Tafsir Al-Nahl 69: Madu, Wajib Dizakati | BANGSAONLINE.com - Berita Terkini - Cepat, Lugas dan Akurat

Tafsir Al-Nahl 69: Madu, Wajib Dizakati

Kamis, 21 April 2016 00:51 WIB

Pribadi al-imam al-Syafi'iy sendiri pernah berfatwa dua kali, di tempat berbeda, di waktu yang berbeda dengan keputusan hukum yang berbeda pula. Tapi akhir kata difatwakan di Mesir, bahwa madu lebah tidak wajib zakat, yang selanjutnya disebut dengan al-qaul al-jadid, watfa terbaru.

Bagi yang tidak mewajibkan zakat atas madu lebah, mereka beralasan karena madu bukan makanan pokok, melainkan sebatas minuman suplemen. Sedangkan bagi yang mengatakan wajib zakat, mereka berargumen bahwa madu itu masuk materi konsumsi yang cukup membuat kekuatan bagi tubuh dan menambah stamina, meski bukan makanan pokok keseharian. Dengan demikian, madu tidak sedekar suplemen, melainkan lebih dari suplemen.

Sedangkan Abu Hanifah dengan tegas mengatakan bahwa madu lebah wajib dizakati. Dasar pemikiran Abu Hanifah adalah menggeneralisir syari'at zakat sebagai tanpa syarat. Apa saja yang merupakan kekayaan alam, baik pertanian, peternakan, tambang dan sebagainya wajib dizakati tanpa syarat. Tidak ada ukuran besaran (nishab), tak ada jenis tertentu, pokoknya produk alam bernilai uang, ada manfaatnya, wajib dizakati.

Kini persoalannya ada pada berapa kadar zakat yang mesti dikeluarkan?. Di antara senior madzhab Hanafi bersilang pendapat. Pendapat paling populer dikemukakan oleh Abu Yusuf, murid senior imam Hanafi, yakni dikeluarkan sepersepuluh atau 10 persen dari total setiap kali panen madu. Allah a'lam.

 

Berita Terkait

Bangsaonline Video