Sumamburat: Pilkada Tanpa Banjir | BANGSAONLINE.com - Berita Terkini - Cepat, Lugas dan Akurat

Sumamburat: Pilkada Tanpa Banjir

Wartawan: -
Rabu, 28 Februari 2018 12:45 WIB

Suparto Wijoyo.

Rusaknya jalan yang setiap hari diberitakan sungguh suatu realita yang membawa nestapa, menyembulkan derita yang berada di luar proyeksi pengambil kebijakan. Tingginya tingkat curah hujan selalu menjadi alasan. Penyelenggara negara musti paham bahwa penyebab utama banjir dan kerusakan jalan bukanlah air hujan, melainkan buruknya kinerja manajemen pembangunan di level pemerintahan. Kita terlalu abai atas kondisi ekologis meski meraih beragam penghargaan lingkungan. Telah dikisahkan potret perkotaan yang tengah mengidap penyakit kronis yang mendukacitakan. Daya tahannya terus melemah secara berlahan, tetapi pasti. Kota-kota metropolitan seolah mengerang sebelum akhirnya takdir membisikkan kekecewaan di tengah gemerlapnya mozaik gedung dan perkantoran.

Perspektif yuridis menginformasikan betapa rapuhnya perlindungan lingkungan sewaktu berhadapan dengan investor. Konservasi perkotaan digerus secara terencana. Sungai-sungai sebagai urat nadi acapkali ditutup (box culvert) yang tidak sehaluan dengan wawasan go green. Biota air mati dan tanaman toga di sepanjang sepadan kali musnah tak berbekas. Aroma yang tercium adalah hembusan pekabaran tentang bumi pertiwi yang sedang bunuh diri ekologi (“ecological suicide”). Kota-kota di Indonesia menyuguhkan pentas penjungkirbalikan pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan landasan topografisnya. Kekayaan alam diberbagai daerah juga dikuras dalam tingkat kerakusan yang membahayakan generasi mendatang. Bahkan kemiskinan justru terjadi pada daerah yang kaya tambang.

Dalam kosmologi perkotaan jelas bahwa kondisi tersebut membutuhkan hadirnya seorang pemimpin yang membangun wilayahnya berdasarkan kondisi ekologisnya. Setiap daerah memerlukan kepemimpinan (leadership) yang mengerti sikon alamnya. Setiap kabupaten/kota mutlak dikonstruksi menurut rambu-rambu iklimnya. Iklim dapat menjadi pijakan dalam merencakan pembangunan di setiap jengkal titik koordinatat kawasan Indonesia. Manusia tidak bisa melawan alam, tetapi menusia diamanati menjadi khalifahnya, berarti manusia wajib menata secara adaptif dengan kondisi alam. Dengan banjir,saya ucapkan selamat berlaga para cagub Jatim dan teruslah kampanye, berbenah, tidak cukup sekadar berubah.

*Penulis adalah Akademisi Hukum Lingkungan dan Koordinator Magister Sains Hukum dan Pembangunan Sekolah Pascasarjana, Universitas Airlangga

 

 Tag:   Opini

Berita Terkait

Bangsaonline Video