Berpendapatan Rp 450 T, Raja Minyak OK Lim Suka Berjudi, Bangkrut Hadapi 130 Tuduhan

Berpendapatan Rp 450 T, Raja Minyak OK Lim Suka Berjudi, Bangkrut Hadapi 130 Tuduhan Dahlan Iskan

SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Dramatis. Itulah nasib yang dialami OK Lim. Raja minyak itu kaya raya. Pernah berpendapatan Rp 450 triliun. Tapi kini bangkrut. Bahkan jika ia dulu naik Rolls-Royce kini pakai kursi roda.

Lebih memprihatinkan lagi, pada usia 79 tahun ia menghadapi 130 tuduhan penggelapan, penipuan, pemalsuan, dan sejenisnya.

Baca Juga: Dituding Murtad, Dahlan Iskan Jawab dengan Shalat

Tapi benarkah ia suka berjudi? Silakan simak tulisan wartawan terkemuka Dahlan Iskan pagi ini di Disway dan BANGSAONLINE.com edisi Ahad 11 Juli 202. Selamat membaca:

IA kaya raya. Luar biasa. Anda mungkin pernah mengisi bensin kendaraan Anda dari minyak miliknya di . Lewat Pertamina.

Anda tentu tidak pernah mendoakan agar ia celaka. Ia sendirilah yang mencelakakan dirinya. Di umurnya yang kini sudah 79 tahun. Yang dulu naik Rolls-Royce dan kini harus pakai kursi roda.

Baca Juga: Aneh, Baca Syahadat 9 Kali Sehari Semalam, Dahlan Iskan Masih Dituding Murtad

Bulan lalu tuduhan kepadanya ditambah lagi dengan 105 tuduhan baru. Penggelapan, penipuan, pemalsuan, dan segala macam perkara sejenis itu. Total, ditambah tuduhan tahun lalu, ia harus menghadapi 130 tuduhan di pengadilan.

Entah berapa tahun hukuman yang akan dijatuhkan kepadanya. Kalau semua hukuman itu kelak dijumlahkan. Pun kalau ia akan dihukum.

Nama orang superkaya itu, rasanya, Anda sudah tahu: . Aslinya: Lim Oon Kuin. Ia punya dua orang anak: Mr Evan Lim Chee Meng dan Mrs Lim Huey Ching.

Baca Juga: Pemilu Dungu, Pengusaha Wait and See, Ekonomi Tak Menentu

punya tandon minyak mentah terbesar di Asia: Hin Leong Trading Pte Ltd. Tangki-tangki raksasanya bisa memuat minyak dari dua tankers paling besar di dunia. Letaknya di sebuah pulau di jari-jari .

memang salah satu pedagang minyak terbesar di Asia. Pendapatan setahunnya pernah mencapai Rp 450 triliun.

Media di menyebutkan memang suka judi. Termasuk judi dalam bentuk spekulasi. Di perdagangan minyak. Harga naik diperjudikan. Harga turun diperjudikan. Ia memang suka spekulasi. Mengandalkan ketajaman intuisi bisnisnya.

Baca Juga: Kantor Imigrasi Blitar Deportasi Gadis Berkewarganegaraan Ganda ke Singapura

Perjudian terbesarnya terjadi tahun lalu. Ketika Wuhan dalam penderitaan besar: dihantam wabah Covid-19. Sampai harga minyak mentah dunia, waktu itu, turun. Drastis. Tinggal USD 50/barel. Dari dua bulan sebelumnya yang masih USD 70.

Tempulu harga begitu rendah memutuskan untuk memborong minyak mentah. Tanpa hedging. Ia begitu yakin apa yang terjadi di Wuhan segera teratasi. Harga minyak pun segera naik lagi.

Baca Juga: Tiongkok Banjir Mobil Listrik

Ia juga percaya benar kemampuan pemerintah Tiongkok. Dalam memadamkan wabah di Wuhan itu. Bahkan ia percaya wabah itu tidak akan meluas ke mana-mana.

Meleset. Salah besar.

Ups, tidak sepenuhnya salah. Bahwa Wuhan cepat teratasi, ia benar. Bahwa pemerintah Tiongkok berhasil memadamkannya, ia benar.

Baca Juga: Hati Rakyat Sulit Dibeli, Partai Penguasa Gagal Menang

Selebihnya ia salah besar.

Covid-19 merajalela ke seluruh dunia. Pun sampai sekarang.

Harga minyak mentah terus mengalami kemerosotan. Tajam sekali.

Baca Juga: Anak Muda Israel Full Stress

Setiap kali harga minyak mentah itu turun, setiap itu juga nilai minyak yang ditimbun turun. Padahal timbunan minyak itu menjadi jaminan untuk kredit bank. Ia mampu melakukan penimbunan dengan uang dari bank. Ia memang harus membayar bunga bank, tapi tidak akan ada artinya kalau harga minyak naik lagi.

Tapi harga minyak terus turun.

Setiap kali harga itu turun, nilai jaminan banknya menjadi tidak cukup lagi. harus menambah jaminan. Turun lagi. Tambah jaminan lagi.

