Dugaan Jual Beli Jasmas di DPRD Jombang, Rekanan Ditunjuk Langsung oleh Dewan, LInk: Itu Suap | BANGSAONLINE.com - Berita Terkini - Cepat, Lugas dan Akurat

Dugaan Jual Beli Jasmas di DPRD Jombang, Rekanan Ditunjuk Langsung oleh Dewan, LInk: Itu Suap

Sabtu, 28 Mei 2016 16:24 WIB

ilustrasi

JOMBANG, BANGSAONLINE.com - Sinyalemen jual beli progam Jasmas (jaring aspirasi masyarakat) di kalangan DPRD Jombang kian jadi sorotan berbagai pihak. Sejumlah LSM langsung merespon perkara yang mencoreng wajah para wakil rakyat ini. Mereka beranggapan, ada yang salah dalam penerapan progam Jasmas tersebut sehingga oknum wakil rakyat menjadikannya sebagai salah satu kanal untuk memperkaya diri .

"Kejadian ini merupakan hal yang memalukan. Adanya pengakuan salah satu rekanan tentang praktik jual beli Jasmas sekaligus memperkuat betapa kuatnya politisasi proyek-proyek yang didanai APBD oleh para politisi," tegas Aan Anshori direktur Lingkar Indonesia Untuk Keadilan (LInK), Sabtu (28/5).

Ia menilai praktik jual beli Jasmas bersumber dari adanya campur tangan politisi dalam penunjukan proyek. Celakanya, hal ini dituruti oleh eksekutif. Motif pembiaran oleh eksekutif bisa macam-macam, misalnya agar SKPD tidak dipersulit saat dipanggil mitra kerjanya di DPRD.

Dalam kajian ilmu politik, menurut LInK, hal tersebut merupakan satu mata rantai politik. Jika ditelusuri lebih dalam, pemberian slot ini bukan lagi gratifikasi melainkan condong ke arah suap. Dan itu bisa dikategorikan dalam pasal 3 Undang-undang nomor 11 tahun 1980 tentang Tindak Pidana Suap.

Di mana menurut Aan, panggilan akrabnya, disebutkan barang siapa menerima sesuatu atau janji, sedangkan ia mengetahui atau patut dapat menduga bahwa pemberian sesuatu atau janji itu dimaksudkan supaya ia berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu dalam tugasnya, yang berlawanan dengan kewenangan atau kewajibannya yang menyangkut kepentingan umum, dipidana karena menerima suap dengan pidana penjara selama-lamanya 3 (tiga) tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp.15.000.000.- (lima belas juta rupiah). Ia juga meminta agar aparat penegak hukum bisa melakukan upaya sesuai kewenangannya untuk mulai melakukan penyelidikan, termasuk memanggil para pihak yang ada.

Secara rinci ia menjelaskan bagaimana sebenarnya progam jasmas yang merupakan perwujudan dari aspirasi masyarakat langsung tersebut. Setiap wakil rakyat mendapat dana hibah yang penyalurannya melalui SKPD terkait. Dalam pencairannya, sesuai dengan pengajuan proposal yang ada serta penerima harus berbadan hukum. Sehingga menurutnya, jatah masing - masing anggota dewan tidak harus habis melainkan sesuai dengan kebutuhan dari masyarakat.

"Kalau yang 'lazim' terjadi, ada semacam 'tradisi' dalam relasi legislatif - eksekutif yakni adanya slot khusus bagi DPRD untuk bisa ikut mengarahkan proyek. Modusnya DPRD mengincar beberapa proyek untuk bisa 'dijual' kepada pihak ketiga," tambah aktivis PMII ini.

Senada juga diungkapkan Ahmad Dahlan, Koordinator Fitra Jatim (Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran). Kata dia, Jasmas merupakan dana hibah yang penyalurannya melalui SKPD terkait sesuai dengan amanat Undang Undang nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

"Jadi setiap anggota DPRD mendapat jatah dana hibah dan penyaluran melalui SKPD terkait untuk membangun daerah asal pemilihan, bukan setiap paket pekerjaan di masing-masing SKPD di luar dapilnya," tandas Dahlan.

Proses pelaksanaannya pun tidak serta merta anggota dewan yang melakukan penunjukan kepada rekanan.

"Kalau nilainya di atas Rp 200 juta ya harus mengikuti mekanisme lelang, kalau di bawah nya, yang melakukan penunjukan langsung kepada rekanan itu SKPD, bukan dewan menunjuk rekanan apalagi kemudian meminta fee kepada rekanan," pungkas Dahlan.

Hal ini bertolak belakang dengan apa yang terjadi di Jombang. Data yang dihimpun, paket yang diakui Jasmas dari anggota dewan, seolah menjadi hak sepenuhnya para wakil rakyat. Rekanan yang ditunjuk langsung melakukan kontraktual dengan SKPD terkait namun uang sudah diminta di depan oleh oknum dewan.

Sebagaimana diberitakan sebelumnya, salah satu rekanan mengaku telah menjadi korban jasmas fiktif. Dalam pengakuannya, rekanan ini dijanjikan oleh dua oknum dewan mengerjakan 10 paket proyek senilai Rp 2,5 M pada tahun 2013. Namun hingga berjalan 3 tahun rekanan ini tidak kunjung mendapatkan haknya.

Belakangan kasusnya sudah diselesaikan dengan bertemunya kedua belah pihak dengan difasilitasi orang berpengaruh di Jombang. Praktik jual beli jasmas fiktif sendiri disinyalir masih banyak yang belum terungkap. Jatah dana hibah usulan Jasmas tahun 2015 paling besar untuk ketua DPRD, yakni Rp 1,1 miliar.

Sedangkan tiga wakil ketua, masing-masing menerima jatah Rp 1 miliar. Adapun posisi ketua komisi sekitar Rp 700 juta dan untuk ketua fraksi Rp 650 juta dan Anggota 500 juta.

Menanggapi hiruk pikuk di tubuh DPRD Jombang, Wakil Ketua DPRD Jombang, M. Subaidi Muktar langsung mengambil langkah inisiatif menggelar rapat evaluasi kinerja dewan, khususnya pentingnya merespon terkait berbagai pemberitaan miring yang dialamatkan ke intitusi dewan.

Ia menegaskan tidak tepat kemudian jika semua permasalahan ataupun isu miring mengenai internal dewan lantas digeneralisasir. "Artinya harus dibedakan, kinerja dewan secara perseorangan dan satu sisi kinerja secara kelembagaan,” paparnya.

Dari hasil rapat nanti akan ditentukan semua kelebihan atau kekuatan dari kinerja dewan selama ini, bisa lebih diperkuat lagi. Sementara, hal-hal yang menjadi kelemahan bisa segera dicarikan solusi bersama.

”Yang terpenting kami selaku unsur pimpinan mewakili segenap anggota yang lain meminta maaf kepada publik apabila ada kekurangan kami dalam menjalankan amanat yang kami emban, secepatnya kami akan membangun kepercayaan publik kembali. Koreksi dari segala elemen masyarakat akan kami jadikan evaluasi dalam bekerja nantinya," pungkas Subaidi yang juga Ketua DPC PKB Jombang tersebut. (dio/rev)

 

 Tag:   dprd jombang

Berita Terkait

Bangsaonline Video