Harga BBM Naik Rp 2.000, Pemerintahan Jokowi-JK Malas, Tak Kreatif
Selasa, 18 November 2014 18:24 WIB
Ekonom senior Rizal Ramli menilai, langkah Presiden Jokowi menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) justru ketika harga minyak mentah dunia cenderung turunmenunjukkan pemerintah yang malas dan tak kreatif. Karena itu, selalu saja rakyat yang kemudian dikorbankan.
Pernyataan Rizal Ramli tersebut dikemukakannya kepada wartawan usai bertemu Ketua MPR, Zulkifli Hassan di Jakarta, Selasa (18/11/2014).
BACA JUGA:
Jokowi Resmikan Smelter Grade Alumina, Erick Thohir Paparkan Dampak soal Impor Alumnium
Menparekraf Sebut Investasi IKN dari Luar Negeri Sentuh Angka Rp1 Triliun
Presiden Jokowi Jadi Saksi Pernikahan Yusuf dan Jihan, Khofifah: Sebuah Kehormatan yang Luar Biasa
Projo Tuban Gaspol Dukung Paslon Riyadi Gus Wafi di Pilbup
“Selamat kepada Jokowi yang menaikkan harga BBM justru ketika tren harga minyak mentah dunia sedang turun. Sungguh, apa yang dilakukan Jokowi belum pernah dilakukan pemerintah sebelumnya,” kata Rizal. Seperti diketahui, harga minyak mentah dunia, dalam beberapa bulan terakhir terus turun. Di bursa New York Marcantile Exchange (NYMEX), harga minyak hari ini diperdagangkan pada kisaran US$74,98/barel.
Dengan kecenderungan yang terus turun, Malaysia justru tengah bersiap-siap menurunkan BBM di dalam negerinya. Sebelumnya, sejumlah Negara sudah menurunkan harga jual BBM-nya. Tiongkok bahkan dalam tujuh tahun terakhir sudah tujuh kali menurunkan harga BBM di dalam negerinya. Yang terakhir dilakukan pada 1 November 2014.
Ucapan selamat Rizal kepada Jokowi itu terkait tak pernahnya pemerintah menjelaskan berapa sebenarnya biaya pokok produksi BBM di dalam negeri. Selama ini rakyat selalu dijejali ‘dogma’ bahwa telah terjadi subsidi harga BBM di dalam negeri yang sangat membebani APBN.
“Dalam soal BBM pemerintah kita, dari rezim ke rezim, selalu saja sibuk dengan urusan hilir, yaitu harga. Begitu ada tekanan terhadap APBN, langkah yang diambil selalu menaikkan harga BBM. Ini langkah pemerintah yang malas dan tidak kreatif. Akibatnya rakyat yang selalu menjadi korban,” kata menteri Perekonomian era Presiden Abdurrahman Wahid itu.
sumber : inilah.com