Buruh Kepung Kantor DPRD Jatim, Tuntut Penetapan UMK Berdasar Survei KHL

Buruh Kepung Kantor DPRD Jatim, Tuntut Penetapan UMK Berdasar Survei KHL Ratusan Buruh dari Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) melakukan aksi unjuk rasa di depan kantor DPRD Jatim. Mereka menuntut penetapan UMK melalui survey KHL. foto: DIDI ROSADI/ BANGSAONLINE

SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Bersamaan dengan peringatan hari Pahlawan, ratusan buruh dari berbagai daerah yang tergabung dalam wadah Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Jatim menggelar aksi di depan kantor DPRD Jatim, jalan Indrapura Surabaya. Dalam aksinya, mereka menuntut agar Pemprov Jatim tidak melanggengkan upah murah.

Aksi ini sengaja dilakukan jelang penetapan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) di Jatim tahun 2018. Pasalnya, Pergub penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) Jatim pada awal November lalu sebesar Rp 1,5 juta dinilai tidak sesuai dengan UU No.13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan dan Perda No.8 tahun 2016 tentang penyelenggaraan ketenagakerjaan sehingga terlalu rendah dan jauh dari harapan masyarakat.

"UMP Jatim 2018 itu tiga terbawah dari seluruh provinsi di Indonesia. Padahal pertumbuhan ekonomi Jatim kedua terbesar setelah Provinsi DKI Jakarta. Kalau masalah upah dibiarkan berlarut-larut, persoalan disparitas dan kemiskinan di Jatim tak akan pernah bisa diselesaikan," ujar Jazuli koordinator KSPI Jatim, Jumat (10/11).

Ia berharap DPRD Jatim ikut mengawasi dan mengontrol proses penetapan UMK 2018. Sebab berdasarkan Perda usulan, UMK harus sesuai dengan hasil survei Kebutuhan Hidup Layak (KHL). Namun faktanya, bupati dan wali kota justru menggunakan PP No.78 tahun 2015 tentang pengupahan yang mengacu pada pertumbuhan ekonomi dan inflasi.

"Kami mendesak gubernur supaya mengembalikan usulan UMK dari bupati/wali kota yang tak menggunakan survei KHL. Dan tidak mengembalikan usulan yang sudah berdasarkan hasil survei KHL," tegas Jazuli.

Massa aksi sedianya juga ingin mendapat penjelasan langsung dari Gubernur Jatim yang kebetulan sedang menghadiri sidang paripurna membahas Perda R-APBD Jatim 2018. Tak ayal, massa aksi juga sempat menutup seluruh akses pintu keluar dari DPRD Jatim dengan harapan orang nomor satu di lingkungan Pemprov Jatim tak bisa meninggalkan kantor DPRD sebelum menemui buruh.

Namun, aparat kepolisian dan Satpol PP di lingkungan DPRD Jatim lebih jeli dan bisa mengelabui massa aksi sehingga Gubernur Jatim bisa keluar kantor DPRD Jatim menggunakan mobil lain. Kecewa tak ditemui Gubernur, massa buruh berniat menginap di depan kantor DPRD Jatim.

Untuk menghindari hal-hal yang tak diinginkan, Ketua Komisi E DPRD Jatim bersama beberapa anggota dan Kadisnakertrans Jatim akhirnya menemui perwakilan massa aksi. Dalam pertemuan tersebut akhirnya dicapai kesepakatan bahwa Gubernur Jatim tidak akan mengeluarkan keputusan UMK tahun 2018 sebelum ada pertemuan dengan DPRD Jatim.

"Gubernur harus memperingatkan bupati/wali kota yang tidak membuat rekomendasi usulan UMK tahun 2018. Dan mengevaluasi Pergub No.63 tahun 2017 tentang UMK dengan menyelaraskan Perda No.8 tahun 2016 antara Pemprov dan DPRD Jatim," ujar Hartoyo ketua Komisi E DPRD Jatim.

Sementara itu Kadisnakertrans Jatim Setiadjit mengatakan dari 38 kabupaten/kota di Jatim, yang belum mengajukan usulan UMK tahun 2018 tinggal Kabupaten Mojokerto.

"Batas akhir pengajual usulan ya sebelum tanggal 21 November mendatang. Kami terus mendesak namun berdasarkan laporan petugas daerah, Bupati setempat sedang tidak ada di tempat," terang Setiadjit.

Terkait usulan UMK tahun 2018, mantan asisten IV Setdaprov Jatim itu mengakui ada beberapa daerah yang tidak sesuai dengan PP No.78 tahun 2015. "Kabupaten Pasuruan usulannya di atas ketentuan PP. Sedangkan usulan Kabupaten Lumajang justru di bawah ketentuan PP, makanya kami kembalikan untuk direvisi," jelasnya.

Berdasarkan ketentuan PP No.78 tahun 2018, kenaikan UMK tahun 2018 ditetapkan sebesar 8,7 persen meliputi pertumbuhan ekonomi 4,99 persen dan inflasi 3,72 persen.

"Kalau untuk kabupaten/kota di kawasan ring satu kenaikan sekitar Rp.300 ribu sehingga untuk Kota Surabaya UMK tahun 2018 sekitar Rp.3.583.000," kata Setiadjit.

Ia mengakui dalam PP No.78 tahun 2015 perlu ada intrumen evaluasi untuk menyesuaikan dengan survei KHL supaya bisa meminimalisir disparitas upah. Hal itu tentunya harus dilakukan bersama-sama unsur tripartit di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota. "Prinsip, pemerintah itu harus ada di tengah-tengah, supaya berlangsungan usaha bisa tetap terjaga sehingga mampu menyerap lapangan kerja," pungkasnya. (mdr)

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO