Sumamburat: Sunya Nora Yuganing Wong | BANGSAONLINE.com - Berita Terkini - Cepat, Lugas dan Akurat

Sumamburat: Sunya Nora Yuganing Wong

Editor: Redaksi
Wartawan: --
Selasa, 04 September 2018 23:28 WIB

Dr. Suparto Wijoyo

Gempita menarik investor harus dibarengi dengan penciptaan tatanan bernegara yang bersih. Membanjirnya berita mengenai “lini kekuasaan” yang terus mengejar-ngejar “korupsi recehan” maupun “mengendapkan rasuah yang gedean” harus terus dikawal. Ini bukan urusan pencitraan, melainkan beraspek menjaga marwah sebuah negara yang berbilang negara hukum. Khalayak ramai sebenarnya mendengar sayup-sayup suara bahwa masih banyak korupsi yang “jumbo” konon belum tersentuh sehingga kondisinya sangat dirasa tidak adil. Apalagi hal itu menyangkut nilai investasi yang berjenis “lain dari yang asli”. Orang lantas berseloroh bahwa soal agenda ini tetap menyimpankan kunci pembuka kolonisasi korupsi sebagai bagian dari cerita dan elegi di negeri ini yang hanya “menyasar politisi”.

Negeri yang sangat kaya raya dalam konteks sumber daya alamnya tidak elok diwarnai korupsi. Lautnya saja dinamakan Kolam Susu seperti yang dilagukan Koes Plus Bersaudara. Semua dapat menjadi rejeki di Republik ini. Tongkat kayu dan batu bisa jadi tanaman yang sanggup memenuhi kebutuhan kita semua, penduduk Indonesia. Mengikuti ungkapan filosofis Mohandas Karamchand Gandhi, (1869-1948): adalah bahwa “... earth provides enough to satisfy every man’s need, but not every man’s greed”. Ini berarti sesungguhnya bumi nusantara dapat mencukupi seluruh kebutuhan manusianya, tetapi memang tidak pernah cukup untuk memenuhi keserakahan seseorang. Bukankah korupsi itu adalah soal keserakahan, bukan mengenai kekurangan?

Apa yang terjadi di Kota Malang, saya mengkhawatirkan setarikan nafas dengan para kolega kaum pendidiknya, Gedung Dewan itu terpotret kosong melompong karena ditinggal penghuninya untuk menjalankan “sidang-sidang yang bukan untuk membela rakyatnya melainkan disorot media mengalibikan dirinya”. Gedung yang dalam bahasa candrasengkala tenggelamnya Majapahit di tahun 1400 Saka (1478M) terasa ilang sirna kerthaning bumi alias imperium itu sirna tertelan bumi yang menurut catatan KH Muhammad Sholikhin dalam Trilogi Syekh Siti Jenar (2011), hilang sudah Maharaja Kertabhumi). Balai Manguntur yang agung itu tampak Sunya Nora Yuganing Wang, yaitu kosong blong tidak ada anak manusianya. Sepercikan sinyal waktu 1400 Saka. Gedung itu mungkin hendak menyuguhkan tarikh jelang pileg 2019 untuk menyuwungkan dirinya. Akhirnya saya meraih kembali buku besutan Setyo Hajar Dewantoro yang berjudul Suwung (2017) dalam mendadar batin menelungkupkan ruhaniku menata mozaik leluhur Jawa. 

*) Dr H Suparto Wijoyo: Pengajar Hukum Lingkungan Fakultas Hukum, Koordinator Magister Sains Hukum dan Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Airlangga, Sekretaris Badan Pertimbangan Fakultas Hukum Universitas Airlangga serta Ketua Pusat Kajian Mitra Otonomi Daerah Fakultas Hukum Universitas Airlangga.

Sumber: Suparto Wijoyo

 

sumber : Suparto Wijoyo

Berita Terkait

Bangsaonline Video