​Sumamburat: Rimbawan, "Sang Pangalasan" | BANGSAONLINE.com - Berita Terkini - Cepat, Lugas dan Akurat

​Sumamburat: Rimbawan, "Sang Pangalasan"

Editor: Redaksi
Wartawan: -
Rabu, 28 Maret 2018 16:38 WIB

Suparto Wijoyo.

Oleh: Suparto Wijoyo*

TULISAN ini kubuat dalam dharma pembaca Sumamburat dengan telisik ke wilayah para pengabdi yang mendedikasikan hayatnya bagi lingkungan. Mereka bergerombol membentuk formasi alamiahmenyelenggarakan Ruwat Agung memperingati Hari Air Sedunia, 22 Maret 2018 dengan unggahan tema: Solusi Air Berbasis Alam. Senyum khalayak yang rela mambasuhkan diri dalam rintik hujan yang tertangkap sorot mata dalam perjalanan 24-25 Maret 2018 ke Baturaden, Purwokerto, pun membuncahkan gairah betapa negeri ini dikarunia rahmat yang tidak terkira. Sawah ladang menghijau dan menguningnya padi menyampaikan pesan iman betapa “tanah surga” ini terhampar dalam kelokan sungai-sungai nan gunung-gunung yang memperkokoh diri penuh kelembutan, selembut literasi calon-calon pemimpin birokrasi yang berinovasi untuk melayani di Badan Diklat Provinsi Jatim pada 23 Maret 2018. Ajakan memberi yang terbaik kepada publik adalah pilihan yang menyandarkan diri atas kedaulatan yang dibopong selama ini.

Dalam renung teologia, semua itu mengingatkanku pada Q.S. Ar-Rahman: “Maka nikmat Allah yang manakah yang kamu dustakan?”. Sebuah firman yang menghentak dan mendekap tauhid yang acap kali tidak terjamah, hingga lepas menanarkan pandangan betapa manusia banyak berbuat ingkar terhadap tatanan Allah. Putaran Galaksi Bima Sakti yang menampung beragam planet yang berpayung langit-langit yang dipendaribintang gemintang, tampaknya dianggap biasa-biasa saja, dikiranya sebekarkas labirian semesta yang tak perlumenyentuh lubuk terindah manusia. Kerusakan eksosistem dan kehancuran areal pertambangan yang sering terwartakan besar-besaradalah secuil kisah yang sering diulang sebagai lumrah. Laku korupsi dan manipulasi sejenis gerakan ngapusi yang lahir dari “prosedur demokrasi” pilkada pun, merupakan bukti betapa kemungkaran itu dipentaskan.

Dalam situasi hiruk pikuk pilkada yang genderangnya terkadang hanya sayup-sayup terdengar, walau ada yang menghentak tidak beraturan dengan OTT yang dihadirkan KPK, ada “jalan lain” yang ditempuh kaum rimbawan. “Civitas akademika” Perhutani ini menatakan diri dalam penamaan apapun yang terpenting adalah ikrar janji setia “berbakti kepada NKRI”. Acungan jemari dan kepalan tangan serta teriakan yang menggelagar dari mereka amatlah saya pahami betapa kerinduannya amatlah tidak tertahankan. Kaum rimbawan kini sedang menempuh “takdirnya” untuk menyepi di tengah belantara “kawasan hutan” yang selama ini dikukuhi atas nama mandat dari negara.

Setumpuk regulasi sejak munculnya UUPA tahun 1960, sejatinya negara ini menyadari tentang “operasionalisasi” Pasal 33 UUD 1945 “agar bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya” tetap ada dalam kuasa negara “untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”. Hadirnya regulasi tahun 1961 dan 1972 yang dideklarasikan bagi Perhutani mesti diterima sebagai amanat konstitusi untuk wigati lan nastitimandegani Ibu Pertiwi.Hutan Pulau Jawa ditata kelola dengan “pengusahaan produksinya”, sehingga hutan memang sumber pangan tetapi tidak akan dimakan. Kawasan hutan Pulau Jawa menjadi “istri” yang mesti dijaga sepenuh jiwa raga, karena negara telah “mengijabkabulkan” sewaktu “dipersunting” dengan “akad tunggal” Perum Perhutani.

Simak berita selengkapnya ...

1 2

 

 Tag:   Opini

Berita Terkait

Bangsaonline Video