Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Panduan dari Nabi Daud dan Nabi Sulaiman untuk Memutus Kasus Perdata | BANGSAONLINE.com - Berita Terkini - Cepat, Lugas dan Akurat

Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Panduan dari Nabi Daud dan Nabi Sulaiman untuk Memutus Kasus Perdata

Editor: Revol Afkar
Selasa, 01 Oktober 2024 22:55 WIB

Dr. KH. Ahmad Musta'in Syafi'ie.

Pertama, adalah panduan bagi para hakim, bahwa keputusan itu harusnya berdasar "ashlahiyah", diambil yang paling maslahah, paling adil, beres tanpa memberatkan salah satu pihak.

Ini kasus perdata, sehingga hak dan kewajiban secara materiil dari kedua belah pihak mesti diselesaikan dengan bijak. Tentu dibutuhkan kesadaran semua pihak.

Kedua, keputusan awal dari nabi Daud A.S., yakni peternak langsung membayar ganti rugi direvisi oleh usul anak kandungnya sendiri, Sulaiman A.S.

Dengan model ganti rugi usulan Sulaiman di atas, tidak berarti keputusan Daud A.S. salah. Sebab, nabi utusan Tuhan itu selalu dalam bimbingan wahyu dan tidak mungkin salah.

Ketiga, kedewasaan nabi Daud A.S. menerima usulan anaknya, selain sifat legowonya, sekaligus ajaran obyektif dan jujur. Jika ada yang lebih baik, maka harus diambil dan tidak boleh mokong dan merasa senior.

Ingat, keduanya dianugerahi "hukm" dan "ilm" dan sama-sama dipraktikkan dalam memutus perkara, namun penerapannya berbeda sesuai kecerdasan masing-masing.

Keempat, ini dalil, bahwa nabi itu boleh berijtihad. Meski demikian, hasil akhir adalah di tangan Tuhan.

Tuhan diam dan tidak menegur, berarti keputusan itu benar dan sejalan dengan wahyu. Bila Tuhan melihat ada yang kurang pas, maka pasti dikoreksi dengan cara-Nya Sendiri.

Contohnya seperti kasus pasca perang Badar. Apakah tawanan perang yang ada di tangan umat islam itu dibunuh demi mengurangi kekuatan musuh dengan dan memberikan efek jera atas mereka dengan risiko tidak ada masukan ke kas negara, atau dikompensasi dengan tebusan untuk menambah kas negara dengan risiko kekuatan mereka utuh.

Dari sekian usulan para sahabat, Rasulullah SAW cenderung tebusan, tetapi Tuhan mengoreksi, harus dibunuh dan mutlak.

Kelima, begitu santun Tuhan Allah SWT menyikapi hamba-Nya yang diamanati tugas keagamaan. Daud A.S. yang jelas-jelas hasil ijtihadnya kurang menghasilkan yang terbaik, tetap dimaklumi dan diapresiasi. Sementara Sulaiman A.S. yang beride lebih maslahah juga disanjung dan dipuji.

 

Berita Terkait

Bangsaonline Video