Jokowi Ingin Jadi Kingmaker, Dorong Prabowo, Erick, dan Ganjar Nyapres? | BANGSAONLINE.com - Berita Terkini - Cepat, Lugas dan Akurat

Jokowi Ingin Jadi Kingmaker, Dorong Prabowo, Erick, dan Ganjar Nyapres?

Editor: Tim
Rabu, 01 Juni 2022 15:49 WIB

Presiden Joko Widodo. Foto: Setkab

(, Gubernur Jawa Tengah. Foto: Antara)

Masih menurut Tempo, peran sebagai itu dilakukan dengan menjadikan diri sebagai model dengan memobilisasi kekuatan populis. Padahal itu masuk dalam pelanggaran.

“Ia lupa bahwa dalam soal jabatan presiden, konstitusi memposisikan presiden sebagai pengemban amanat dan pelaksana undang-undang, bukan kreator kekuasaan,” tulis Tempo lagi.

Dengan mandat ini, menurut , hendaknya tidak menghabiskan sisa waktu dengan sibuk berakrobat politik seraya melepaskan kewajiban-kewajiban mandatorialnya.

Kenapa ingin jadi ?

Tempo menulis bahwa itu tak lepas dari langkah buruk – untuk tidak menyebut sebagai pelanggaran undang-undang. Menurut opini Tempo, muncul dugaan bahwa dukungan kepada banyak kandidat bertujuan mengamankan dirinya dari risiko politik dan hukum setelah 2024.

“Terutama pada periode kedua kekuasaannya, banyak melahirkan masalah bagi demokrasi,” tulis .

Apa saja? menyebut, antara lain: tekanan terhadap kelompok kritis, pelemahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan kreasi Undang-Undang Cipta Karya.

Juga pelemahan lembaga negara seperti Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan kehakiman serta merajalelanya oligarki.

Menurut , semua itu tak lepas dari peran . “Sulit dipisahkan dengan peran ,” tulis .

juga menulis bahwa leluasanya berakrobat sebagai tak lepas dari hilangnya fungsi partai politik dalam mendorong lahirnya pemimpin Indonesia masa depan yang tidak terkungkung tujuan jangka pendek.

Partai politik menutup pintu terhadap kandidat alternatif lewat aturan ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold). Dengan dalih pemangkasan biaya, aturan itu mengabaikan substansi demokrasi yang memberikan kesempatan secara adil kepada publik menjadi presiden.

Akibatnya, konvensi partai politik yang menyaring calon presiden dari lapis paling bawah – seperti dilakukan di negara-negara maju – tak dilakukan terutama karena dalih doktrin: wewenang tertinggi partai politik berada di tangan ketua umum. 

 

Berita Terkait

Bangsaonline Video