SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Rachland Nashidik, politikus Partai Demokrat, bicara blak-blakan soal gerakan ambil paksa kepemimpinan Partai Demokrat. Menurut dia, para pimpinan daerah Partai Demokrat sudah ditawari uang uang Rp 100 juta untuk menjatuhkan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dari Ketua Umum Partai Demokrat.
"Para Ketua DPD dan Ketua DPC Partai Demokrat dijanjikan sejumlah uang sebagai imbalannya (money politics)," kata Rachland, Senin (1/2/2021), dikutip Tempo.co.
Baca Juga: Di Rakor Pencegahan dan Penyelesaian Tidak Pidana Pertanahan 2024, AHY: Kita Tidak Tebang Pilih
Rachland Nashidik merinci bahwa setiap ketua DPC Partai Demokrat dijanjikan Rp 100 tapi tidak dibayar sekaligus. Para ketua DPC itu dibayar Rp 25-30 juta dulu. Pembayaran Rp 30 juta itu dilakukan saat mereka menandatangani dukungan untuk merebut Partai Demokrat lewat Kongres Luar Biasa (KLB). Sisanya dibayar setelah acara KLB selesai.
Rachland mengaku tidak mengetahui dari mana dana besar itu diperoleh. "Kami juga tidak punya bayangan apakah ada bandar besar yang membiayai gerakan ini," katanya.
Lalu siapa saja yang terlibat gerakan untuk menjatuhkan AHY? "Yang non kader partai adalah seorang pejabat tinggi pemerintahan, mohon maaf, yaitu Kepala Staf Presiden Jenderal TNI (Purn) Moeldoko," kata Rachland.
Baca Juga: Pemilih PDIP dan Demokrat di Jombang Terbelah, Dukung Warsubi-Salman pada Pilkada 2024
Dari mana informasi itu? Rachland menjelaskan, partainya menerima aduan dari banyak pemimpin dan kader di pusat maupun daerah tentang adanya gerakan dan manuver politik yang dilakukan sejumlah kader dan eks kader Demokrat bersama pihak eksternal.
Menurut dia, gabungan pelaku gerakan ini ada 5 (lima) orang. Yaitu terdiri dari satu orang kader aktif (J), satu orang anggota PD tidak aktif (sudah 6 tahun) (M), satu orang eks kader yang sudah lama (9 tahun yang lalu) meninggalkan partai karena menjalani hukuman akibat korupsi (N), dan satu orang eks kader yang telah meninggalkan partai 3 tahun yang lalu (D). Sedangkan yang non kader partai Moeldoko.
Lalu bagaimana respons Moeldoko? Orang dekat Jokowi itu minta AHY tak menjadi pemimpin yang baperan dan mudah terombang-ambing.
Baca Juga: Upaya Percepatan Proses Persetujuan KKPR, Menteri ATR/BPN Minta Dukungan AHY
“Saran saya, menjadi seorang pemipin harus menjadi pemimpin yang kuat. Jangan mudah baperan, jangan mudah terombang-ambing,” kata Moeldoko dikutip republika.co.id, Senin (1/2).
Meski demikian ia mengakui telah menerima tamu secara bergelombang. Tamu itu di antaranya memang bicara tentang kondisi Partai Demokrat. Mendengar cerita yang disampaikan oleh para tamunya mengenai kondisi Partai Demokrat itu, Moeldoko pun mengaku prihatin. Sebab, ia juga mengaku termasuk kalangan yang mencintai Partai Demokrat.
Moeldoko juga menyinggung terkait masalah kudeta. Menurutnya, kudeta terjadi dari dalam internal partai, bukan dari luar. “Kalau istilah kudeta ya dari dalam (Partai Demokrat), bukan dari luar,” katanya.
Baca Juga: Kementerian ATR/BPN Topang Pembangunan Infrastruktur, Nusron Wahid Siapkan Panitia Pengadaan Tanah
Moeldoko tak menyebut siapa saja tamu yang datang ke kediamannya. Tapi ia sempat menyinggung soal larangan anak buah tak boleh pergi ke manapun. “Kalau anak buahnya tidak boleh pergi ke mana-mana ya diborgol saja,” tegasnya.
Ia minta agar masalah tersebut tak dikaitkan dengan Presiden Jokowi. "Dalam hal ini, saya mengingatkan, sekali lagi jangan dikit-dikit Istana. Dan jangan ganggu Pak Jokowi dalam hal ini. Karena beliau dalam hal ini tak tahu menahu sama sekali. Gak tahu apa-apa dalam hal ini, dalam isu ini. Jadi itu urusan saya, Moeldoko ini, bukan selaku KSP," kata Moeldoko.
Sementara pengamat politik Ahmad Khoirul Umam menilai langkah AHY yang merespons cepat sangat tepat. Menurut dia, upaya pembajakan partai politik bisa dilakukan secara cepat dan sistematis.
Baca Juga: Di Rakerda Partai Demokrat Jatim, Khofifah Minta Setiap TPS Wajib Ada Saksi untuk Amankan Suara
"Wajar AHY merespons cepat dan tegas. Karena jika dibiarkan, tindakan makar itu bisa berjalan cepat dan sistematis," kata Umam di Jakarta, Senin (1/2/2021).
Sikap responsif AHY, menurut Umam, dapat dipahami. Sebab, jika tidak diantisipasi, upaya pembajakan kepemimpinan politik itu bisa dilakukan secara cepat dan sistematis. Umam mencontohkan apa yang terjadi pada Partai Berkarya. Semula, pihak-pihak internal Partai Berkarya tidak percaya bahwa pencaplokan kepemimpinan partai tersebut akan terjadi.
Namun ketika tiba-tiba muncul gerakan KLB dadakan, kemudian dengan begitu cepat mendapatkan legalisasi Kemenkumham, mereka baru terkaget-kaget. "Itu akibat dari sikap menyepelekan setiap informasi intelijen. Dalam dunia intelijen, sekecil apa pun informasi tidak boleh disepelekan, meskipun tidak boleh dipercaya begitu saja," kata Umam yang Dosen Ilmu Politik dan International Studies Universitas Paramadina.
Baca Juga: Presiden Prabowo Lantik Nusron Wahid Jadi Menteri ATR/BPN
Seperti diberitakan BANGSAONLINE.com, Ketua Umum Partai Demokrat (PD) Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) mengaku telah mengirimkan surat kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) karena ada pejabat penting di lingkaran dekat Jokowi mau kudeta atau ambil paksa kepemimpinan Partai Demokrat.
"Tadi pagi, saya telah mengirimkan surat secara resmi kepada Yang Terhormat Bapak Presiden Joko Widodo untuk mendapatkan konfirmasi dan klarifikasi dari beliau terkait kebenaran berita yang kami dapatkan ini," kata AHY dalam konferensi pers di Kantor DPP Partai Demokrat, Jakarta, Senin (1/2).
AHY semula mengaku tak percaya. Ia juga mengaku tetap mengedepankan praduga tak bersalah.
Baca Juga: Awali Sambutan di Sertjiab Menteri ATR/BPN, Nusron Wahid Ajak Doa Bersama untuk Ibunda AHY
Ia baru percaya setelah mendapat laporan dari lebih 8 saksi yang telah bertemu dengan pejabat penting di lingkaran Jokowi. Para saksi tersbut mengaku mendengar langsung dari pejabat penting itu, termasuk rencana kudeta yang akan dilakukan.
AHY bahkan menyebut ada lima sosok sekaligus latar belakangnya yang akan melakukan kudeta itu. Yaitu, satu kader Demokrat aktif, satu kader yang sudah enam tahun tidak aktif, satu mantan kader yang sudah sembilan tahun diberhentikan dengan tidak hormat dari partai karena menjalani hukuman akibat korupsi, satu mantan kader yang telah keluar dari partai tiga tahun lalu dan satu orang non kader partai atau seorang pejabat tinggi pemerintahan.
Apa langkah AHY? Ia mengaku akan tetap mempertahankan kedaulatan dan kehormatan partai. Ia tak rela kekuasaannya diambil alih secara inkonstitusional oleh siapa pun.
Baca Juga: Pesan AHY Sebelum Akhiri Kerja: Perangi Mafia Tanah
"Saya telah menerima surat pernyataan kesetiaan dan kebulatan tekad, dari seluruh pimpinan di tingkat daerah dan cabang di seluruh Indonesia, untuk tunduk dan patuh kepada Partai Demokrat dan kepemimpinan hasil Kongres V Partai Demokrat yang sah," kata dia. (tim)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News