua anggota Polri mengikuti kajian kitab kuning untuk meredam perkembangan teroris, diskursus tentang kitab kuning yang selama ini menjadi mata pelajaran utama di pesantren-pesantren Nahdlatul Ulama (NU), terus menggelinding.
Kali ini Dr. (HC) KH. Afifuddin Muhajir juga merespons. Wakil Pengasuh Pondok Pesantren Salafiyah Syafiiyah Sukorejo Situbondo Jawa Timur itu menegaskan bahwa ajaran dalam kitab kuning sangat moderat dan realistis.
Baca Juga: Polsek Prajurit Kulon Ikuti Peluncuran Gugus Tugas Polri Mendukung Program Ketahanan Pangan
“Ciri khas Islam yang paling menonjol adalah wasathiyah (moderatisme). Salah satu makna dari wasathiyah adalah al-waqi'iyah (realistis),” kata Kiai Afifuddin Muhajir - yang akrab dipanggil Kiai Afif - kepada BANGSAONLINE.com, Ahad (24/1/2021).
Ulama berwajah teduh itu lalu mencontohkan tentang syarat pemimpin dan hakim dalam perspektf kitab kuning. “Menurut kitab kuning syarat pemimpin - terutama kepala negara dan hakim-hakim pengadilan - sangatlah ketat. Salah satu syarat yang sulit dipenuhi adalah kemampuan untuk berijtihad yang pasti sangat sulit dipenuhi pada masa sekarang. Akan tetapi ulama kitab kuning tidak menutup mata dari realitas yang terjadi. Maka dalam kondisi darurat mereka membolehkan atau mengesahkan tampilnya pemimpin yang tidak memenuhi syarat ketika memang tidak ditemukan orang yang memenuhi syarat,” kata Kiai Afif yang pada 20 Januari 2021 lalu mendapat Doctor Honoris Causa (DHC) dari Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang.
Kiai Afif kemudian menunjukkan bukti sejarah legitimasi para kiai NU atau ulama kitab kuning pada Presiden Soekarno. “Atribut ‘waliyul amri adh-dharuri bisy-syaukah’ yang disandangkan kepada Presiden Soekarno merupakan salah satu bukti pengakuan ulama kitab kuning tentang keabsahan pemimpin yang tidak memenuhi syarat ideal,” kata Kiai Afif yang banyak melahirkan karya tulis tentang fiqh dan ushul fiqh berbahasa Arab, diantaranya Fathul Qoribil Mujib.
Baca Juga: Silaturahmi Pj Gubernur Jatim, Kapolri dan Panglima TNI Singgung Insiden Berdarah di Sampang
Menurut Kiai Afif, syarat bolehnya memakzulkan pemimpin menurut kitab kuning tidak kalah ketat dari syarat mengangkat pemimpin. “Pemimpin yang dalam perjalanannya jauh dari harapan rakyatnya tidak boleh dimakzulkan, kecuali telah secara terang-terangan membuat kebijakan yang anti Islam (kekufuran),” tegas Wakil Rais Syuriah PBNU itu.
Menurut kitab kuning, tutur Kiai Afif lagi, rakyat wajib menaati pemerintah dalam keadaan suka maupun duka sepanjang apa yang diperintahkan bukan perkara maksiat yang bertentangan dengan perintah Allah dan Rasulnya. “Namun rakyat diperintah untuk kritis kepada pemerintah dengan melaksanakan amar ma'ruf nahi munkar dengan cara yang ma'ruf sehingga tidak menimbulkan kemunkaran yang lain,” katanya.
Kitab kuning juga mengajarkan saling menghargai perbedaan satu sama lain karena perbedaan merupakan fitrah kemanusiaan.
Baca Juga: Kapolri dan Panglima TNI Luncurkan Gugus Tugas Polri Mendukung Program Ketahanan Pangan di Sidoarjo
Seperti diberitakan BANGSAONLINE.com, Calon Kapolri Komjen Listyo Sigit Prabowo akan mewajibkan anggota Polri mengikuti kajian kitab kuning. Gagasan ini ia sampaikan untuk menangkal berkembangnya teroris.
Menurut Listyo, kebijakan mewajibkan anggota Polri mengikuti kajian kitab kuning itu sudah pernah ia praktikkan ketika menjabat Kapolda Banten. “Seperti di Banten, saya pernah sampaikan anggota wajib untuk belajar kitab kuning,” tegas Komjen Listyo Sigit Prabowo Listyo ketika uji kelayakan dan kepatutan di hadapan DPR RI, Rabu (20/1/2021).
Listyo menuturkan bahwa ide ini mendapat masukan dari para kiai atau ulama di Banten. “Saya yakini bahwa apa yang disampaikan ulama itu benar adanya. Maka dari itu, kami akan lanjutkan,” tegas Listyo yang kini menjabat Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Polri. (mma)
Baca Juga: Doa Bersama Kapolri dan Panglima TNI, Kiai Asep Duduk Satu Meja dengan Kapolda dan Pangdam V Jatim
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News