Sehari Ceramah di 4 Lokasi di Sumenep, Kiai Asep Ingatkan Ekstrem Kiri di UU Sisdiknas

Sehari Ceramah di 4 Lokasi di Sumenep, Kiai Asep Ingatkan Ekstrem Kiri di UU Sisdiknas Prof Dr KH Asep Saifuddin Chalim, MA (tengah) saat ceramah pendidikan di Pondok Pesantren An-Nuqoyyah Guluk-Guluk Sumenep Madura, Ahad (3/7/2022). Foto: mma/bangsaonline.com

SUMENEP, BANGSAONLINE.com – Seharian penuh Prof Dr KH Asep Saifuddin Chalim, MA berada di Sumenep Madura. Pengasuh Pondok Pesantren Amanatul Ummah Surabaya dan Pacet Mojokerto itu ceramah di empat lakosi. Yaitu dalam acara Halaqoh Guru di Pondok Pesantren An-Nuqoyah Guluk-Guluk, Wisuda VI Qiraah dan Fahmul Kutub Maktuba di Pondok Pesantren Sumber Payung di Ganding, Sarasehan Pendidikan di Pondok Pesantren Nasyrul Ulum Aengdake Bluto dan Sarasehan Pendidikan Mengawal UU Sisdiknas di Pendopo Kabupaten Sumenep.

Meski 4 lokasi itu sama-sama bertema pendidikan, tapi ceramah berbeda penekanannya. Di Pesantren An-Nuqoyyah ceramah cenderung akademis. Sementara saat ceramah di Pondok Pesantren Sumber Payung, memaparkan sistem pendidikan pesantren, terutama pengalamannya belajar kitab kuning.

Menurut , sistem pendidikan pesantren berbeda dengan sistem pendidikan pada umum, termasuk di Indonesia. Penekanan sistem pendidikan pesantren adalah keimanan.

Begitu juga metode yang dipraktikkan. Menurut , metode pendidikan pesantren khas. Diantaranya sistem sorogan dan bandongan.

“Sistem sorogan dan bandongan harus tetap ada,” kata Ketua Umum Pengurus Pusat (PP) Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (Pergunu) itu.

Sistem bandongan adalah mengkaji kitab kuning dengan cara kiai membaca dan mengartikan kitab, sedangkan para santri menyimak dan menulis arti yang disampaikan atau diulas para kiai.

Sedang sistem sorogan sebaliknya. Para santri satu persatu membaca dan mengartikan kitab yang dikaji, sementara sang kiai atau ustadz menyimak dan mengontrol bacaan santri.

mengaku tak belajar secara khusus nahwu (gramatika Arab) dan shorof (ilmu yang membahas perubahan bentuk kata dasar bahasa Arab). Tapi ia sering mendengarkan abahnya, KH Abdul Chalim, saat mengajarkan shorof. Ia hafal nashara yanshuru nashran dan seterusnya, tapi mengaku tak mengerti apa maksudnya.

“Hanya hafal saja,” katanya.

Namun ternyata bisa bisa kitab. “Nahwu dan shorof itu hanya tahqiq saja,” katanya.

Ia bahkan mengaku belajar kitab kuning hanya 14 halaman. “Tapi setelah itu saya bisa baca semua kitab seperti Muhaddzab dan Jam’ul Jawami,” katanya.

Kitab Muhaddzab adalah kitab fiqh, ditulis Syaikh Abu Ishaq Al-Syirazi yang sampai kini sangat populer di pesantren. Sedang Jam’ul Jawami adalah kitab karangan At-Taj As-Subhi yang isinya tentang ushul fiqh, ushuluddin dan tashawuf.

Saat ceramah di Pesantren Nasyrul Ulum yang diasuh KH A Hamid Mannan Munif banyak mendapat pertanyaan dari ustadz dan ustadzah. Antara lain, bagaimana caranya menangani guru apatis dan tak punya semangat, padahal sudah difasilitasi agar maju dan berkembang.

memberikan solusi agar didekati secara persuasif. Tapi kalau ternyata tak berubah juga, harus diberhentikan. “Tapi honornya selama tahu tahun (ke depan) harus diberikan,” kata .

“Karena kalau tidak (diberhentikan) bukan hanya menghancurkan sekolah kita, tapi juga idealisme kita,” kata putra pendiri NU, KH Abdul Chalim itu.

Menurut , guru itu harus total. “Karena itu, kalau di tempat saya (Amanatul Ummah), di ruangan ini ditulis: Jadilah guru yang baik atau tidak samasekali,” katanya.

Seorang ustadzah mengajukan pertanyaan soal murid yang bandel, apakah dinaikkan kelas atau tidak. Menurut , anak bandel juga harus didekati secara persuasif. Murid, kata , juga harus didoakan.

lalu menuntun para peserta sarasehan dengan doa yang harus dibaca setelah adzan Subuh, sebelum qomat Subuh. Yaitu Allahumma barikli fi dzurriati watalamidzi wala tadlurruhum wafiqhum litha’atika warzuqni biirahum.

setuju dengan pendapat bahwa murid keterlalun atau badel harus dinaikkan kelas. Karena tak ada murid bodoh dan tidak baik. “Yang ada murid belum mendapat penangan secara baik dari guru,” kata .

Dari serangkaian ceramah di 4 lokasi itu, selalu menyinggung tentang kasus hilangnya frasa madrasah dalam RUU Sisdiknas. mengajak semua pengasuh pesantren dan guru untuk mengkritisi UU Sisdiknas.

Ia mengaku telah audensi dengan Komisi VIII DPR RI untuk menyampaikan rekomendasi Kongres Pergunu. Terutama tentang penolakan terhadap LGBT dan penghapusan frasa madrasah di UU Sisdiknas. Menurut dia, semua anggota Komisi VIII dari semua partai sepakat menolak penghapusan frasa madrasah.

“Komisi VIII akan menolak kalau frasa madrasah dihilangkan. Bahkan Komisi VIII mengatakan bahwa RUU Sisdiknas itu tak layak diajukan ke DPR, jika frasa madrasah dihilangkan,” katanya.

Usai audensi dengan Komisi VIII, mengaku silaturahim ke Dr Alwi Shihab, Menteri Luar Negeri era Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur).

Menurut , Alwi Shihab kaget mendengar frasa madrasah dihilangkan. “Kata Pak Alwi, seharusnya itu tanggung jawab menteri agama,” kata .

Kemendiknas, kata , sudah dua kali menyakiti hati umat Islam. Pertama, ketika pahlawan nasional dari NU, Hadratussyaikh KHM Hasyim Asy’ari, dihilangkan dari Kamus Sejarah Indonesia.

Kedua, soal penghilangan frasa madrasah dalam UU Sisdiknas.

Karena itu minta semua pengasuh pesantren mewaspadai bahaya dan

Menurut , sudah jelas. 

Kalau ? “Ekstrem kiri itu ya . Ekstrem kiri itu bermain di regulasi,” katanya.

menegaskan bahwa pondok pesantren adalah lembaga pendidikan tertua di Indonesia. Pesantren berdiri dan berkembang jauh sebelum Indonesia merdeka. Bahkan kiai atau ulama pesantren lah yang banyak terlibat dalam perjuangan kemerdekaan RI.

Karena itu pemerintah harus menghargai dan ikut menjaga eksistensi pondok pesantren. (mma)

Lihat juga video 'Sedekah dan Zakat Rp 8 M, Kiai Asep Tak Punya Uang, Jika Tak Gemar Bersedekah':


Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO