Sebut Puan-Anies Capres, Christianto Wibisono, Pengusul Judi di DKI Jaman Ali Sadikin Meninggal

Sebut Puan-Anies Capres, Christianto Wibisono, Pengusul Judi di DKI Jaman Ali Sadikin Meninggal Dahlan Iskan

SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Saat Ali Sadikin menjabat Gubernur DKI Jakarta (1966-1977), Indonesia heboh. Ia melegalkan tempat perjudian untuk membangun Jakarta. Ia pun dijuluki sebagai gubernur maksiat.

Ternyata pelegalan judi itu tak lepas dari Christianto Wibisono yang kemudian dikenal sebagai pendiri PDBI (Pusat Data Bisnis Indonesia).

Baca Juga: Dituding Murtad, Dahlan Iskan Jawab dengan Shalat

“Tahun 1967 saya usul pembukaan casino utk dana pembangunan SD. Kalau tidak, 600 ribu anak usia sekolah telantar. Langsung dilaksanakan oleh Gub Ali Sadikin,” tulis Christianto Wibisono dalam WA kepada Dahlan Iskan.

Rabu lalu Christianto Wibisono meninggal dunia. Banyak sekali kenangan Dahlan Iskan tentang kiprah Christianto Wibisono. Apa saja?

Silakan simak tulisan wartawan kondang itu di Disway, HARIAN BANGSA dan BANGSAONLINE.com pagi ini 25 Juli 2021.

Baca Juga: Aneh, Baca Syahadat 9 Kali Sehari Semalam, Dahlan Iskan Masih Dituding Murtad

SUDAH 10 hari saya tidak menerima WA dari senior saya itu: Christianto Wibisono.

Tumben.

Biasanya hampir tiap hari beliau mengirimi saya info. Apa saja. Ekonomi, politik, agama, isi Disway pagi itu, dan –ini yang saya baru tahu– soal usulnya ke Gubernur Ali Sadikin agar membuka judi.

Baca Juga: Pemilu Dungu, Pengusaha Wait and See, Ekonomi Tak Menentu

Pak Chris, begitu saya memanggil Christianto Wibisono, meninggal Rabu lalu. Ia senior saya di majalah TEMPO. Ia ikut mendirikan majalah itu tahun 1971. Waktu saya masih berstatus magang 3 bulan (1975), namanya masih tercantum sebagai salah seorang direktur di majalah itu. Praktis TEMPO saat itu didominasi orang pantura: Harjoko Trisnadi orang Semarang, Chris orang Semarang, Goenawan Mohamad orang Batang, Fikri Jufri orang Pekalongan. Dirutnya yang orang Manado: Eric Samola. Baru Pak Eric dan Chris yang meninggal.

Tapi, saya tidak pernah melihat Pak Chris di kantor. Saya tidak pernah bertemu. Saya juga tidak pernah bertemu Goenawan Mohamad. Selama tiga bulan itu saya ingin sekali melihat Goenawan Mohamad itu seperti apa. Ia saya dewakan waktu itu. Yang aktif memimpin TEMPO saat itu sastrawan Bur Rasuanto –orang Rasuan, Sumsel, yang nama aslinya Burhanuddin. Bur-lah mentor magang saya.

Kelak, tiga tahun kemudian, saya baru bertemu Goenawan Mohamad. Bahkan, ia-lah yang mengedit tulisan panjang saya, laporan utama soal tenggelamnya kapal Tampomas –dengan pujian. Lalu, saya pernah diminta mengedit tulisan seorang Redpel TEMPO secara sembunyi-sembunyi. Agar sang Redpel tidak tersinggung. Sampai di situ saya belum juga tahu yang mana itu Christianto Wibisono. Beliau rupanya sudah tidak aktif sejak 1973 –berarti hanya dua tahun di TEMPO.

Baca Juga: Presiden Jokowi Ultah ke-63, Prabowo, Khofifah, hingga Anies Ucapkan Selamat

(Christianto Wibisono. foto: )

Pak Chris sebenarnya lahir di Jakarta –tiga bulan sebelum Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Tapi, ia selalu mengatakan dirinya orang Semarang.

Baca Juga: Cawe-Cawe Jokowi Jilid II, Disebut Jegal Anies dalam Pilgub DKI 2024

Ketika masih kecil, dengan nama Oey Koan Kok (黄建国, Huang Jian Guo), Pak Chris sudah dibawa pindah ke Semarang. Sekolah di Semarang. Sampai tamat SMAK Kolese Loyola di kota itu.

Tamat SMA, ia ke Jakarta. Untuk kuliah di Fakultas Hukum dan Kemasyarakatan Universitas Indonesia. Namun, belum setahun jadi mahasiswa UI, terjadilah pergolakan 1965. Mahasiswa UI menjadi pahlawan besar dan kiblat gerakan mahasiswa seluruh Indonesia. Rektor UI saat itu, Prof Mahar Mardjono, menjadi simbol pengayom gerakan mahasiswa –jauh sebelum jabatan itu jadi bahan ejekan luar biasa di akhir Juli 2021.

Pak Chris aktif di gerakan mahasiswa tersebut. Ia menjadi wartawan Harian Kami –corong gerakan mahasiswa saat itu. Koran tersebut dipimpin Nono Anwar Makarim –ayahanda Mendikbudristek sekarang, Nadiem Makarim.

Baca Juga: Kehilangan 9 Kursi DPRD DKI Gegara Musuhi Anies, PDIP Bakal Dukung Anies dalam Pilgub DKI?

Bakat Pak Chris di bidang tulis-menulis sudah unggul sejak di SMA. Keasyikannya sebagai wartawan pergerakan membuat kuliahnya tidak terurus.

Apalagi, ia kemudian ikut mendirikan majalah TEMPO. Setelah tidak di TEMPO lagi, Pak Chris kembali kuliah di UI. Di FISIP. Sampai tamat tahun 1978.

Tanggal 13 Juli lalu, ia masih kirim WA ke saya: hoax mengenai orang yang divaksin yang akan meninggal dua tahun kemudian.

Baca Juga: Saksi AMIN Beberkan Kecurangan Pemilu di Sampang: Oknum Polisi Minta Coblos 02 Biar Aman

Saya tidak berkomentar karena masih mengecek kebenarannya. Seminggu kemudian barulah saya dapat kepastian –dari India Today– bahwa itu hoax. Sang penerima hadiah Nobel tidak pernah mengatakan itu.

WA-nya yang sangat menarik dikirim ke saya 2 Juli lalu. Saya sertakan saja di sini sesuai dengan aslinya:

”Saya wartawan itu hobby merangkap profesi. Jadi tidak kenal pensiun. Karena gemar membaca dan menulis sejak SD lalu konkret jadi wartawan menulis apa yang langsung jadi kebijakan konkret.

Baca Juga: Tiongkok Banjir Mobil Listrik

Tahun 1967 saya usul pembukaan casino utk dana pembangunan SD. Kalau tidak, 600 ribu anak usia sekolah telantar. Langsung dilaksanakan oleh Gub Ali Sadikin. Saya, yang menulis di Harian KAMI, justru dapat hadiah skuter Lambretta, satu pribadi dan satu utk harian KAMI pimpinan Nono Makarim.

Jadi joke saya, lho ini saya anakbuah, karyawan malah setor upeti skuter sama bos. Saya umur 22 waktu itu, mulai jadi wartwan Harian KAMI 1966. Seandainya saya minta saham casino waktu itu, maka tidak akan di TEMPO dan PDBI krn CW langsung sudah jadi konglomerat 1967 ha3x.”

PDBI adalah singkatan Pusat Data Bisnis Indonesia. Pak Chris mendirikan lembaga riset dan konsultasi dengan nama itu. Itulah bisnis Pak Chris. Yang masih di lingkungan jurnalisme dan intelektual.

Pak Chris dikenal kritis pada dunia usaha dan pada siapa saja.

Praktik konglomerasi di Indonesia sering menjadi bahasan PDBI. Lengkap dengan pemetaan pemiliknya. Dan gurita bisnisnya.