Baca Juga: Doni Monardo Bekerja Habis-habisan

Padahal harga minyak masih turun terus. Dari 50 ke 45. Ke 40. Ke 35. Ke 30. Ke 25. pun panik. Beberapa waktu kemudian masih turun lagi menjadi USD 20/barel.

tidak kuat lagi. Ia mulai berpikir memainkan angka-angka. Ia panggil direktur keuangan perusahaannya. Ia minta sang direktur membuat pembukuan sesuai yang ia inginkan. "Kalau ada risikonya saya yang bertanggung jawab," ujar kepada bawahannya itu, seperti dilaporkan di media . Sang bawahan minta agar perintah itu tidak hanya lisan. Itulah yang kemudian jadi bukti bahwa semua yang dilakukannya atas perintah pemilik perusahaan.

Misalnya, agar perusahaan membuat buku yang tidak senyatanya. Yang mestinya rugi dibuat tetap berlaba. Labanya dibuat besar, USD 800 juta. Agar tetap bisa mendapat kepercayaan dari bank. Untuk terus menambah kredit.

Langkah besar lainnya: menjual stok minyaknya. Dengan harga rugi. Untuk menutup cash flow yang terus memburuk.

Padahal stok itu dijaminkan ke bank. Yang setiap menjualnya harus melapor ke bank. Dan uangnya harus masuk bank.

Tapi menjualnya diam-diam. Agar bisa menggunakan hasilnya untuk tutup sana-sini.

Ibarat perjudian beneran, agar bisa terus memainkan kartunya. Tapi ia tidak kunjung punya kartu as. Dari waktu ke waktu, terus mengalami kekalahan.

Lantas terbongkar. Sudah terlalu banyak kartu palsu yang ia mainkan. Ketahuan. Persoalannya bukan lagi di ranah hukum dagang. Tapi sudah ke ranah pidana. keras dalam hal ini. Tidak peduli siapa . Yang bisnisnya pernah ikut membawa menjadi salah satu sentral perdagangan minyak dunia.

Awalnya begitu harum nama di mata siapa saja. Termasuk di mata pemerintah . Kini nama itu begitu busuknya di mata perbankan dan di mata hukum.

Orang yang begitu kaya menjadi tidak bermakna. Orang yang begitu gagah langsung ke kursi roda.

Hartanya disita pengadilan. Di bawah pengelolaan independen. Perusahaannya dijalankan oleh profesional yang ditunjuk pengadilan. sendiri tidak kuat. Ia membawa perusahaannya ke pengadilan: untuk di PKPN, dinyatakan bangkrut.

Rumah-rumahnya di dan di Australia dibekukan. Salah satunya sebuah rumah yang di disebut bungalow. Luasnya 3.000 m2. Hanya ada beberapa rumah seperti itu di sana. Yang kalau dijual hanya warga yang boleh membelinya.

Meski semua aset sudah dibekukan –senilai sekitar Rp 50 triliun– tidak bisa terhindar dari penjara. Padahal total asetnya itu masih cukup untuk menutup ke semua kreditnya. Yakni ke 4 bank. Senilai sekitar Rp 50 triliun juga.

Asetnya yang paling berharga adalah kapal-kapal tankernya. punya 130 buah kapal. Tapi melakukan perbuatan pidana.

Kalau saja semua kesulitan itu murni akibat risiko bisnis, masih bisa bernapas. Tapi urusan sekarang ini sangat berbeda. Bahkan sisa umurnya pun tidak akan cukup untuk menjalani hukumannya.

Bisnis itu juga soal waktu. Yang mengalahkan perjudian juga waktu. Ia tidak berhasil melewati waktu terburuknya. Padahal kalau saja semua itu terbongkar enam bulan kemudian ceritanya bisa lain. Harga minyak belakangan naik lagi. Bahkan bulan lalu sudah USD 79 barel. Sudah USD 20 di atas harga saat ia mulai menimbun.

Terlambat. sudah telanjur jadi tersangka.

Harta dua anaknya juga dibekukan. Untuk hidupnya sehari-hari pengadilan menjatuhkan putusan bulan lalu: hanya boleh menghabiskan USD 10.000/minggu per orang. Sekitar Rp 120 juta/minggu/orang.

Yang dimaksud per orang adalah: , istri, anak (dua orang), menantu (dua orang), dan cucu-cucu. Masing-masing boleh menghabiskan USD 10.000/minggu untuk keperluan hidup mereka.

Mereka juga masih boleh menggunakan uang untuk membayar pengacara –asal tarifnya harus wajar.

Sebenarnya masih ada satu keinginan yang belum terpenuhi. Yakni membangun kilang BBM terbesar di Asia. Kapasitasnya 600.000 barel.

Lokasinya pun sudah ia pilih: di sebelah pusat penimbunan minyak mentahnya itu. Agar efisien.

Sejak tahun 2010, berjuang mewujudkannya: belum berhasil. Dari empat kilang yang dimiliki empat perusahaan di sana, sudah memiliki kilang 1,4 juta barel. Kalau saja kilang milik berhasil punya kapasitas kilang 2 juta barel.

lahir di Kabupaten Putian, Fujian. Dulunya kabupaten ini amat miskin. Letaknya di antara kota Xiamen dan Fuzhou.

Ketika masih kecil ia ikut orang tua pindah ke . Waktu itu masih semiskin Indonesia.

Setelah remaja, mengerjakan apa saja di . Terutama mengirim bahan bakar dalam jumlah kecil-kecil ke perahu-perahu yang ada di pantai .

Dari situ berkembang menjadi . Dan kini harus mengenang semua itu dari atas kursi rodanya.

Ia susah sekali. Tapi rasanya masih lebih susah yang terkena Covid, yang tidak mendapat kamar di rumah sakit, yang tidak bisa dapat obat dan kalau pun akhirnya didapat harganya mahal sekali. (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO