Sumamburat: Memilih yang Paham Iklim | BANGSAONLINE.com - Berita Terkini - Cepat, Lugas dan Akurat

Sumamburat: Memilih yang Paham Iklim

Editor: Redaksi
Wartawan: -
Rabu, 25 April 2018 00:28 WIB

Suparto Wijoyo.

Oleh: Suparto Wijoyo*

PILKADA terus diselenggarakan dan saya selalu membanding di kala bertandang di banyak negara Asia, Eropa maupun Timur Tengah. Pergantian kepala daerah memang banyak mengeluarkan ongkos dan perubahan di mana-mana terus dikampanyekan dengan tetap saja ada kasunyatan bahwa setiap musim penghujan: jalanan rusak, sungai meluap, banjir menerjang, longsor menyerta, dan publik menggerutu tanpa daya. Mobilitas orang, barang dan jasa terganggu dengan kerugian yang mencapai triliunan rupiah. Kondisi ini terhelat dengan sangat kasat mata. Negara pun terlihat seperti tanah tak bertuan. Dalam kasus jalan berlubang-bergelombang, pemerintah pusat dan daerah disorot antara ada dan tiada. Konflik kewenangan dipamerkan di ruang ramai tanpa solusi berarti. Saksikanlah bagaimana jalanan rusak yang setiap hari diberitakan tetapi tidak membuat pejabatnya beranjak karena menyangkut permasalahan hukum pembagian wilayah: jalan kabupaten/kota, jalan provinsi dan jalan nasional.

Seluruh pengamal Pancasila mengerti bahwa hujan ataupun terang matahari itu nikmat dan anugerah, bukan laknat dan prahara.Kenapa di musim hujan hadir dengan menyuguhkan banjir, merusak infrastrukturtransportasi, dan gagalnya panen petani, sehingga menimbulkan sesal yang mengurangi rasa syukur atas karunia iklim tropis yang dibentangkan Tuhan. Problematika jalan berlubang sambung menyambung menjadi satu jalinan yang mengganggu kepentingan umum. Lantas apa yang dilakukan oleh pemegang otoritas negeri ini?

Kita terlalu abai atas kondisi ekologis meski meraih beragam penghargaan lingkungan. Telah dikisahkan potret perkotaan yang tengah mengidap penyakit kronis yang mendukacitakan. Daya tahannya terus melemah secara berlahan, tetapi pasti. Kota-kota metropolitan seolah mengerang sebelum akhirnya takdir membisikkan kekecewaan di tengah gemerlapnya mozaik gedung dan perkantoran. Perspektif yuridis menginformasikan betapa rapuhnya perlindungan lingkungan sewaktu berhadapan dengan investor. Konservasi perkotaan digerus secara terencana. Sungai-sungai sebagai urat nadi acapkali ditutup (box culvert) yang tidak sehaluan dengan wawasan go green. Biota air mati dan tanaman toga di sepanjang sepadan kali musnah tak berbekas.

Dalam kosmologi perkotaan jelas bahwa kondisi tersebut membutuhkan hadirnya seorang pemimpin Kabupaten/Kota atau Provinsi yang membangun wilayahnya berdasarkan pertimbangan iklim. Setiap daerah memerlukan pemimpin (leaders) yang mengerti sikon alamnya. Setiap daerah mutlak dikonstruksi menurut rambu-rambu iklimnya. Iklim dapat menjadi pijakan dalam merencakan pembangunan di setiap jengkal titik koordinat wilayah. Manusia tidak bisa melawan alam, tetapi menusia diamanati menjadi khalifah yang adaptif dengan kondisi alam.

Simak berita selengkapnya ...

1 2

 

 Tag:   Opini

Berita Terkait

Bangsaonline Video