Tak Disangka, Dahlan Iskan Jadi Tokoh Pers Berkat Kakak Perempuan ini, Siapa Dia? | BANGSAONLINE.com - Berita Terkini - Cepat, Lugas dan Akurat

Tak Disangka, Dahlan Iskan Jadi Tokoh Pers Berkat Kakak Perempuan ini, Siapa Dia?

Editor: MMA
Minggu, 20 Maret 2022 09:49 WIB

Dahlan Iskan

Kelak, dari kakak sulung saya dengar: Mas Husein diangkat jadi pegawai negeri dengan tempat tugas di Jambi.

Mbak Sofwati ditinggal dulu di Madiun –belum bisa ikut pindah karena terikat sebagai guru agama di SDN Negeri di Madiun.

Dari kakak sulung pula saya mendengar mbak Sofwati meninggal dunia. Di Jambi. Kabar duka itu baru sampai ke Samarinda hampir sebulan kemudian. Surat lewat pos adalah satu-satunya alat komunikasi saat itu. Sebenarnya ada juga telegram. Yang bisa sampai dalam sehari. Tapi saya tidak tahu mengapa hanya disampaikan lewat surat. Kalau pun ditelegram, toh tidak ada yang bisa melayat ke Jambi.

Kelak, lebih 30 tahun kemudian, saya ke Jambi. Bikin perusahaan di Jambi. Kepada teman-teman di Jambi saya ceritakan: saya punya kakak yang dimakamkan di Jambi. Tapi saya tidak tahu di mana. "Suaminyi bernama Husein Roni. Pegawai kantor agama," kata saya. Tidak ada informasi lain lebih dari itu.

Ajaib. Teman-teman bisa menemukan makam kakak saya: di pinggir jalan besar menuju ke Bandara Jambi. Dalam kunjungan berikutnya ke Jambi, saya ziarah ke makam kakak saya itu.

Mas Husein sendiri –minggu lalu saya baru tahu– tidak lama di Jambi. Setelah kakak meninggal ia minta pindah tugas ke kampung halamannya di . Ia pulang kampung dengan anak tunggalnya yang baru berumur 3 tahun.

Sampai puluhan tahun berikutnya kami tidak berhubungan lagi dengan Mas Husein. Dari Dik Udin, saya dengar Andi menghilang dari rumah orang tua di . Adik saya tahu itu. Mas Husein menghubungi adik: apakah Andi yang masih remaja kecil itu lari ke Magetan. Tidak.

Pekan lalu, ketika saya diundang makan malam di rumah bupati , saya kaget. Senang. Seorang staf protokol bupati berbisik ke saya: "Pak Husein, ipar bapak, mau bertemu".

"Anda tahu beliau? Tinggal di kota ini?" tanya saya.

"Beliau di Simpang Duo, Kabupaten Selatan. Tapi hanya dua jam dari Baturaja ini. Asal bisa bertemu beliau mau berangkat ke sini," katanya.

Tentu saya mau sekali. Apalagi, putri beliau, dari istri sambungan, tinggal di Baturaja.

Keesokan paginya, seusai senam dan kuliah umum di Universitas Mahakarya, saya ke rumah putri Mas Husein itu. Beliau sudah di rumah itu. Menyambut saya di halaman. Sebenarnya saya agak pangling dengan beliau. Tapi dari postur tubuhnya saya yakin itulah Mas Husein yang muda dulu. Saya peluk ia. Erat sekali. Lama sekali.

Mas Husein kini sudah berumur 74 tahun. Sudah lama pensiun. Tinggal di desa kelahiran di Jagaraga. Punya kebun karet. Ladang jagung. Jadi pemuka agama.

Dari cerita beliaulah saya baru tahu masa-masa akhir hidup kakak saya.

Inilah ceritanya: Setelah delapan bulan ditinggal ke Jambi, kakak berhasil mengurus surat pindah ke Jambi. Dari Madiun kakak naik bus ke Jakarta. Lalu naik bus lagi ke Lampung. Dari Lampung naik bus lagi ke Martapura (kini masuk Kabupaten Timur).

Dari Martapura kakak naik kendaraan umum ke Simpang Duo. Lalu ke Jagaraga. Ke mertua. Itulah kali pertama kakak ke rumah mertua. Sambil membawa cucu.

Dari Jagaraga kakak ke . Lalu ke Jambi, menyusul suami.

Di Jambi kakak mengajar agama di salah satu SD. Mas Husein bekerja di kantor agama kota Jambi.

Ternyata baru sebulan di Jambi kakak sakit. "Sakit maag," ujar Mas Husein. Saya pun bertanya lebih detil tentang sakitnyi kakak. Mas Husein tidak terlalu tahu soal penyakit. Semua terserah dokter. Yang jelas kakak dimasukkan rumah sakit. Sampai satu bulan. Muntah darah. Lalu meninggal.

Berarti hanya dua bulan saja kakak hidup di Jambi - -itu pun yang sebulan di rumah sakit. Dari muntah darahnyi itu saya berkesimpulan: kakak sakit liver. Persis seperti yang saya alami di kemudian hari.

Saya bisa membayangkan betapa kakak harus menyesuaikan diri hidup di Jambi. Dari seorang aktivis yang sangat 'kosmopolit' menjadi guru SD di Jambi.

Dari Mas Husein pula, minggu lalu itu, saya bisa mendapat dua foto lama kakak saya. Begitu lama saya memandangi foto itu. (Dahlan Iskan)

 

Berita Terkait

Bangsaonline Video