Selain rumah mbah Marem yang posisinya paling dekat dengan tebing longsor, rumah warga lainnya yang terancam terkena longsoran yakni rumah Suryono, Rawan, Wakiran, Samuri, Sumi, Jamari, Kemi, Sujud, Warti, Purnomo, Budi, Parto, Kiswoto, Keri, dan Kadir. Rumah-rumah warga ini hanya berjarak 5-10 meter dari tebing sungai yang terus longsor tersebut.
Menurut warga lainnya, Purnomo, kondisi bantaran Kaligandong yang longsor kini semakin mengkhawatirkan dan mendekati permukiman warga. Sebetulnya, kata dia, warga mau bergotong-royong menahan tebing yang longsor itu dengan kayu bambu. Akan tetapi, perlu ada bantuan dari pemerintah untuk biaya pembangunan tangkisan atau tanggul tersebut.
“Kalau dibiarkan longsor terus, puluhan rumah warga di dekat Kaligandong akan terseret longsor dan masuk sungai,” ujarnya.
Sementara itu menurut Sekretaris Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Bojonegoro, Nadif Ulfa, mengaku belum mendapatkan laporan mengenai longsor bantaran Kaligandong tersebut.
“Sampai saat ini belum ada laporan longsor Kaligandong itu,” ujarnya.
Menurutnya, upaya penanggulangan longsor sungai itu melibatkan instansi lainnya seperti Dinas Pengairan dan Dinas Pekerjaan Umum. Sedangkan, bila ada upaya relokasi rumah warga yang terkena dampak longsor maka perlu melibatkan pihak kecamatan dan desa.
“Pihak kecamatan dan desa yang bisa mengupayakan relokasi rumah warga yang terkena dampak longsor itu. Misalnya memakai tanah kas desa untuk ditempati bagi warga yang menjadi korban longsor,” ujarnya.
Kaligandong merupakan anak Sungai Bengawan Solo di Bojonegoro. Panjang aliran sungai ini sekitar 8 kilometer mulai dari Kecamatan Tambakrejo, Gayam, dan berakhir di Purwosari. Selama musim hujan ini Kaligandong sering penuh dan meluap hingga menyebabkan tebing-tebing sungai longsor.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News