Sebab itulah, Pak Chris kurang disukai konglomerat tertentu.

Tahun 1998, ketika terjadi pergolakan politik lagi di Jakarta, Pak Chris sangat terpukul. Putri tunggalnya menjadi salah seorang korban kekerasan wanita pada Mei 1998.

Pak Chris langsung membawa putrinya ke Amerika Serikat. Menenangkan diri di sana. Berobat di sana. Menyembuhkan trauma di sana.

Lama sekali Pak Chris menetap di Amerika. Bertahun-tahun. Hatinya sangat terluka. Sangat. Sampai sang putri, awalnya, begitu membenci Indonesia.

Sebenarnya Presiden Gus Dur menawarinya pulang. Ia akan dijadikan Menko Perekonomian. Tapi, Pak Chris memilih mendampingi sang putri di Amerika. Ia mencoba usaha kuliner di sana. Kurang berhasil.

Ia baru pulang setelah sang putri pulih. Ia melihat kenyataan perlakuan kepada Tionghoa sudah seperti layaknya warga negara lainnya. Tiba di Jakarta, ia hidupkan kembali PDBI. Tapi, zaman kebebasan sudah tiba. Data menjadi sangat terbuka. Tidak sama lagi dengan ketika PDBI dibangun. Waktu itu data yang dirilis PDBI selalu mengejutkan –Pak Chris bisa mendapat data dengan caranya sendiri.

Karya tulis yang legendaris dari Pak Chris adalah ”wawancara imajiner dengan Bung Karno”. Ia minta tanggapan almarhum Bung Karno mengenai kejadian-kejadian aktual di masa pemerintahan Presiden Soeharto sampai 1978. Itulah taktik Chris untuk menyindir pemerintahan Soeharto. Buku itu sensitif sekali. Laris sekali. Sampai dilarang dibaca dan diedarkan –bersamaan dengan pemberedelan 7 koran saat itu.

Akhirnya saya sering bertemu Pak Chris: di istana. Di zaman Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Yakni, ketika beliau menjadi anggota Wantimpres atau anggota Komite Ekonomi Nasional (KEN).

Setelah itu pun saya masih sering bertemu. Di kantor Pak Chairul Tanjung –diskusi rutin soal ekonomi terkini. Sebelum Covid.

Selama Covid, praktis hubungan kami hanya lewat telepon atau WA. Ia sering curhat soal berita di TEMPO. Ia juga sering mem-forward pembicaraan politiknya dengan para politikus.

Tanggal 24 Juni, Pak Chris masih kirim WA soal tokoh-tokoh PDI Perjuangan yang berpotensi jadi calon presiden. Berikut kombinasi pasangan cawapresnya.

”Pasangan Puan-Anies sulit dilawan calon mana pun,” tulisnya. ”Seluruh partai akan di belakangnya. Kecuali separo Golkar yang masih dipegang LBP,” tambahnya.

Tapi, Pak Chris juga meneruskan pembicaraan itu. ”Kalau Puan-Anies menang memang akan banyak oposan dari Indonesia Timur”. Itu terkait dengan khilafah.

Saya hanya berkomentar pendek. ”Anies itu kan lulusan Chicago. Juga rektor Paramadina yang Islamnya begitu sekuler. Kok masih diasosiasikan dengan khilafah, ya?” tulis saya.

Ia tidak langsung menanggapi. Ia tahu persis siapa Anies. Ia mengirim kesimpulan:

”PDIP punya 4 paket. Yang mana mau digunakan, hak prerogatif ketua umum. Kita lihat sampai jelang deadline di 2023. Sekarang baru arena pemanasan, adu gagasan, ruang imajinasi-komunikasi, dan curah harapan. Menghibur tp tdk menentukan...”.

Pak Chris begitu ingin melihat apa yang akan terjadi pada 2023. Saya akan mengabari beliau pada saatnya nanti.... (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Lihat juga video 'Sejumlah Pemuda di Pasuruan Dukung Muhaimin Maju Calon Presiden 2024':


Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO