Konfercab VII PCNU Tuban, LWPNU Serahkan Sertifikat Wakaf kepada Pengurus MWC | BANGSAONLINE.com - Berita Terkini - Cepat, Lugas dan Akurat

Konfercab VII PCNU Tuban, LWPNU Serahkan Sertifikat Wakaf kepada Pengurus MWC

Editor: Siswanto
Wartawan: Gunawan Wihandono
Minggu, 25 Desember 2022 20:57 WIB

Penyerahan sertifikat tanah wakaf oleh LWPNUI kepada MWC Sekanding dan Tambakboyo, Minggu (25/12/2022).

TUBAN, BANGSAONLINE.com - Perhelatan konferensi cabang (Konfercab) VII Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama () diwarnai dengan penyerahan sertifikat tanah wakaf, Minggu (25/12/2022).

Sertifikat tanah wakaf itu, diserahkan oleh Lembaga Wakaf dan Pertanahan Nahdlatul Ulama (LWPNU) kepada pengurus Majelis Wakil Cabang (MWC) Sekanding dan Tambakboyo. Selain itu, sejumlah MWC saat ini juga sedang proses pengurusan sertifikat wakaf di wilayahnya.

Ketua LWPNU Kabupaten H. Miqdadurridho menjelaskan, saat ini, sudah ada ratusan tanah wakaf di bawah naungan NU termasuk Lembaga yang sudah diurus sertifikat wakafnya. Sebagian diantaranya sudah selesai, ada beberapa sertifikat tanah wakaf, misalnya sertifikat hak milik, hak guna bangunan maupun hak pakai.

‘’Sudah ada 300 an yang sudah bersertifikat wakaf, dan akan terus bertambah,’’ ujarnya.

Ia menyebutkan, persoalan wakaf sering muncul di tengah masyarakat. Bahkan, tak jarang persoalan wakaf memunculkan konflik berkepanjangan antara pihak. Biasanya disebabkan status tanah obyek wakaf yang belum beres.

Selain itu, sering terjadi kasus tanah yang sudah diwakafkan digugat atau diminta kembali oleh ahli waris orang yang mewakafkan (wakif) tanah. Penyebabnya, tanah yang diwakafkan itu belum disertifikatkan sehingga tidak mempunyai kekuatan hukum.

"Sedangkan, ahli waris yang menggugat punya sertifikat atau dokumen pendukung yang kuat," imbuhnya.

Miqdadurridho menjelaskan, wakaf adalah masalah berbuat baik. Namun, pada jaman dulu, para pemberi wakaf (wakif) tidak mau gembar-gembor atau memviralkan. Perbuatan baiknya dilakukan secara diam-diam.

"Ketika akan wakaf, orang jaman dulu langsung datang pada orang yang dipercayai, biasane ke kiai atau tokoh, ada akad dan diterima, ya sesederhana itu. Dan itu sah menurut agama, sudah ada waqif, nadhir atau yang dipasrahi, ada ikrar, ada objek," tuturnya.

Menurutnya, persoalan muncul ketika orang yang mewakafkan sudah meninggal. Harga tanah yang masih murah dan jumlahnya banyak maka tidak ada masalah. Namun, saat sudah turun ke anak, cucu, dan selanjutnya, ditambah harga tanah mahal dan kebutuhan tanah banyak, bisa terjadi gugatan dari anak, cucu atau ahli waris dari wakif.

‘’Dan kasus seperti ini sering terjadi,’’ ungkap dia.

Karena itu, dibutuhkan pemahaman dan pengetahuan mengenai wakaf. Karena itu lembaga yang dia pimpin terus melakukan sosialisasi. Obyek tanah wakaf misalnya, ia mengatakan, sering bermasalah. Misalnya wakifnya perseorangan, maka tanah yang diwakafkan juga harus hak milik wakif tersebut. Hal itu dibuktikan dengan sertifikat tanah yang akan diwakafkan harus atas nama pemberi wakaf, tidak boleh atas nama orang lain.

Jika masih atas nama orang lain harus dibalik nama dulu. Selain itu, luas tanah yang akan diwakafkan juga harus jelas. Kalau misalnya sertifikat tanah yang akan diwakafkan masih menjadi satu dengan sertifikat tanah induk, apabila hanya akan diwakafkan sebagian, maka harus dipecah dulu tanahnya. Untuk hal ini sudah Kerjasama atau MoU dengan Badan Pertanahan Nasional (BPN).

‘’Terlihat ruwet, sehingga banyak yang bilang mau wakaf saja kok ruwet. Bukan wakafnya yang ruwet, tapi karena persoalan tanah yang akan diwakafkan itu belum selesai. Maka harus diselesaikan dulu, dan penyelesaiannya itu kadang panjang dan butuh biaya. Itu persoalan sebenarnya, dan ini harus dipahami,’’ ungkapnya. (gun/sis)

 

Berita Terkait

Bangsaonline Video