SURABAYA (BangsaOnline) - Sepuluh dari 803 apotek di Surabaya ditutup oleh Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Surabaya. Penutupan itu dilakukan karena apotek tersebut tidak memenuhi syarat sarana dan prasarana. Sebagian dari 10 apotek itu ada yang menjual obat-obat terlarang seperti yang masuk dalam daftar G (gevaarlijk/berbahaya) dan narkotika.
Kepala Dinkes Kota Surabaya, Febria Rachmanita mengatakan, sarana dan prasarana yang tidak dipenuhi oleh apotek yang ditutup ini, salah satunya tidak memiliki timbangan obat. Kemudian ada penanggung jawab apotek yang memiliki cabang di apotek lain. Dari 10 apotek yang ditutup itu, semuanya milik perusahaan swasta.
Baca Juga: One Voice SMPN 1 Surabaya Raih Juara Dua Kategori Bergengsi di SWCF 2024
“Penutupan apotek selama 2014 itu jauh lebih sedikit dibanding dengan tahun 2013. Pada tahun 2013, jumlah apotek yang kami tutup sebanyak 25 lebih,” katanya.
Feni, panggilan akrab Febria Rachmanita menambahkan, penutupan apotek dalam rangka memberi rasa aman pada masyarakat terhadap peredaran obat terlarang. Selain itu juga melindungi masyarakat dari praktik-praktik apotek yang tidak dibenarkan dalam aturan. Pihaknya sendiri tidak memberi batasan pertumbuhan jumlah apotek.
Semakin banyak semakin baik karena akses warga akan obat-obatan akan semakin mudah. “Pertumbuhan apotek di Surabaya setiap tahun tergolong cukup besar. Mungkin sekitar 100-an. Pada 2013, jumlah apotek yang masuk ke data kami itu sebanyak 750 apotek,” ujarnya.
Baca Juga: SWCF 2024 Jadi Ajang Kenalkan Seni dan Budaya Surabaya ke Kancah Internasional
Dalam mendirikan usaha apotek, lanjut dia, perizinannya berbeda dengan tempat usaha lain semisal restoran atau tempat hiburan umum (RHU). Ketika hendak mendirikan apotek, pelaku usaha itu setidaknya harus melengkapi sebanyak 40 jenis perizinan.
Dari jumlah itu, 20 adalah perizinan sarana dan prasarana. Kemudian 20 sisanya adalah perizinan sarana kesehatan. Sarana kesehatan ini termasuk dokter, apoteker, dokter spesialis dan juga radiographer. “Untuk perizinan, semua gratis. Izinnya semua melalui UPTSA (unit pelayanan terpadu satu atap),” terangnya.
Feni menambahkan, dalam penutupan apotek, tidak harus melibatkan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP). Selama ini,penutupan lebih banyak dilakukan oleh Dinkes Kota Surabaya sendiri. Sebelum melakukan penutupan, Dinkes akan memantau apakah apotek yang hendak ditutup itu sudah mengantongi surat izin praktek apoteker (SIPA) atau tidak.
Baca Juga: Pemkot Surabaya Raih UHC Award 2024, Anggarkan Rp500 Miliar per Tahun untuk Warga Berobat Gratis
Dalam satu apotek, setidaknya harus memiliki satu apoteker dan dibantun dua asisten apoteker. “Untuk menjaga keamanan warga ketika membeli obat di apotek, kami rajin melakukan pembinaan terhadap apoteker dan juga pengawasan terhadap apotek,” pungkasnya.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi D DPRD Kota Surabaya, Junaedi memberi apresiasi terhadap langkah tegas Dinkes Kota Surabaya yang berani menindak apotek nakal. Hal ini bisa menjadi peringatan agar pelaku usaha apotek tidak main-main terhadap persyaratan perizinan yang harus dipenuhi ketika membuka usaha apotek.
Namun begitu, pihaknya tetap mendorong pada Dinkes untuk makin rutin lagi melakukan pengawasan terhadap keberadaan apotik yang kini makin menjamur di Surabaya. "Jangan sampai, ketika izin usaha sudah dikeluarkan lantas tidak ada lagi pengawasan. Saya kira pengawasan harus terus menerus untuk memberi rasa aman pada masyarakat," katanya.
Baca Juga: Anak Anggota DPRD Surabaya Jadi Korban Jambret di Galaxy Mall
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News