Dulu saya memang berharap agar jalan-jalan tol itu bisa segera dibeli oleh SWF. Waktu itu pemerintah memberikan angin yang sangat sorgawi: begitu banyak negara yang berkomitmen untuk menaruh uang di SWF Indonesia.
Sampai akhir tahun 2022 Lembaga Pengelola Investasi, yang lebih dikenal dengan istilah SWF, atau di Indonesia disebut INA ( Indonesia Investment Authority), baru punya aset Rp 100 triliun.
Itu pun masih banyak yang ditanam dalam bentuk deposito dan di lembaga keuangan. Belum berani lebih banyak untuk membeli infrastruktur seperti jalan tol. Sudah ada. Lewat Hutama Karya. Tapi belum banyak ke Karya yang lain.
Itu karena INA juga harus mengejar laba. Tahun lalu labanya mencapai Rp2,62 triliun.
Investasi di ekuitas lembaga keuangan mencapai Rp 64,21 triliun. Dalam bentuk deposito Rp 10 triliun. Itu saja sudah Rp 74 triliun.
Tentu bukan tujuan INA untuk berbisnis keuangan. Maka Karya perlu lebih gigih meyakinkan INA untuk membeli jalan-jalan tol yang sudah jadi. Para Sub kontraktor pun punya harapan untuk dibayar.
Pasti ada jalan. Para manajer pendanaan begitu banyak. Yang lokal maupun yang global. Maka para manajer dana itu bisa memberikan usulan jalan keluar terbaik. Agar jalan-jalan tol yang sudah jadi bisa cepat terjual. Jalan tol baru bisa segera dibangun. Sub kontraktor bisa dibayar. Ekonomi berputar. (Dahlan Iskan)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News